ꜱɪx

64 27 0
                                    

El berlari secepat mungkin menuju parkiran Mall untuk mengambil stick drum milik Rian yang tertinggal di dalam mobil.

"Kebiasaan banget," gumam El. Ia mengambil sepasang stick drum tersebut.

Setelah itu, El kembali ke lokasi lomba. Tak lupa ia mengambil gitar yang telah ia titipkan pada Rea.

"Kak El semangat ya." Bulan menyemangati.

El mengangguk dan tersenyum pada sepupunya itu.

Tiba saatnya Elgarian untuk tampil. El melihat Rea, Dara, dan Lingga berdiri di paling ujung kiri penonton. Mereka mengambil tempat di paling depan.

Setelah memperkenalkan diri, Elgarian mulai memainkan musik dan berusaha untuk tampil maksimal.

"Ingat bagian rap, El. Jangan nge-blank," ucap El dalam hati.

Setelah Anca selesai bernyanyi, tibalah bagian rap yang akan dinyanyikan oleh El.

Awalnya berjalan dengan baik, sampai di mana El melihat seorang laki-laki yang berada di belakang Rea mulai mengambil foto bagian bawah rok Rea.

El menjadi panik dan terkejut setelah melihat hal tersebut. Ia pun melupakan beberapa lirik terakhir. Namun Anca tetap melanjutkan bagiannya dengan baik.

Setelah Elgarian selesai tampil, mereka berkumpul di belakang panggung. El beberapa kali meminta maaf pada anggota bandnya karena merasa bersalah.

Kemudian El melihat Rea bersama teman-temannya sedang duduk dan mengobrol di kursi panjang yang tak jauh darinya.

El yang masih gelisah pun mendekati gadis itu dan menariknya pergi ke tempat yang lebih sepi.

Setelah memastikan bahwa Rea baik-baik saja, El sedikit lega. Ia membawa Rea untuk menonton lomba Fashion Show lalu pergi ke cafe.

¸,ø¤º°'°º¤ø,¸

El sudah sangat lelah hari ini. Ia langsung membersihkan diri, tak lupa mencharger ponselnya dan pergi tidur. Karena El sangat kelelahan, ia menjadi lupa untuk mematikan lampu kamarnya.

El berlari menuju bukit dengan tergesa-gesa. Seolah-olah ia sedang dikejar oleh sesuatu. Sampai ia tahu apa yang sedang mengejarnya, El akhirnya berhenti berlari.

Itu adalah dirinya sendiri. El kecil.

"Kenapa kamu jahat banget sama Ayah? Dia salah apa El?" El kecil tampak sedang menahan air matanya.

El remaja hanya diam.

"Kamu buat Bunda dan Ayah pisah. Kamu jahat banget." El kecil mulai menangis, suaranya pun ikut serak.

El remaja sekali lagi hanya menatap.

Mata El kecil berubah menjadi merah. Kemarahan mulai terbentuk di benaknya. El menatap ngeri sosok kecil dirinya yang mulai menangis darah.

Kemudian seorang gadis muncul. Gadis dengan wajah blur.

Gadis itu mendekat ke tempat El kecil berdiri lalu berjongkok di depannya. Gadis itu mulai mengusap pipi El kecil lalu mengeluarkan sebuah lolipop berbentuk hati.

El kecil berhenti menangis dan merasa tenang. Entah mengapa El remaja juga bisa merasakan perasaan tenang itu.

Gadis itu mulai beranjak pergi. El remaja menyadari bahwa ia telah melihat wajah gadis itu dengan jelas.

El remaja ingin bertanya siapa namanya tetapi ia tak bisa mengeluarkan suaranya.

El terbangun dari mimpinya dengan terengah-engah. Ia berusaha menetralkan napasnya.

"Gue liat mukanya." El bergumam dan sedikit melotot.

Tetapi ketika El mencoba mengingat wajah dari gadis itu, ia tak bisa mengingat apapun. El lupa bagaimana wajah gadis itu.

Menggeram kesal, El memutuskan mematikan lampu kamarnya dan kembali tidur.

¸,ø¤º°'°º¤ø,¸

Rea manatap ke sekeliling ruang guru. Ia sedang menunggu Bu Reksa yang sedang merekap nilai ulangan harian kelas 10 IPA 2.

"Nah, Edrea. Kamu bagikan hasil ulangan teman-teman kamu di kelas ya." Bu Reksa memberikan tumpukan kertas ulangan harian pada Rea.

"Baik, Bu." Rea tersenyum dan memastikan tidak menjatuhkan satu kertaspun ke lantai.

Tak lupa Rea pamit pada Bu Reksa sebelum meninggalkan ruang guru.

Rea menuruni beberapa anak tangga sebelum sampai di kelasnya. Ia pun membagikan satu persatu hasil ulangan teman-temannya.

"Guys, dengerin ya. Ini hasil ulangan Kimia minggu kemarin. Kalian bisa cek sendiri nilai kalian di pojok kertas seperti biasa." Rea menjelaskan.

Setelah itu Rea duduk di bangkunya dan melihat hasil ulangan hariannya. Raut wajahnya sedikit mengeras.

"Waduh, dapet berapa lo? Sembilan enam?" ucap seseorang dibelakangnya.

Rea menoleh dan mendapati Righen yang membuat wajah mengejek.

"Lo sendiri?" Rea bertanya balik dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak emosi.

Righen lantas memperlihatkan kertas ulangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Seperti yang bisa lo liat, seratus." Nada bicara Righen bisa dibilang cukup menjengkelkan bagi Rea.

Rea hanya memutar bola matanya. Sementara Righen tersenyum miring melihat reaksi gadis itu. Righen kemudian berlalu pergi.

¸,ø¤º°'°º¤ø,¸

Selama dua hari penuh Rea telah belajar hingga tak ingat waktu. Ia bahkan membuat perubahan dengan jam tidurnya dan memilih untuk lebih banyak belajar.

Bahkan saat jam kosong pun Rea tetap menghabiskan waktunya untuk belajar. Seperti saat ini.

"Oke. Sekarang cek hasil," gumam Rea.

Rea membuka kunci jawaban dan melihat hasilnya berbeda dengan hitungannya.

"Kok beda sih?" pikir Rea. Sudah pasti gadis itu kecewa dengan dirinya sendiri.

Ia pun mencoba untuk menghitung ulang persamaan tersebut. Kembali mencoreti buku coretannya.

Tak lama kemudian, Rea merasakan cairan kental mulai keluar dari lubang hidungnya.

Darah.

Rea segera mencari tisu yang biasa ia letakkan di dalam lacinya. Ia langsung menyumbat hidungnya menggunakan tisu tersebut.

"Mimisan?" tanya Righen seraya mengambil tempat duduk di sampingnya.

Rea tidak menanggapi anak laki-laki itu.

"Udahlah, Edrea Alora. Berhenti jadi nomor satu dan biarin gue ambil alih tempat lo itu," ucap Righen sambil menyeringai.

"Nggak," balas Rea.

Righen mendekati telinga Rea dan membisikkan sesuatu. "Lebih baik lo selesain dulu urusan lo, tentang rumor lo sama El. Dan lupain tentang belajar."

Righen menepuk-nepuk bahu Rea sebelum akhirnya pergi.

Righen adalah saingan Rea sejak Sekolah Dasar. Mereka selalu memperebutkan posisi peringkat satu kelas. Sampai di mana Rea selalu menjadi peringkat satu ketika SMP, Righen langsung menyatakan perang pada Rea.

Bahkan Righen tidak terima saat Rea mendapat peringkat satu paralel di SMA. Righen juga tidak mengerti mengapa dirinya selalu berada di kelas yang sama dengan Rea setiap tahunnya. Hal itu tentunya sangat menghalangi dirinya untuk mendapat peringkat satu.


#halo guys, jngan lupa bantu vote ya ;) okyyy see u•

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang