Part 5

521 34 1
                                    

Reuben bangun dari tidurnya, melihat ke arah jam beker di lemari di samping tempat tidurnya. Reuben melihat fotonya bersama dengan seorang perempuan manis tergeletak di samping jam bekernya. Perempuan yang hadir di mimpinya akhir-akhir ini.

'Kangen banget aku sama kamu.' batin Reuben.

Reuben menuruni tangga rumahnya, melihat ke arah meja makan, dilihatnya Mada disana.

"Hai Mad." Reuben menyapa kakak sulungnya dengan lemas.

"Wanna some breakfast?" kata Mada sambil meminum susu yang tersedia di atas meja makan.

"No, thank's." Reuben menjawab singkat, lalu berjalan ke teras rumah bersama Malibu, gitar kesayangannya.

Sekali waktu, ia bersenandung mengikuti melodi gitarnya. Bersandar di pilar rumah dan menikmati sejuknya udara pagi, ia memejamkan mata untuk menghafal semuanya.

Sebersit waktu membawanya ke waktu dulu.

'Udah berapa kali aku bilang? Hati-hati kalo main basket. Lagian masa anak perempuan main basket sih? Kaya sepupu aku yang laki-laki, tau?' Reuben berucap panjang lebar.

'Berisik.' kata anak perempuan di depannya sambil menutup mulut Reuben.

'Sakit tau?' kata anak itu lagi sambil mengusap lembut kepalanya dan berjalan mencari tempat duduk di sekitar lapangan.

'Siapa suruh manggil aku? Tau aku lagi main basket malah dipanggil! Tau kalo dipanggil itu nengok!' protes anak manis itu.

Ini bukan kejadian pertama kalinya perempuan yang ada di hadapan Reuben terkena pantulan dari bola basket yang ia pantulkan sendiri ke atas ring. Sesalnya, sering bola basket itu meleset dan tidak masuk ke dalam ring, tapi justru memantul lagi. Sialnya, itu sering terjadi saat Reuben memanggilnya, menyebabkan kepalanya terkena pantulan bolanya sendiri.

"Gue berangkat dulu ya." kata Mada sembari menenteng kunci mobilnya dan berjalan menuju garasi rumah, memecah lamunan Reuben dan menghentikan sejenak kegiatannya dengan Malibu.

"Mada bareng!" seru Mikha sambil membawa setangkap roti beroleskan selai coklat di tangannya.

"Kuliah?" tanya Reuben.

"Iyalah emang kemana? Haha! Oya, lo mending jangan di rumah terus deh. Jalan-jalan aja. Refresh your mind, Gi!" kata Mada, tersenyum menyembulkan kedua lesung pipinya.

"Gampanglah." jawab Reuben yang ditanggapi ibu jari dari kakaknya dan pamitan dari Mikha.

"Gue pulang rada sore ya Gi, bye!" kata Mikha lalu kemudian terdengar deru mobil bersiteru dengan panasnya aspal jalan.

***

Ketika mobil sudah menghilang dari hadapannya, Reuben memasuki kembali pelataran teras rumahnya, membawa masuk Malibunya, lalu mandi. Dilihatnya koper di samping tempat tidurnya.

"Saatnya beres-beres." katanya lebih pada dirinya sendiri.

Perlahan Reuben memasukan baju-bajunya ke dalam lemari. Satu sweater mencuri perhatiannya. Sweater berwarna coklat muda, dengan satu rajutan berwarna merah dengan tiga huruf yang membentuk satu kata 'ugi' di sudut kiri atas. Ia memejamkan mata dan memeluk sweater itu hangat. Reuben kemudian memakai sweater itu, lalu pergi keluar rumah.

"Apakah semuanya benar-benar sudah berubah?"

***

Langkah kaki Reuben berhenti di depan sebuah minimarket, pandangannya tertuju pada sepasang anak dengan seragam putih abu-abu yang tak asing di matanya. Nayla dan.......

Je? Jeremy?

Nayla masuk ke dalam minimarket tersebut namun Je memilih menunggu di luar. Reuben merasa ada yang tidak enak pada tubuhnya, ia berniat segera pulang untuk istirahat, namun panggilan menghentikannya.

