El mulai memeluk tubuh Rea saat melihat gadis itu kembali menangis. Tubuh gadis itu kembali gemetar.
Setelah beberapa menit, El melepaskan pelukannya disaat yang sama ketika lampu mulai menyala.
"Roya?"
Butuh beberapa saat hingga Rea tenang dan menyadari bahwa El mengatakan sesuatu.
"What?" Rea menaikkan satu alisnya.
El menatap tak percaya pada gadis di depannya. "Lo Roya, Re?" El bertanya lagi.
Rea hanya diam tak bergeming. Melihat itu El menunjuk wajah Rea.
"Oh God. Lo beneran Roya." Mata El sedikit melotot, lalu ia menggelengkan kepalanya.
"Harusnya gue tau," ucap El.
"Tau apa? Siapa Roya?" Rea menuntut penjelasan.
El mulai menatap gadis yang ada di depannya dengan serius. "Gue tau lo itu Roya. Roya itu cewek yang ada di mimpi gue. Gue emang nggak inget mukanya, tapi gue tau Roya adalah lo." El menatap Rea.
Bibir Rea sedikit bergetar karena masih ketakutan, tetapi Rea mencoba untuk tetap berbicara. "Prove it," gumam Rea.
"Lo takut gelap. Dan itu udah cukup buat jadi salah satu bukti. Roya juga takut gelap. Setiap gue tidur dengan lampu hidup, dia selalu dateng. Kalau gue matiin dia nggak pernah dateng." El memulai.
"Ada banyak orang dengan ketakutan yang sama El. Nggak gue doang," gumam Rea.
El menggeleng. "Bukan itu doang. Pas lo ada di deket gue, gue langsung ngerasa tenang. Sama kayak ketika gue ketemu Roya di mimpi," lanjut El.
"Nama. Nama lo sama Roya miri-" ucapan El terpotong oleh Rea.
"Salah. Nggak cuma mirip, El. Tapi nama kita punya arti yang sama. Alora, nama belakang gue artinya mimpi dan Roya juga punya arti yang sama." Rea manatap ke arah lain sebelum kembali menatap El.
"Lo bener. Gue Roya."El membeku ketika Rea mengakui bahwa dirinya adalah gadis yang selama ini selalu datang ke mimpinya. Walaupun dengan menggunakan nama lain yang memiliki arti yang sama.
El merasa Rea telah membohongi dan mempermainkan dirinya, walaupun Roya selama ini telah membantu dirinya di dalam mimpi.
"Congrats, lo berhasil nemuin gue. Lo menang, El," ucap Rea.
"Kenapa lo lakuin itu, Re? Lo mau mainin perasaan gue lewat mimpi?" El menatap Rea dengan sedih.
"No. Kenapa lo berpikir gitu?" Rea menggelengkan kepalanya.
"Lo masih nanya kenapa?" El menggelengkan kepalanya tak percaya.
Rea menganggukkan kepalanya setelah menyadari sesuatu. "Oh, lo suka sama Roya?"
"Karena lo udah gue cuekin di dunia nyata, jadinya lo nyerang gue lewat mimpi? Licik juga cara lo." El bangkit dari posisinya. Rea juga ikut bangkit dan menyeimbangkan diri.
"Salah. Gue cuma mau nemenin lo di mimpi, sebagai orang asing yang nggak bisa lo ingat pas bangun. Awalnya, gue emang nggak mau ngaku siapa gue sebenarnya. Sampai di mana lo jadi penasaran banget, gue jadinya kasih tau lo siapa nama gue. Terus lo malah anggap Roya nggak nyata, jadinya gue marah," jelas Rea panjang lebar.
Ekspresi El berubah menjadi bingung. "Gue nggak paham sama lo, Re," ucap El.
"Gue yang lebih nggak paham, El. Lo selama ini nggak bolehin gue putus sama lo, bukan cuma karena masalah reputasi itu doang kan? Tapi karena lo takut Roya nggak akan masuk lagi ke mimpi lo dan lo bakal kehilangan kenyamanan lo. Dan kalau lo putus dari gue, lo juga kehilangan hal yang sama. Iya kan?" Rea meninggikan nada bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen Fiction"Let's play a game," ucap gadis di depannya. El langsung menaikkan satu alisnya. Ia membiarkan gadis itu menyelesaikan perkataannya. "It's easy. You just need to find me in real life." Wajah gadis seketika berubah menjadi blur. El terbangun dari m...