ᴏɴᴇ

135 32 0
                                    

Rea menatap mading sekolah yang ada di depannya. Ia mulai mencari namanya sambil membaca nama murid yang lain. Senyumnya mengembang setelah ia menemukan namanya berada di peringkat teratas.

"Widih ini dia juara kita," ucap seseorang sambil menempatkan tangan kanannya di bahu Rea.

Rea tertawa kecil lalu menoleh ke sampingnya dan mendapati Lingga yang tengah tersenyum miring.

"Bisa aja lo, Ling." Rea kembali menatap mading dan tersenyum lega melihat namanya ada di peringkat satu paralel.

Rea melihat ke peringkat kedua. Di sana terdapat nama Righen yang bisa dibilang saingan Rea sejak SD.

"Lo pokoknya harus traktiran. Minimal ke gue, Re." Rea memutar matanya, main-main. "Iya-iya, lo doang tapi."

Lingga tersenyum senang lalu menarik tangan Rea menuju ke kantin. Rea dan Lingga duduk di meja paling ujung kantin, karena suasana kantin yang sangat ramai.

"Pesenin gue bakso sama lemon tea deh, Ling. Sisanya seterah lo mau pesen apa." Lingga tersenyum puas lalu pergi mengantre, meninggalkan Rea yang kini sibuk memainkan ponselnya.

Seorang gadis duduk tak jauh dari mejanya. Rea kemudian menyadari siapa gadis itu, ia pun langsung memanggilnya.

"Dara." Gadis itupun menoleh dan tersenyum saat melihat Rea. Ia memilih pindah dan bergabung dengan Rea.

"Wih, si juara satu nih. Heran gue, betah banget jadi peringkat satu," puji Dara. Rea tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Masih banyak yang lebih pinter di luar sana, Ra," balas Rea.

"Yeh. Rea mah gitu, merendah untuk meroket. Yang penting lo kan di sini paling atas tuh peringkatnya." Lingga kembali sambil meletakkan pesanan mereka di meja.

"Udah deh nggak usah di bahas. Lo mau pesen apa, Dara?" Rea mencoba mengalihkan topik. Lingga mengangguk lalu menoleh ke Dara. "Mumpung ditraktir Rea nih, Dar."

Dara tidak menolak tawaran Rea, ia kemudian memesan mi ayam lengkap dengan es teh.

"Lo peringkat berapa, Dar?" tanya Lingga.

Dara yang tengah memakan mi ayamnya langsung tersedak. Rea yang paham dengan situasinya langsung memelototi Lingga.

"Dua ratus."

Lingga mengangguk dan Rea memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

Peringkat paralel di urutkan berdasarkan jumlah nilai dari para siswa. Mulai yang ada di kelas IPA, IPS, sampai Bahasa. Jumlah murid yang ada di angkatan Rea sekitar dua ratus empat puluh orang.

Dara terkadang merasa kasihan pada dirinya sendiri yang selalu mendapatkan peringkat ratusan. Apalagi ia bergaul dangan Rea yang selalu menjadi yang pertama dalam segala hal.

¸,ø¤º°'°º¤ø,¸

Rea menatap piagam juara satunya yang ada di tangannya. Tak lama kemudian pintu depan terbuka.

"Pulang cepet, Ma?" Rea menatap Mamanya yang memasuki kamarnya.

Mamanya mengangguk dan mendekat ke Rea. "Apa itu?" Mamanya melihat lebih jelas dan mengangguk.

"Oh piagam," ucap Mama Rea singkat lalu pergi keluar kamar.

"Iya piagam, Ma," gumam Rea. Ia meletakkan piagam tersebut ke dalam map khusus piagam. Di sana terdapat piagam lain yang telah menumpuk.

Rea kemudian membersihkan diri lalu bersiap untuk pergi ke taman untuk menemui Dara dan Lingga.

Tujuan mereka berkumpul di taman adalah hanya untuk sekedar menikmati matahari terbenam dan melakukan diskusi.

"So, ada yang mau ngasih saran kita bakal liburan ke mana?" Lingga menatap kedua temannya yang tengah duduk di kursi taman.

Rea, Lingga, dan Dara tengah berdiskusi untuk rencana liburan mereka di semester pertama. Ini bukanlah yang pertama kalinya mereka berlibur bersama. Saat mereka kelas sembilan SMP mereka sudah saling mengenal. Ini adalah liburan ketiga mereka.

Rea berpikir keras. Ia tidak mendapatkan ide apapun di dalam kepalanya. Sementara Dara tidak begitu tahu tempat-tempat yang cocok untuk liburan.

Lingga yang sejak tadi berdiri akhirnya pun duduk. Ia lelah menunggu jawaban dari kedua sahabatnya itu.

¸,ø¤º°'°º¤ø,¸

Mereka akhirnya memilih untuk mengadakan piknik di bukit. Dengan pemandangan yang indah dan suasana yang nyaman, membuat mereka merasa begitu damai.

"Wow! Lagi-lagi ini nggak ngebosenin," ucap Lingga.

"Iya, karena lo penyelamatnya." Rea meletakkan beberapa apel yang telah ia potong ke atas piring.

"Kapan-kapan kalian dong yang kasih saran. Gue juga bakal bingung ntar pastinya," ucap Lingga.

"Tenang aja. Nanti kita pasti nemu destinasi yang tepat kok," balas Dara.

Mereka saling mengangguk kemudian mereka melirik beberapa pasangan yang tengah berpiknik bersama pasangannya masing-masing.

"Nasib banget deh jadi jomlo," celetuk Lingga.

"Niatnya healing...." Rea memulai dan Dara melanjutkan perkataannya.

"Tapi malah pengen hilang aja karena pada ngapel."

Lingga dan Dara tertawa sedikit keras yang menyebabkan seorang laki-laki terbangun dari tidur siangnya.

"Jangan berisik dong, Mbak. Mbaknya nggak cuma sendirian di sini." Laki-laki tersebut menoleh dan mendekat ke tempat tiga gadis tersebut berada.

"Rian?" ucap Rea.

"Rea? Wah, nggak nyangka ketemu lo di sini," balas Rian.

"Loh Kak Rian kok sendirian di sini? Jomlo ya?" celetuk Lingga.

Rian lantas menoleh ke Lingga dan sedikit melotot tak terima.

"Enak aja. Ngaca, Sis."

Rea dan Dara tertawa melihat keduanya. Dara akhirnya mulai bertanya.

"Terus bareng siapa, Kak?"

"Bareng sohib gue. Lagi gue suruh beli minum tadi," jelas Rian.

Tiga gadis itupun mengangguk dan kembali mengobrol tentang hal random.

Kemudian seorang laki-laki mendekat ke arah mereka. Ia berhenti di belakang tubuh Rian.

"Kak El?"

"Jadi, sohib lo Kak El?"

Rian menoleh dan mendapati El yang tengah menatapnya.

"Ngapain di sini?" tanya El.

"Ngobrol dong bareng trio LDR." Rian menaikkan bahunya.

El menaikkan satu alisnya bingung. "Trio LDR?"

Rian mengangguk selalu menjelaskan. "Iya, LDR. Lingga, Dara, dan Rea disingkat LDR. Bukan hubungan mereka yang LDR beneran."

El tak membalas perkataan Rian. Ia menoleh ke arah Dara dan menyapanya. Kemudian menatap sosok Rea yang berada tepat di belakang Dara.

Rea tersenyum ramah. Jantungnya berdetak tak katuan saat melihat gebetannya kini tengah menatapnya. Tetapi El tidak membalas senyumannya dan malah menatap ke arah lain.

Rea tersenyum kecut. "Dia ngelihat gue, tapi gue bukan titik fokusnya," pikir Rea.

"Ternyata Kak Rian punya sifat agak-agak juga ya kalau lagi healing," bisik Lingga pada Rea.

"Heh! Gue denger ya!"

#halo guys, welcome to my new story... Jangan lupa buat bantu vote ya guys.... Okyyy bye•

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang