Part 18

464 40 9
                                    

"Bukan karena ngehindar Nayla kan?"

Ucapan Mada siang tadi berhasil membuat Je uring-uringan.

Bagaimana? Bagaimana ia menjawab? Bahkan ia tidak bisa menjawab untuk dirinya sendiri.

Saat pertanyaan itu dilontarkan oleh sepupu sulungnya, Mada, Je hanya menatapnya, sedangkan Mada tersenyum mengejek. "Kalo cuma mau ngehindar dari Nayla, mending keluar negeri sekalian. Atau keluar planet." Ia meneguk air mineral di gelas di hadapannya lalu kembali berkata pada Jeremy, "Jangan nyakitin diri lo sendiri. Ungkapin apa yang mau lo ungkapin. Lo pasti ngerti maksud gue."

Je memucat. Hendak melayangkan protes. "Tapi Ugi?"

Dan saat itu pula Mada berlagak berpikir, menyilangkan kedua tangannya di depan dada, lalu menghela napas sebelum kembali berucap, "Gini ya Jeremy, ini masalah hati. Atau katakan seperti ini. Siapa cepat dia dapat."

"Tapi dia bukan barang, apalagi undian!" Seru Je cepat memotong ucapan Mada yang berdiri di hadapannya yang masih duduk dengan memegang gelas.

"Gue cuma memberi perumpamaan aja. Ngga bermaksud." Mada tersenyum lalu pergi dengan memberi tepukan di satu pundak Je.

***

Jeremy berjalan di koridor sekolah dengan tas ransel di punggungnya. Ia masih mengenakan seragamnya, setidaknya sampai hari ini. Hari dimana ia akan membereskan semua berkas administrasi dengan sekolahnya. Sekolah dengan tiga lantai dan cat berwarna putih gading untuk setiap inci dindingnya. Sekolah dengan banyak pengalaman, terlebih untuk dirinya.

Menjadi ketua OSIS, menjadi anggota untuk tim basket dan majalah sekolah, juga untuk bisa bertemu dengan Nayla.

Tepat saat pikiran Je menyebut nama adik kelas yang berhasil mencuri perhatiannya sejak masa orientasi itu, Nayla terlihat keluar dari ruang tata usaha dengan buku absensi siswa untuk kelasnya di tangan. Nayla menutup pintu dan dirinya membeku mendapati Je berdiri tidak jauh darinya. Je tersenyum sebisa mungkin walaupun terlihat kaku.

Nayla berusaha tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan, berusaha untuk berpura-pura tidak melihat Jeremy, sampai, "Tali sepatumu lepas." Ujar Jeremy. Nayla berhenti, kemudian mengecek keadaan sepatunya. Ia memejamkan mata sejenak suatu menyadari suatu hal.

'Bodoh!' Rutuk Nayla pada dirinya sendiri.

Bagaimana tidak? Sepatunya bahkan tidak bertali!

Jeremy menjebaknya dan berhasil! Nayla menoleh pada Jeremy yang nampaknya sedang menahan tawa karena wajahnya memerah dan senyum tercetak jelas di wajahnya.

"Ck, mau apa sih? Aku mau masuk kelas nih!" Jeremy mendekat, "Mau pamitan." Senyum Je sedikit melemah. "Itu aja kok." Sambungnya lagi. Nayla memeluk buku absensi siswa itu di dada lalu mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke cover buku itu, lalu perlahan mulai mengatur nafas dan mengangguk-angguk.

"Kapan?" Tanya Nayla tanpa melihat Jeremy.
"Aku ngga mau bilang." Dan seketika itu pula mata Nayla menatap tajam Jeremy.
"Kalian tuh sama aja ya!"
"Kalian?" Jeremy mengulangi.
"Kamu sama Ugi!"

Lalu Nayla berjalan menjauh dari Jeremy. Membuat Je kembali menyusun kepingan-kepingan informasi dan petunjuk yang ia punya antara Nayla dan Ugi.

***

KRING...

Bel berbunyi pertanda bahwa istirahat sudah dimulai. Membuat para siswa/siswi sekolah menengah atas itu berhamburan dari kelasnya masing-masing. Biasanya kantin akan menjadi tujuan utama. Namun berbeda dengan Nayla dan beberapa anak majalah sekolah. Mereka mendapat pengumuman akan adanya rapat singkat yang mendadak ini, membuat mereka terjebak dalam ruang kesenian untuk beberapa menit ke depan.

"Oke, semua udah pada ngumpul kan? Cepet aja ya, soalnya gue juga laper!" Ucap anak lelaki bertubuh tinggi nan kurus bernama Dewa yang adalah ketua dari majalah sekolah ini.

"Ini mungkin murni ide gue, tapi gue yakin lo semua pasti setuju. Kalo ada yang ngga setuju, bilang sekarang. Soalnya majalah dinding sama majalah edar udah mesti jadi tiga hari lagi. Oke?"

Ia lalu melanjutkan ucapannya tanpa mendapat jawaban dari anggota lainnya terlebih dulu.
"Berhubung salah satu anggota kita, Je, mau pindah, kita kasih update tentang dia di majalah. Gimana? Ya profilnya, fotonya, semuanya. Satu majalah dengan cover dia juga. Nanti kita masukin foto kita sama dia di majalah edar. Gimana?" Anak kurus tinggi berkacamata dengan dasi yang mulai berantakan yang bernama Dewa itu berhenti berucap, menunggu respon anggota lainnya.

"Ini agak berlebihan ngga sih? Kesannya satu majalah buat dia?" Tanya Nayla hati-hati.

Dewa tersenyum, "Menurut gue ngga masalah. Dia aktif dan berprestasi. Yang lain gimana?"

Tak ada yang protes, mereka semua menangguk setuju. "Oke, gue bisa minta tolong sama lo, Nay? Kalo majalahnya udah terbit, lo yang kasih ke Jeremy ya!" Nayla melongo, hendak protes namun Dewa lebih cepat menjawab, "Soalnya lo yang paling deket sama dia!"

"Udah kan? Yaudah yuk, bubar. Istirahat sepuluh menit lagi abis nih. Thankyou guys!"
Lalu dalam tiga puluh detik selanjutnya, ruang kesenian sudah kosong.

Nayla bergegas menuju kantin untuk memesan jus alpukat. Setidaknya itu bisa untuk mengisi perutnya dalam tempo cepat. Lalu ia berjalan ke arah kelas sampai anak perempuan berambut hitam sebahu yang Nayla tau adalah anggota tim basket sekolah menghampirinya dan memberi satu buah bolu kukus beserta kertas di atasnya.

"Dari dia tuh." Ucapnya sambil menunjuk Je yang sedang bermain basket di lapangan dengan dagunya. "Makasih." Jawab Nayla canggung. Anak perempuan itu tersenyum kemudian berlalu.

'Kemana aja sampe ngga sempet makan? Dimakan ya!'

Nayla melihat ke arah lapangan, tempat Je bermain basket dengan anak-anak lainnya untuk menghabiskan sisa waktu istirahat. Saat itu pula Nayla merasa dunianya akan kembali sepi sebentar lagi.

***

Slow update banget ya haha
Makasih yang udah nungguin, jangan lupa vote sama comment.

Di media ada Jeremy yang pake jersey basket di lapangan indoor lagi cium pipi Jemima, adiknya. How sweet :')

Dunia Bersamamu // TOVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang