Hari ini kelas Rea, yaitu 10 IPA 2 full dengan tugas presentasi. Mulai dari presentasi Sejarah hingga presentasi Biologi.
"Kenapa lo juga effort banget sih di mapel Sejarah?" tanya Lingga. Ia sangat heran dengan Rea yang begitu ambis dengan semua mata pelajaran.
"Why not?" Rea menaikkan bahunya dan tersenyum.
Lingga mengambil kipas angin mini miliknya dan mulai menempatkan kipas tersebut di samping wajahnya.
"Padahalkan ini mapel peminatan. Nggak dapet nilai bagus juga nggak berpengaruh buat kita, Re. Kan kita anak IPA," ucap Lingga.
"Sekali lagi, why not, Ling? Kalo nilai bagus itu bonus sebenernya," balas Rea.
"Nggak abis pikir deh sama si juara satu ini." Lingga mulai menutup matanya.
Dara kembali ke tempat duduknya di belakang Rea. Ia telah menyelesaikan presentasinya.
Rea menoleh lalu menyapanya. "Gimana, nilai lo aman?" tanya Rea.
"Ya begitulah, Re. Nggak pengen berekspetasi tinggi gue." Dara terlihat pasrah.
Rea tersenyum lalu memberi semangat pada Dara.
Saat jam istirahat, Rea dan Dara pergi ke kantin. Lingga tidak ikut kali ini karena ada rapat OSIS.
"Gue aja yang mesenin, Re." Dara menawarkan diri dan mulai mengantre. Sementara Rea mencari tempat duduk.
"Penuh banget nih kantin," pikir Rea. Setelah melihat ke sekeliling, akhirnya ia menemukan satu meja yang tersisa di ujung.
Tak lama kemudian, Rea melihat sosok laki-laki yang dikenalnya. El terlihat sedang mencari tempat kosong tetapi tak kunjung menemukannya. Rea berdiri dan mendekati laki-laki tersebut.
"Hai," sapa Rea.
El meloleh lalu menatap Rea datar sambil menaikkan alisnya. El bingung mengapa gadis itu ada di hadapannya sekarang.
"Semua meja udah penuh, lo bisa gabung bareng gue kalo mau." Rea menawari.
"Lo sendirian?" tanya El.
Sebelum Rea bisa menjawab, Dara sudah muncul di samping El.
"Eh, Kak El. Ngapain berdiri di sini?" tanya Dara.
"Nggak nemu meja kosong," balas El, sedikit ramah.
"Kalo gitu gabung aja bareng kita berdua di ujung, Kak." Dara menawari.
El mengangguk lalu mengambil alih nampan yang di bawa oleh Dara. Ia menatap Rea sejenak lalu mulai berjalan ke meja ujung.
Rea mengikuti di belakang El dan Dara. Setelah duduk, keadaan menjadi sedikit canggung.
Rea berusaha mencari topik tapi selalu diabaikan oleh El. Namun Dara dengan senang hati membalas perkataan Rea.
"Jadi, lo peringkat berapa kemarin?" tanya El pada Dara.
"Dua rat-"
"Bukan yang paralel tapi peringkat kelas." El memotong ucapan Dara.
"Dua tujuh."
"Salah sendiri, disuruh masuk jurusan bahasa aja malah nggak mau," ucap El.
Rea mengernyitkan dahinya. "Emang kalo masuk bahasa lo mau prioritasin bahasa apa, Ra?" tanya Rea.
"Karena nggak banyak pilihan, gue cuma pengen mendalami Bahasa Inggris aja," jawab Dara sambil tersenyum.
Rea hanya ber-oh ria sambil mengangguk.
Di sekolah mereka terdapat tiga jurusan yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Kelas IPA dan IPS terdiri dari tiga kelas, sementara Kelas Bahasa terdiri dari dua kelas.
Pembagian kelas bukan berdasarkan dari tingkat kepintaran murid, melainkan dibagi secara acak.
Setelah menyelesaikan makan mereka, Rea dan Dara pamit pada El untuk pergi ke toilet. Mereka melewati mading sekolah lalu berhenti sejenak untuk melihat poster dan pengumuman.
"Wah! Ada acara Fashion show nih." Dara menggoyang-goyangkan bahu Rea.
"Oke, gue liat. So?" tanya Rea.
Dara berhenti mengguncang bahu Rea dan mulai menjelaskan. "Itu berarti lo bakalan ikut kan?"
"No," balas Rea.
Dara menaikkan satu alisnya. "Why? Ini kan lo banget," ucap Dara.
Rea mulai menggelengkan kepalanya lalu menunjuk ke poster tersebut.
"Kudu bareng partner. Gue nggak bisa, gue nggak punya," jawab Rea.
"Bareng Kak El aja, Re," ucap seseorang di belakangnya.
"Lingga! Lo ngagetin gue tau," ucap Dara sambil mengelus dadanya.
"Kayak dia mau aja." Rea membalas perkataan Lingga.
"Maulah pasti. Lo kan cakep dan badan lo juga cocok buat jadi model," puji Lingga.
"Kak El crush lo ya, Re? Gue baru inget," ucap Dara.
Rea sekali lagi hanya menggeleng. "Fisik bukan segalanya, Ling."
"Kalo lo beneran mau. Gue bisa bantu lo nanya ke Kak El, Re." Dara meletakkan tangan kirinya di bahu Rea.
"Gue pikir-pikir dulu. Lagian masih hari minggu juga acaranya," balas Rea.
Lingga dan Dara bersorak kegirangan. Terkadang mereka berdua mempunyai sifat random. Tetapi sangat sensitif dengan topik tertentu contohnya nilai.
Tetapi Lingga lebih jago dalam mencairkan suasana di antara ketiganya. Sementara Dara terlalu polos dan baik. Tak jarang juga Rea ketularan sifat random Lingga.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Rea sedang berjalan menuju ruang OSIS saat ini. Ia dimintai tolong oleh Lingga untuk mengantarkan buku laporan keuangan kepada Rian.
Yang Rea tau, Rian selalu nongkrong di depan ruang OSIS saat istirahat.
Dan benar saja. Rian sedang sibuk memainkan game di ponselnya.
"Hola, Rian."
Rian mendongak dan mendapati Rea yang sedang berjalan ke arahnya.
"Ngapain, beb? Maaf nih abang Rian lagi sibuk," balas Rian.
Rea memutar matanya, main-main.
"Sibuk push rank maksud lo?" timpal Rea.
Rian hanya cengengesan menanggapinya lalu mematikan ponselnya.
"Nih, dari Lingga." Rea menyodorkan buku laporan tersebut pada Rian.
"Oh. Gue kira mau ngajak gue ngapel lo, Re." Rian memasang muka kecewa.
Rea hanya tertawa kecil menanggapi nya.
"Makan di sini aja, Lora. Temenin gue" Rian menepuk kursi di sampingnya. Memberi isyarat Rea untuk duduk.
Rea menuruti permintaan Rian dan duduk di sebelah anak laki-laki itu.
Rian dan Rea sudah bersahabat sejak keduanya masih SMP. Rian juga sering memanggil Rea dengan nama belakangnya yaitu Alora. Rea memang banyak bertemu dengan sahabatnya pada saat SMP.
#hai guys, jangan lupa vote ya;").... Okyyy byee•
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen Fiction"Let's play a game," ucap gadis di depannya. El langsung menaikkan satu alisnya. Ia membiarkan gadis itu menyelesaikan perkataannya. "It's easy. You just need to find me in real life." Wajah gadis seketika berubah menjadi blur. El terbangun dari m...