Saat libur kenaikan kelas, El jarang bertemu dengan Rea. Bahkan sosial media milik Rea pun tidak aktif.
El tak tahu mengapa ia selalu memikirkan Rea. Terlepas dari hubungannya dengan Rea yang masih menjadi pacarnya, El kembali mengingat alasan awal mengapa ia menembak Rea.
Hari ini El memilih untuk berenang di Waterboom. Ia telah mengajak Rian untuk berbaikan dan berlibur bersama. Rian tidak menolak.
Setelah El dan Rian sampai di Waterboom, mereka langsung memulai pemanasan agar tidak terjadi keram.
"Sorry."
"Sorry."
El dan Rian berbicara di waktu yang bersamaan. Mereka hanya tertawa canggung.
"Gimana kabar bokap lo?" tanya Rian.
"Nggak tau. Nggak tau masih idup atau nggak." El menaikkan bahunya.
"Lo apa kabar?" tanya El.
"Ya, gini-gini aja. Hidup, galau, dan baik," jawab Rian.
"Abis liburan, kita udah kelas dua belas. Mau kurangin aktivitas band?" El menatap Rian.
"Mungkin. Tapi kita bakal tampil di perpisahan nanti, buat kenangan di SMA." Rian kemudian kembali berenang.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
El menarik anak panah yang telah ia pegang dan memfokuskan arah pandangnya ke target.
Lima detik berikutnya, El melepaskan anak panah tersebut dan melihat anak panah tersebut meleset dari target.
"Shit."
Tak hanya meleset. Ternyata anak panah tersebut mengenai bunga Kamboja Jepang milih tetangganya.
El merasakan deja vu.
"Roya." El menatap ke bunga Kamboja tersebut.
El menyadari alasan mengapa Roya tak pernah datang ke mimpinya akhir-akhir ini.
"Mungkin masalah gue metik bunga itu kali ya? Atau karena ngatain Roya nggak nyata?" pikir El.
El memilih untuk menarik anak panah tersebut dan masuk ke dalam rumah.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Libur sekolah telah berakhir. Itu artinya sudah sebulan El tak bertemu dengan pacarnya.
Hari ini El tak menjemput Rea. Anak laki-laki itu berniat untuk menunggu Rea di ruang piket.
Setelah menunggu selama lima belas menit, sosok Rea sampai di pintu gerbang. El bangkit dari duduknya dan berhenti di depan Rea.
"Lo kemana aja, Rea?" tanya El.
"Rumah nenek," jawab Rea, singkat.
El diam tak mengatakan apapun setelah itu. Rea pun beranjak pergi dari sana untuk mencari kelas barunya.
Masih sibuk mencari namanya di papan pengumuman, Rea akhirnya menemukan namanya ada di kelas 11 IPA 1. Gadis itu tak sengaja melihat nama Lingga yang juga ada di kelas yang sama dengannya.
"Anjir! Sekelas lagi kita!" ucap Lingga setengah berteriak.
Rea memegangi dadanya karena kaget. "Sorry, beb." Lingga cengengesan.
"Eh tapi, kita nggak sekelas sama Dara tau. Dia di IPA 3." Lingga menunjuk nama Dara di sana.
Rea mengangguk dan agak sedih harus berpisah dengan Dara.
"Kak El di kelas apa nih? 12 Bahasa 1," ucap Lingga. Rea tak mempedulikannya.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Dua hari kemudian, Rea mendapat sebuah pesan di lokernya. Pesan tersebut ditulis di secarik kertas.
Nanti malam gue jemput jam 8. Kita ke cafe.
-El.Setelah sebulan menghilang selama libur sekolah, Rea terkadang lupa bahwa ia masih memiliki hubungan dengan El.
Rea pastinya akan menerima ajakan El. Bahkan jika ia menolaknya pun, El pasti akan tetap memaksanya.
Rea berjalan menuju kelasnya.
Pukul 19.45, Rea telah selesai bersiap. Hanya perlu menunggu El datang dan menjemputnya.
Bel rumah Rea berbunyi tepat di pukul 20.00.
Rea membuka pintu dan mendapati El berdiri di depannya. El meraih tangan Rea dan membawanya ke mobil.
"Maaf. Malam ini bakal dingin. Kalau pakai motor ntar lo kedinginan," ucap El sambil membukakan pintu untuk Rea.
"Iya, gapapa." Rea memasuki mobil.
El duduk di kursi pengemudi lalu melajukan mobilnya
Kedua sejoli tersebut telah sampai di Mall. Mereka akan mengobrol di salah satu cafe yang ada di Mall.
El memilih tempat duduk yang ada di dekat jendela. Rea hanya mengikuti.
Setelah memesan, El mencoba untuk memulai percakapan.
"Maaf, gue nggak tau kalau lo nggak suka rasa cokelat." El menatap gadis yang duduk di depannya.
"Bukan salah lo. Guenya aja yang nggak ngomong." Rea menatap ke arah lain.
Tidak ada percakapan lagi setelahnya. Pelayan pun tiba dan meletakkan pesanan mereka di atas meja.
El berterima kasih pada pelayan tersebut. Kemudian ia berdeham dan menatap Rea.
"Gue cuma mau nanya satu hal. Gue harap lo jawab jujur." El memulai.
Rea meminum jus jeruknya lalu mengangguk, mengisyaratkan El untuk melanjutkan ucapannya.
"Lo masih marah karena gue sama Dara?" El bertanya dengan hati-hati.
"No," jawab Rea seadanya.
El menaikkan satu alisnya, bingung. "Terus kenapa sikap lo dari waktu itu sampai sekarang lebih cuek?" tanya El.
"Gue tau....Gue tau lo pacarin gue gara-gara reputasi," gumam Rea.
El sedikit tersedak saat mendengarnya.
"Lo mau reputasi gue bagus terus kan? Apalagi waktu itu lo terlibat. Karena itu lo jadi nggak ada pilihan lain," lanjut Rea.
"Lo tau dari Rian?" tanya El. Rea menggeleng dan tersenyum.
"Gue denger sendiri kalian berdua ngobrol. Dan gue udah coba buat terima semuanya." Rea menaikkan bahunya. El terdiam sejenak.
"Itu awalnya doang, Re. Sekarang gu-" Penjelasan El terpotong oleh Rea.
"Sekarang apa?" Rea sedikit mengernyit.
El menatap ke arah lain sebelum berdeham. "Lupain. Jadi lo mau gimana sekarang?"
Rea sadar bahwa El sedang mengalihkan topik. "Putus mungkin." Rea meminum kembali jus jeruknya yang tersisa setengah.
"Lo bisa pikirin ini, Re. Gue juga bakalan berpikir dua kali. Seenggaknya sampe gue lulus, lo bisa putus dari gue. Dan lo bakalan aman." El menjelaskan.
"Lo peduli banget ya sama reputasi gue." Rea terkekeh.
#hai, bantu vote ya guys.... Oke see u❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen Fiction"Let's play a game," ucap gadis di depannya. El langsung menaikkan satu alisnya. Ia membiarkan gadis itu menyelesaikan perkataannya. "It's easy. You just need to find me in real life." Wajah gadis seketika berubah menjadi blur. El terbangun dari m...