Tiba saatnya untuk berlatih. El dan Rangga sudah memilih siapa saja yang akan ikut tampil di acara ulang tahun sekolah. Mereka akan menampilkan drama musikal.
"Oke, di sini udah ada orang-orang yang gue butuhin. Jadi, kita mulai." Rangga kini mulai menjelaskan konsep yang telah ia siapkan.
Beberapa anggota menyetujui konsep itu. Sementara yang lainnya memberi beberapa masukan.
"Sekarang, kita bakal milih siapa aja yang cocok buat bagian-bagian itu," ucap Rangga.
Terdapat sepuluh orang yang akan menampilkan drama musikal tersebut. Tentunya campuran antara kelas sebelas dan dua belas.
Rea, Lingga, dan Dara pun ikut serta dalam pentas. Dengan adanya Rangga, segalanya akan menjadi lebih teratur dan berjalan dengan baik.
Mereka berlatih sekitar satu jam sebelum akhirnya memutuskan kapan jadwal latihan selanjutnya akan di lakukan.
"Karena acaranya di akhir tahun dan hari senin kita udah ujian, jadinya kita bakal latihan setelah ujian selesai." Rangga menjelaskan.
"Jangan lupa soal class meeting. Nanti kita bakal latihan rutin pas class meeting juga." El menambahkan.
"Kalau gitu pas sorenya kan ya?" tanya Rea yang mendapat anggukan dari Rangga.
"Sebisa mungkin jangan ada yang remedi. Supaya kita bisa fokus pas latihan." El mengingatkan.
"Ujian seminggu terus class meeting seminggu juga dan habis itu kita libur. Pas libur masih ada seminggu lebih sebelum acara. Jadi jangan males-malesan latihannya." Rangga melihat teman-temannya satu persatu.
"Siap bos!"
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Ujian berlangsung dengan baik. Setidaknya baik untuk Rea. Rea bisa belajar dengan cukup sambil menghapal bagiannya untuk drama musikal.
"Sumpah, susah banget soal-soalnya. Sengaja banget nih Pak Adi buat kita gagal," gerutu Lingga.
"Santai, Ling. Ujian dibuat untuk gagal," celetuk Rian.
Lingga meletakkan tangannya di dada karena kaget dengan kemunculan Rian yang tiba-tiba.
"Permisi dulu kalo mau dateng, say," tegur Lingga.
Lingga masih mengelus dadanya, sementara Rian tak menghiraukannya. Anak laki-laki itu malah mengambil tempat di sebelah Rea.
"Lo enak, bisa pasangan sama ayang pas tampil, Re. Lah gue, kudu pasangan sama si Melani, anjir." Rian tak terima.
"Tuker sana sama Lingga," balas Rea sambil menatap buku catatan Kimianya.
Rian menghela napas. "Masalahnya, temen lo itu jagonya dance bukan jago nyanyi," balas Rian.
"Lingga jago rap. Tapi sayang nggak ada rap." Rea menatap Rian sejenak.
"Lo mau gue usul ke Rangga buat ada rapnya?" Rian menawarkan. Rea hanya menggeleng, tak ingin mengganti bagian yang telah diatur.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
Hari ini El berniat untuk mendiskusikan beberapa hal bersama Rea. Mereka kini sedang duduk di bawah pohon yang ada di pinggir lapangan sambil menyaksikan lomba tarik-tambang yang sedang berlangsung.
Rea telah mengambil ponselnya dan menunjukkan beberapa referensi gerakan dari Youtube. El menontonnya hingga selesai dan setuju.
"Kita bakal mulai latihan lagi kan? Kan class meeting udah mulai hari ini." El mengangguk.
"Lo nggak ikut lomba, Re?" tanya El.
"Ikut. Gue bakal pidato Bahasa Inggris hari kamis," jawab Rea.
El menganggukan kepalanya. "Aneh juga. Masa anak bahasa nggak boleh ikut lomba pidato," ucap El.
"Oh ya?" Rea menaikkan satu alisnya.
"Iya. Kita malah disuruh jadi salah satu juri," jelas El.
"Lo jadi juri juga?" tanya Rea. El menggeleng sebagai jawaban.
¸,ø¤º°'°º¤ø,¸
El berniat untuk tidur dengan lampu menyala malam ini. Ia ingin membuktikan, apakah Roya akan datang ke mimpinya atau tidak.
Sebenarnya, El termasuk orang yang suka tidur dengan keadaan lampu mati. Selama tiga minggu terakhir, Bundanya selalu memeriksa El setiap malam. Alhasil El tak bisa melancarkan niatnya untuk tidur dengan lampu kamar menyala.
"Mumpung nyokap lagi nginep di rumah temennya kan," gumam El.
El merebahkan dirinya di kasur kesayangannya. Ia menarik napas lalu menghembuskannya. El sedikit takut jika rencananya kali ini tidak berhasil.
El mengedipkan matanya beberapa kali lalu merilekskan tubuhnya. Tak lama kemudian, mata El mulai menutup karena mengantuk. Anak laki-laki itu pun tertidur.
Butuh sekitar satu jam lebih bagi El untuk bisa mendapatkan alur mimpi yang baik, setelah beberapa kali dikejar oleh boneka-boneka seram.
Alur mimpi El beralih menjadi alur santai. Di sana El melupakan tujuannya untuk bertemu dengan Roya.
Entah mengapa El tiba-tiba kembali mengalami perubahan alur mimpi dengan cepat.
Dunia di sekitar El berubah. El kini berada di jalanan. Keadaan langit yang mendung membuat suasana menjadi mencekam.
"Bukannya ini jalan deket rumah Dara?" pikir El.
El berputar dan melihat bahwa sekitarnya sudah ada banyak orang yang berjalan dengan menggunakan payung.
Samar-samar El melihat Roya yang memakai gaun hitam dengan rambut pendek. El tak yakin apakah rambut Roya benar memendek atau ia hanya salah lihat.
Di sana terlihat Roya menatapnya dengan wajah datar. Detik berikutnya, Roya melepaskan pegangannya pada payung. Payung tersebut terbang mengikuti arah angin.
Roya menatap ke atas langit dan menutup matanya. Air hujan membasahi wajahnya, tetapi tak membasahi gaun yang gadis itu kenakan.
El tiba-tiba melangkah ke tempat gadis itu berdiri. El sendiri tak menyadari bahwa hujan tak membuat dirinya basah.
Roya berlari ke tengah jalan secara tiba-tiba ketika sebuah mobil melaju kencang. El melebarkan matanya saat tubuh Roya tertabrak oleh mobil tersebut.
El terbangun dari tidurnya. Tangannya berkeringat dan padangannya sedikit kabur. Ia masih mengingat sisa-sisa mimpinya.
"Roya mau ninggalin gue," gumamnya tanpa sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen Fiction"Let's play a game," ucap gadis di depannya. El langsung menaikkan satu alisnya. Ia membiarkan gadis itu menyelesaikan perkataannya. "It's easy. You just need to find me in real life." Wajah gadis seketika berubah menjadi blur. El terbangun dari m...