Part 2

714 38 4
                                    

Awal pertemuan Nayla dengan Je tidaklah baik, atau tidaklah sepenuhnya baik. Mungkin karena Nayla yang menyebabkan semuanya berjalan tidak baik. Bagaimana tidak? Je membuat semuanya nampak lebih baik baginya, sedangkan Nayla membuat semuanya nampak menjengkelkan bagi Je, setidaknya begitulah pemikiran Nayla.

Pagi ini, Nayla kembali membaca deretan mading di lobby sekolah, kali ini kolom puisi. Wajahnya tetap datar, walau ia akui puisi itu sedikit menyentuh. Sedikit.

'Kau tak pernah mengerti tentang apa yang kurasa.

Percayalah, tak akan.

Ah! Coba katakan padaku!

Apa salah bila ku bertanya pada rembulan malam tentang perasaanku?

Apa salah bila ku bertanya pada semilir angin di bawah embun pagi tentang perasaan yang tak pernah terungkap?

Apa salah bila ku bertanya pada sinar mentari yang menyongsong indahnya hari tentang keadaan yang tak pernah menyatu?

Dimana keadilan saat rasa rindu mulai menggerogoti tiap jengkal nafasku?

Dimana rasa nyaman saat ku tau kau bahkan tak melihat keberadaanku?

Lihatlah aku bahkan hanya bagai setitik air dalam satu ember air!

Nampak tak berarti bukan?

Sungguh.....

Lalu apa yang ku harap selagi aku lagi-lagi merindumu dalam diam?

Merindumu dalam tiap sesak yang ku rasa sendiri.

Merindumu dalam setiap kenangan dan nostalgia hidupku.

Merindumu dalam tiap kata yang ku untai dalam bait doaku.

Harapan setidaknya nyata bagiku karena ku dapat merindumu walau dalam sakit yang tergesa.

Lalu apa jawabmu atas setiap pertanyaanku?

Katakan, maka ku akan merindumu dalam dan dalam.'


"Tersentuh?" Je sudah ada di samping Nayla.

"Ha? Em, puisinya bagus." jawab Nayla seadanya. Kenapa harus bertema rindu? Diam-diam Nayla menahan sesaknya sendiri. Puisi itu nampak mewakilinya walau sedikit.

"Kamu bercanda? Penulisnya menulis dengan sepenuh hati!"

"Darimana kakak tau?" Nayla lalu berjalan perlahan meninggalkannya sedikit di belakang.

Je mengikutinya, berusaha menyamai langkah Nayla. Dia terlihat sedikit gusar, sepertinya.

"Kakak yang buat ya?" tembak Nayla langsung.

"Ha?" wajah Je nampak terkejut.

"Bercanda." kata Nayla sambil melempar senyum dan berlalu meninggalkan Je yang diam berdiri sendiri.

'Rambut ekor kuda, dengan seragam yang sedikit berantakan, berjalan di depanku. Khas gaya seorang Nayla, tomboy dan agak sedikit berantakan. Tidak seperti teman perempuanku yang lainnya. Mungkin kamu berbeda, dan spesial.'

Tanpa sadar, Je memperhatikan Nayla berjalan di depannya dan membuat simpul di sudut bibirnya.

"Hey, Nayla!" panggilan Je sukses membuat Nayla berhenti sejenak dan berputar menghadapnya, "Jangan panggil aku 'kak'. Cukup Je saja."

Kata-kata Je disambut anggukan oleh Nayla sembari ia pergi.

***

Nayla membuka halaman ke sekian dari buku yang sedari kemarin ia baca. Menunggu orang yang menjemput dari rumah adalah pekerjaan yang cukup menyebalkan bagi gadis itu.

Dunia Bersamamu // TOVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang