Sret... sret...
Goresan tinta pulpen berwarna hitam beradu dengan halusnya kertas polos putih berukuran A4. Istirahat ini, Nayla masih duduk di bangkunya, tanpa berniat untuk sarapan di kantin. Deadline pengumpulan cover untuk majalah edar di sekolah setiap bulan sudah menunggunya. Itulah sebabnya ia absen sejenak dari majalah dinding.
Ia memasang headset di telinganya dan memutar instrument River Flow in You milik Yiruma.
"Tsk!"
Dalam sekejap konsentrasinya buyar begitu saja. Ingatan itu kembali menyeruak.
Nayla melepas headset-nya dengan kasar, lalu mencorat-coret desain cover yang sudah dibuatnya. Ia meletakkan asal handphone-nya di atas meja, lalu kemudian berlalu begitu saja keluar kelas. Bahkan begitu cepatnya atau karena begitu tidak pedulinya dengan sekitar, ia tidak mendengar panggilan si ketua OSIS, Jeremy.
Je melihat Nayla yang keluar kelas dengan tampilan kacau, berbeda dengan Nayla yang pagi tadi baru saja merona karena ulahnya.
'Kenapa kamu begitu penuh misteri sih, Nay?'
Ia berjalan menuju bangku Nayla, lalu melihat handphone putih yang tergeletak begitu saja di mejanya. Je memutuskan untuk melihat isi handphone Nayla, sedikit lancang tapi ia harap itu bisa membantu.
Layar handphone Nayla menunjukkan aplikasi pemutar musik dengan istrument River Flow in You yang telah diputar dan gumpalan kertas tepat di sebelahnya.
Je tidak mengerti, setidaknya belum. Ia harap Nayla yang akan bercerita dengan sendirinya, kelak.
***
Nayla mengatur nafasnya, menatap dirinya sendiri dengan penampilan seperti saat ini membuatnya semakin kacau. Ia membasuh wajahnya dan membiarkan anak-anak rambut ikut basah dengan nakalnya.
"Hhhh" nafas ia hembuskan, berat.
'Kenapa masalah hati seperti ini?' desisnya dalam hati.
Sedangkan di tempat lain, Reuben seorang diri di ruang keluarga rumahnya, mencari acara bagus untuk ditonton. Sambil memakan beberapa makanan ringan dan susu strawberry dalam kemasan, ia menyenderkan punggungnya ke sofa. Acara televisi bahkan tidak mampu menarik minatnya. Argh! Kepalanya terasa penuh hanya karena satu nama yang tak pernah bisa pergi dari pikirannya.
'Mungkin aku harus melanjutkan studiku.'
Dalam satu gerakan cepat, ia raih handphone berwarna hitam di saku celananya. Browsing mengenai dunia perkuliahan nampaknya akan baik. Satu nama universitas beserta jurusan yang akan ia geluti kelak sudah ia dapatkan.
Semakin cepat ia melanjutkan studinya, semakin sibuk ia, semakin..... apa yang ia harapkan?
Reuben menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bukan untuk melupakan siapa gadisnya dulu. ini hanya untuk melanjutkan studinya kembali ke jenjang yang lebih tinggi.
'Ya, hanya itu.' Tegasnya dalam hati.
***
"Nay!" Jeremy sudah ada di depan kelas Nayla dengan memegang dua gelas plastik berisikan teh hangat dan dua bolu kukus coklat di atas tutup gelas tersebut.
Langkah kaki Nayla beranjak lebih cepat sejak panggilan itu terlontar. Matanya berbinar melihat apa yang ada di tangan Jeremy. Senyuman hangat terulas dari wajah Nayla, dan Je bersyukur atas itu.
'Biarkan kelabu itu menjauh dari wajahmu.'
"Ehem!" dehaman Nayla memecah lamunan Je.
"Oh, hai! Ehm, ini. Kayanya kamu sampe ngga sempet ke kantin gara-gara itu?" dagu Jeremy menunjuk ke arah kertas-kertas dengan berbagai coretan di atas meja Nayla.
"Ngga juga. Thankyou!" Nayla mengambil sebuah bolu kukus dan segelas teh manis hangat dari tangan Je, lalu berjalan beriringan ke tempat duduk Nayla.
Je mengambil salah satu kursi di sebelah Nayla, lalu duduk di situ. Nayla menyalakan handphone-nya dan terlihat aplikasi pemutar musik dengan menampilkan yang baru saja didengar olehnya.
"Kamu suka instrument itu?" tanya Je tiba-tiba.
"A-ha!" jawab Nayla yakin. Ia tetap suka dengan instrument itu, walau tidak dengan kenangannya.
"Ah! Kamu harus ketemu sama sepupuku!" alis Nayla menyatu sedangkan tangannya membuka plastik yang membungkus bolu kukus. "Iya, dia suka banget main gitar. Dulu waktu sebelum dia pergi ke Denver sih, dia sering banget mainin instrument itu. Dia bilang kalo someone special-nya suka banget kalo dia main instrument itu." Je bercerita dengan menggebu, membuat Nayla mau tidak mau ikut penasaran dengan setiap ceritanya.
"Kamu deket banget sama dia?"
"Bisa dibilang gitu. Umur kita sama, tapi dia udah lulus SMA."
"Kok bisa?"
"Dia akselerasi. Waktu dia kelas 9, dia dapet beasiswa ke Denver buat SMA di sana. Tapi SMA-nya lebih cepet setahun daripada disini. Harusnya dia sama kaya aku, masih kelas 11. Jadi, ya dia udah lulus sekarang. Mungkin bakal lanjut kuliah juga tahun ini."
"Kamu kelas 11. Dia lebih cepet setahun? Bukannya itu berarti dia harusnya masih kelas 12 sekarang?" tanya Nayla bingung.
"Kamu kritis juga ternyata. Iya, kamu bener. Tapi kayanya otak sepupuku kelewat jenius. Dia bisa ngelewatin pelajaran kelas 11 dalam waktu 3 bulan. Jadi ya dilompat lagi. Enak juga jadi dia. Ngga usah sekolah lama-lama. Haha!"
Nayla fokus dengan cerita Jeremy.
"Dan kamu tau? Dari tiga tahun itu, yang dia certain selalu sama. Bukan tentang sekolah atau apapun. Tapi tentang satu nama. Ya someone special-nya yang disini itu. Di Indonesia. Adik kelas yang bikin dia jatuh hati, mungkin."
Nayla diam. Ia mendapati kesamaan dalam cerita yang Jeremy lontarkan. Tapi bukankah kesempatan dan cerita itu bisa terjadi dengan siapa saja?....
***
Udah mulai nebak-nebak? Hehe, pasti udah pada bisa nebak nih alurnya :p coba komentar gitu gimana alur selanjutnya (?)
Itu di media ada Sungha Jung bawa lagu River Flow in You ya.
Makasih yang udah baca, vote, komen, follow ^^
Semoga suka! Happy Holiday <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Bersamamu // TOV
Fanfiction"Inilah duniaku, untuk bersamamu." Cover by : Jessica Ayu Eka Pramudita