Dua hari sebelum ulang tahun sekolah.
Sebelumnya, Rangga telah memutuskan agar anggota drama musikal wajib berlatih selama tiga hari sebelum perpisahan. Agar mereka dapat tampil dengan maksimal tentunya.
Setelah Rangga memeriksa, ternyata Rea tidak datang hari ini. "Cewek lo kemana sih, El? Kemarin aja udah nggak ikut latihan dia. Nah sekarang, hari kedua sebelum perpisahan dia juga nggak dateng. Telpon kek sana." Raut wajah Rangga terlihat kesal.
"Iya nih. Padahal kan Rea anaknya rajin." Gea berkomentar.
"Lo marahan sama cewek lo?" tanya Melani. El menghela napas berat.
"Tuh, kan. Jangan-jangan beneran berantem." Rian menebak.
"Iya," balas El.
"Lo jemput deh sana. Dua hari lagi mau tampil, malah karakter utamanya ngilang," suruh Rangga.
El menuruti perkataan Rangga. Ia pun menuju ke rumah Rea.
Setelah sampai, El langsung menekan bel rumah Rea. Tak ada yang keluar. El pun mengetuk pintu sambil memanggil nama pacarnya itu. "Rea."
Tak ada jawaban. El pun mencari kontak Rea di ponselnya lalu menelpon gadis itu.
Bunyi ponsel Rea terdengar di telinga El. Rumah Rea tampak sepi, tetapi jendela kamar Rea terbuka.
Tangan El tanpa sadar memegang knop pintu. Ia pun mencoba untuk membuka pintu.
"Nggak dikunci?" pikir El.
El dengan ragu-ragu masuk ke dalam rumah Rea. El menjelajahi beberapa ruangan hingga menemukan kamar Rea. Terdapat nama 'Alora' di depan pintunya.
Untung saja El masih mengingat nama panjang gadis itu
Saat El ingin mengetuk pintu kamar Rea, pintu tersebut ternyata sedikit terbuka. El perlahan masuk ke kamar Rea dan mendapati Rea yang tengah tertidur.
El manaikkan sudut bibirnya dan tersenyum. Tetapi ia menyadari ada keanehan di sana. Rea tampak berkeringat dan juga tubuhnya kaku. Seolah-olah gadis itu tak bisa bergerak.
El seketika panik setelah menyadari bahwa Rea sedang mengalami Sleep Paralysis atau ketindihan.
Anak laki-laki itu langsung menguncang bahu Rea agar terbangun dari tidurnya.
Tubuh Rea tak bereaksi selama beberapa saat. Namun pada akhirnya gadis itu bisa bangun dari tidurnya.
Rea terengah-engah saat matanya terbuka dan ia langsung menemukan El yang berada di samping tempat tidurnya dengan wajah khawatir.
"Astaga, Rea." El langsung menarik gadis itu ke dalam pelukan dan meyakinkan gadis itu jika ia hanya bermimpi.
Rea melepaskan pelukannya. "Lo ngapain kesini, El?" gumam Rea.
"Gue..... Gue disuruh Rangga buat jemput lo latihan," ucap El dengan lembut.
Rea mengangguk lalu mengusap wajahnya. "Bisa kasih waktu gue sepuluh menit?" El mengangguk lalu menunggu Rea di ruang tamu.
Sepuluh menit berlalu dan Rea sudah muncul dan mengganti pakaiannya.
"Ayo. Mereka udah nungguin." El mengenggam tangan Rea dan membimbing gadis itu menuju mobil.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Setelah selesai berlatih, El mengajak Rea untuk pergi ke taman. Kali ini bukan taman yang sama seperti waktu itu. Taman kali ini lebih sepi.
El membukakan pintu mobil untuk Rea, mengisyaratkan gadis itu untuk turun. Tetapi Rea masih bersadar di kursi penumpang.
"C'mon, Love. Tamannya juga sepi kok," bujuk El. Rea memelototi El sebelum akhirnya turun dari mobil.
El dan Rea duduk bersampingan di ayunan. Rea mendorong pelan ayunan tersebut. El menghela napas sebelum mulai berbicara.
"Gimana kalau kita main game?" El memulai.
Rea mengangkat satu alisnya sambil menoleh ke El. "Game apa?" Wajah Rea masih terlihat tak bersemangat.
El tersenyum pada Rea. "Lo ceritain semua keluh kesah lo dan gue juga ceritain keluh kesah gue. Yang bisa cerita hal yang paling bikin dirinya sakit, bakal dapet apapun yang dia mau. Gimana?"
Rea tampak mempertimbangkan pilihannya, kemudian ia mengangguk setuju. El tersenyum dan mulai berbicara.
"Gue anak broken home. Nyokap gue pisah sama bokap, karena bokap lebih mentingin karirnya daripada keluarga."
Rea sedikit tersentak. Ia tak akan mengira El benar-benar akan memberitahunya tentang hal tersebut.
Lima menit berlalu dan Rea akhirnya mulai berbicara. "Nyokap gue sibuk kerja dan bokap gue.... Dia.... Hilang. Nggak pernah ketemu lagi semenjak umur gue lima tahun."
El menatap tanah sejenak sedikit merasa bersalah karena telah memulai permainan itu.
"Gue pernah berharap gue bakal punya rumah. Karena walaupun gue udah di rumah, gue masih ngerasa kayak bukan di rumah." El melanjutkan permainan.
"Sekarang udah?" Rea menatap mata El.
"Udah. Lo tau sendiri itu siapa." El mengalihkan pandangannya.
"Roya?" Rea mengejek.
"Itu lo, Rea!" El sedikit meninggikan suaranya sebelum akhirnya menyadari "Maaf."
"Makasih. Oke, lanjut. Gue takut nggak di apresiasi." Rea menghela napas pelan.
El mengerutkan keningnya. "Bukannya banyak yang muji lo? Apalagi lo kan selalu peringkat pertama," tanya El bingung.
Rea menggeleng. "Rasanya nggak cukup buat dia. Walaupun dia nggak minta tapi gue pengen diakui," gumam Rea.
"Dia?" tanya El.
"Nyokap gue." Rea kemudian menggigit bibirnya. Sepertinya gadis itu sedikit menyesal telah mengekspos rahasianya.
El meraih tangan Rea dan tersenyum hangat. "Kamu menang," ucap El.
"Ih apaan sih, El. Kok jadi pakai 'kamu'?" Rea refleks berdiri.
"Perasaan orang-orang kalau pacaran manggilnya 'aku-kamu' deh, Re," ujar El.
"Emang kita pacaran?" Rea tersenyum menggoda.
El melebarkan matanya lalu mengejar Rea yang sudah berlari menjauh untuk menghindarinya.
"El bucin, haha! Masa aku pacar kamu?" Rea kembali menggoda El. Gadis itu masih berlari.
"Maksud anda apa ya, Edrea?" El terlihat kesal namun sesekali terkekeh.
"Tangkap gue kalau bisa!" teriak Rea.
"Okee....Easy, Re." El menambah kecepatan larinya dan berhasil membuktikan ucapannya.
El melingkarkan tangannya di tubuh Rea dan mengangkat gadis itu ke udara. Rea berteriak karena kaget kemudian tertawa kencang.
El tersenyum senang saat mendengar gadis itu tertawa. Kemudian El menurunkan Rea ke tanah dan membalik tubuh gadis itu agar berhadapan dengannya.
"Gue terbang, El!" teriak Rea. Tawa masih terlihat di wajahnya.
El menarik Rea ke pelukan lalu mengangkat gadis itu dan memutar tubuhnya. Rea sekali lagi tertawa karena tindakan El.
El kemudian menurunkan gadis itu. Rea langsung memeluk El dengan erat. El membalas pelukannya dan terkekeh ringan.
"Kurasa anda jujur?" Rea terkekeh pelan.
"Tentang 'lo rumah gue'?" tanya El.
"Ya, tentang itu." Rea mengangguk seraya masih bersadar di dada El.
El tersenyum lalu mencium puncak kepala Rea. Gadis itu memejamkan matanya dan tersenyum. "My Querencia." El bergumam.
#heloo guys.. Jujur saya senyum" nggak jelas pas nulis part ini... anyway, jangan lupa vote ya...
See u❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen Fiction"Let's play a game," ucap gadis di depannya. El langsung menaikkan satu alisnya. Ia membiarkan gadis itu menyelesaikan perkataannya. "It's easy. You just need to find me in real life." Wajah gadis seketika berubah menjadi blur. El terbangun dari m...