Shanghai, 2001.
Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Seorang wanita tengah menangis keras di depan sebuah bangunan rumah. Dandanannya sangat glamor, dengan gaun merah menyala, rambut digelung dan riasan yang mulai luntur terkena air hujan dan tangisan air matanya. Dari dalam rumah, ternyata derasnya hujan tidak bisa menutupi bagaimana sesaknya wanita itu menangis.
Akhirnya, seorang wanita paruh baya keluar sambil membawa tongkat untuk menopangnya berjalan. Ia hanya takut nanti ada orang jahat yang akan berbuat macam-macam pada wanita di tengah malam begini. "Nona, ada perlu apa di depan? Hujan sangat deras, sepertinya sebentar lagi bahkan akan diperkirakan terjadi angin kencang dan badai. Segeralah pulang" Ucap sang wanita paruh baya.
"Tolong, tolong tampung saya dalam semalam. Saya tidak punya tempat untuk pulang"
GuaHeng menatap wanita muda itu dari atas sampai bawah. Tampilannya sudah mengatakan bahwa wanita itu bukan dari kalangan biasa. Mobil sedan mahal juga terparkir di depan rumah. "Maaf, Nona. Tempat kami bukan penginapan" Tolak GuaHeng sekali lagi.
"Tolong, satu malam saja. Apakah anda tega membiarkan saya di luar saat badai datang?"
GuaHeng yang akhirnya merasa iba itu memperbolehkan sang wanita untuk masuk. Sedikit kesusahan untuk berdiri karena sepatu hak tingginya menjadi licin saat terkena genangan air. "Siapa namamu? Tidak baik menangis di luar rumah orang asing seperti itu. Untung saja itu rumah kami, bukan orang jahat"
"Ah, nama saya Dong Yen Shu, Lilian Dong. Nama Bibi, siapa?"
"Panggil saja Bibi Yun, mari, maaf kalau rumah kami sedikit berantakan
"Ah, iya. Bibi tinggal dengan siapa?"
Tiba-tiba saja seorang anak laki-laki berusia kira-kira 3 tahun berlari ke arah GuaHeng dan memeluk kakinya. "Feng-ah, Bibi bilang jangan suka keluar malam-malam dan berlari seperti itu! Kalau terpleset bagaimana?"
Lilian yang penasaran itu langsung melihat ke arah bocah laki-laki yang dipanggil Feng tadi. Siapapun yang melihat Feng akan langsung jatuh cinta karena mata bulatnya yang lucu dan bibir berbentuk hati yang amat menggemaskan. "Apa ini keponakanmu, Bi?" Tanya Lilian karena tadi GuaHeng sempat mengatakan sebutan bibi pada Feng.
"Kamu tidak melihat tadi sedang berhenti di depan apa?"
"Tidak? Saya tidak lihat apa-apa"
"Ah, pasti palangnya jatuh lagi karena angin. Naiklah, nanti kamu akan melihat semuanya. Feng-ah, gandeng tangan Bibi ini, ya?"
Feng menurut dan memindahkan tangan kecilnya untuk melingkari telunjuk Lilian. Tentu saja Lilian langsung luluh seketika. Namun sepertinya bocah itu masih belum bisa terlalu banyak bicara, sedari tadi responnya hanya mengangguk dan menggeleng. Mereka bertiga naik dan Lilian sebisa mungkin juga menjaga GuaHeng agar berhati-hati menaiki tangga gelap. Kemana semua lampu di sini?
Sampai akhirnya ada beberapa kamar yang tertutup. Feng langsung melepas tangan Lilian dan masuk ke sebuah ruangan yang masih cukup baru dan ada beberapa ranjang yang masih kosong. Mata Lilian langsung terbuka lebar saat ia melihat ada banyaknya anak yang sedang tertidur pulas di atas ranjang berjejer pada setiap kamarnya. "Sebentar, Bibi ambilkan baju ganti, apa kamu mau mandi dulu?"
"Tidak usah Bi, cukup saya keringkan saja rambut dan tubuh"
Lilian memasuki kamar dengan pencahayaan remang dimana Feng sedang berdiri di atas kasurnya sambil melihat ke arah Lilian. Rasanya seperti semua tangisan dan caci makian yang baru saja dikirimkan oleh Lilian kepada langit terjawab seketika. "Mama!" Panggil Feng. Iya, panggilan itu yang sangat diidamkan oleh Lilian setelah ia diperiksa oleh dokter dan ternyata sulit untuk mempunyai anak. Ditambah lagi, sang suami sedang asik bercumbu ria dengan wanita lain di tempat penginapan mereka. Sungguh kehidupan yang sangat sempurna.
"Kemari, Nak" Lilian berjongkok dan membuka lengannya lebar-lebar. Feng berlari kecil dan masuk ke dalam pelukan hangat tubuh Lilian yang sedikit menggigil. Tubuhnya tidak sepenuhnya basah, hanya sedikit kepala dan bagian kaki hingga pahanya. "Feng-ah, kamu tidak kesepian tinggal di panti asuhan?"
"Siapa yang berani membuangmu? Mereka pasti sudah menyesal telah membuang anak pintar sepertimu" Feng tidak menjawab dan hanya mengerjapkan matanya. Detik itu juga Lilian sudah memutuskan pilihannya, Feng akan menjadi anak angkatnya. "Si Cheng, bagus? Pemikir yang sempurna, Dong Si Cheng. Mulai sekarang, namamu adalah Dong Si Cheng"
: : :
"Aku tau! Tapi dia tetap anak pertama kita!"
"Tapi aku cuma mau anak aku yang jadi penerus! Apa? Dia bisanya cuma ngelukis aja gitu!"
"HA! BAHKAN SELINGKUHAN KAMU AJA JUGA SENIMAN, DASAR IDIOT"
Plak!
"Jaga ucapan kamu Yen Shu! Sudah baik aku ambil kamu sebagai istri dari keluarga miskin kamu itu!"
Semua pertengkaran itu didengar oleh Si Cheng kecil yang memang masih mempunyai kebiasaan untuk keluar kamar malam-malam. Tepatnya 4 tahun setelah Si Cheng di adopsi, Lilian akhirnya berhasil hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Dong Ren Jun. Tentu saja Tuan Dong sangat senang dengan kabar itu. Namun entah apa yang tidak bisa menahan Tuan Dong untuk terus melakukan tabiat buruknya dengan berselingkuh sana-sini dengan banyak perempuan.
Sejak saat itu, Lilian akhirnya berambisi untuk membuktikan bahwa Willy juga bisa menjadi anak yang cerdas dan cemerlang untuk memimpin sebuah perusahaan. Walau begitu, Tuan Dong masih bersikukuh akan memberikan semua aset dan warisannya atasa nama Raymond. Tapi akhirnya setelah melihat banyaknya pencapaian Willy, Tuan Dong mau mempertimbangkan lagi soal warisannya.
Justru Lilian merasa sangat bersalah dan menyesal karena sudah mengubah Willy menjadi anak yang benci terhadap ibunya sendiri. Sejak awal, ia tidak ada maksud begitu. Kehidupan yang mengubahnya menjadi seperti itu. Bahkan, Lilian tidak pernah menggubris Raymond sama sekali karena benci seharusnya ia tidak usah melahirkan anak dari suami bejadnya.
: : :
Oop, yang ini agak pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perilous
Hayran Kurgu[COMPLETED] Entah apa dosa masa lalu yang dilakukan oleh gadis malang yang kini menjalani kehidupan dengan sangat miris dan menjadi objek obsesi pacarnya sendiri. "Your will is my command" + bahasa ; surabaya-javanese + above 16. + warn: violence...