"Gi!" Jeremy memanggil dari kejauhan.

"Je? Lo ngapain disini?" Reuben tidak sepenuhnya berpura-pura. Ia memang tidak tau pasti alasan Je ada di sekitar sini.

"Harusnya gue yang tanya. Lo ngapain disini? Gue lagi anter temen gue pulang. Tapi dia mampir ke dalem minimarket dulu. Eh gue liat lo disini, yaudah gue panggil aja." jelasnya.

"Temen?" Reuben mencoba menggoda Reuben, namun tanpa disangka, Je terlihat salah tingkah.

"Nanti kapan deh gue cerita sama lo pada." Wajah Je memerah ditambah dengan Reuben yang mencoba tertawa di hadapan sepupunya itu.

"Gampang, gampang. Yaudah deh, gue balik dulu ya. See ya."

Tanpa menunggu jawaban Je, Reuben pergi berlalu dari hadapannya.

Je nampak bingung dengan sikap sepupunya itu, namun rasa penasarannya mendadak buyar waktu dilihatnya Nayla keluar dari minimarket.

Di perjalanan, Reuben tersenyum, seperti tau semuanya akan baik-baik saja.

***

Nayla keluar dari minimarket, membeli dua buah minuman. Dua botol minuman rasa jeruk kini ada di tangannya. Ia mencari Je yang ternyata sudah ada cukup jauh dari minimarket tempatnya membeli minuman.

"Je!" Nayla setengah berlari kecil menghampirinya, lalu memberi satu botol minuman yang tadi ia beli padanya. Je tersenyum dan mengucapkan terima kasihnya, sopan.

"Kok disini?" tanya Nayla penasaran.

"Iya tadi kebetulan ada sepupuku disini, tapi barusan aja pulang." katanya, lalu meneguk minumannya.

Nayla melihat ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari sepupu yang dimaksud Je.

"Sepupuku baru kembali dari Denver. Namanya....."

Drrt........ Drrrtt.......

Ucapan Je terpotong karena getaran yang keluar dari handphone-nya. Ia seketika sibuk dengan handphone-nya lalu menatap Nayla dengan senyuman singkatnya.

"Em, kayanya aku langsung pulang ya? Ada yang nyari, dadakan. Hehe." Je menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.

Nayla tersenyum mengejek, "Emang siapa yang suruh kamu mampir? Ngga ada kok, wleee!"

Nayla merasakan kepalanya hangat karena Je mengusapnya dengan perlahan, "Dasar. Yaudah aku pamit dulu. Bye."

Dalam hitungan detik Je sudah menghilang dari hadapan Nayla.

***

Ria, mama Nayla, menyeduh tehnya, sembari sesekali melihat anak semata-wayang-nya yang masih berkutat dengan kertas warna-warni di meja tamu sejak sore tadi.

"Udah, istirahat dulu Nay. Dari tadi hanya kertas-kertas itu saja yang kamu perhatikan." katanya, lalu menyeruput sedikit tehnya.

"Makan dulu sana, mama udah buatin kamu puding coklat juga tuh." katanya lagi.

"Nanggung ma." katanya masih dengan menulis beberapa kata di beberapa lembar kertas warna-warni.

"Nay, ayo dong makan dulu."

Nayla mengikuti kata mamanya, lebih memilih menurut daripada bertengkar karena tidak mau mengalah. Tapi kalau boleh jujur, Nayla akan lebih senang jika menyelesaikan pekerjaannya dulu, baru ia bisa makan dengan nikmat.

Ia duduk di meja makan dan memakan makanan yang disediakan dengan secepat yang ia bisa. Ria yang mengerti karakteristik anaknya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Mbak, ada telepon." ucap Mbok Na lembut dengan medok jawanya sambil menyerahkan handphone yang kebetulan berada di atas nakas yang sedang ia bersihkan.

Nomor tidak dikenal.

***

Siapa hayo yang telpon? Haha

Vomment dong hehe makasih!

Oh ya coba pas baca pake lagu yg di media deh "mungkin nanti" dari Peterpan coveran TheOvertunes pas di XFactor :)

Dunia Bersamamu // TOVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang