Nayla berlari kecil di koridor sekolah, nyaris terlambat untuk hari ke dua-belas-nya bersekolah secara resmi di sekolah menengah atas ini. Tepat saat ia menempati tempat duduknya di kelas, bel berdering.
"Nyaris saja kamu terlambat, Nayla." kata Ellen, seseorang yang entah sudah beberapa hari ini duduk di sebelah Nayla. Entah karena ia mengerti akan sikap Nayla yang cenderung dingin dan tak terbuka atau karena ia juga bersikap sama dengan Nayla.
Entahlah.
Bel berdering menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Benar saja, jam pertama matematika yang seakan membunuh Nayla secara perlahan.
Angka, rumus, dan segala tetek-bengeknya membuatnya muak, terlebih karena kenangan itu. Ia hanya bisa berharap kini ada keajaiban yang membuat jam pelajaran matematika ini secepatnya berakhir.
"Silahkan buka halaman 23 dan kerjakan latihan di sana! Nomor pertama, saya minta Ellen untuk mengerjakannya."
Tak lama terdengar suara mendengus pasrah dari Ellen. Dia nampak tak bersahabat dengan matematika dan semua soal yang berkaitan dengan angka.
"Nomor dua, Nayla." setelah mendengar ucapan guru di depannya, Nayla hanya bisa bersabar dan berharap jam pelajaran ini akan benar-benar cepat berlalu.
Ia bukan tipe anak yang benci dengan matematika atau angka. Matematika pernah menjadi temannya, dulu. Hanya saja sekelebat rasa sesak seperti membuatnya ingin meledak.
Tok.
Tok.
Tok.
Pintu kelas terketuk, membuat guru yang sedang mengajar menghentikan sejenak kata-katanya, sedangkan Nayla tak begitu peduli, ia terus mencoba mengerjakan soal yang ada dalam bukunya.
'Bagaimana aku bisa memperhatikan siapa yang akan masuk ke kelasku kalau tidak lama lagi aku akan mengerjakan satu soal matematika di papan tulis?' Nayla membatin.
"Ya masuk!" setelah kalimat itu terlontar dari guru di kelas itu, masuklah beberapa murid dari luar. Nampak wajah yang tak asing bagi kami, anak-anak baru sekolah menengah atas ini.
Sebentar Nayla mengalihkan pandangannya dari halaman 23 ke arah pintu, sekedar untuk melihat siapa yang memasuki kelas.
OSIS!
Jelas mereka menjadi salah satu yang bertanggung jawab atas semua kegiatan yang akan anak sekolah dari kelas sepuluh hingga dua belas laksanakan selama siswa-siswi bersekolah.
Je dan beberapa anak OSIS lainnya memasuki kelas itu dan tersenyum waktu matanya dan mata Nayla beradu.
Ellen menyenggol lengan Nayla pelan, "Apa?" tanya Nayla yang mengalihkan sedikit pandangannya dari Je yang baru masuk ke dalam kelas.
"Dia tersenyum padamu!!" kata Ellen nyaris tak bersuara, tercekit. Nayla memandang teman sebangkunya dengan heran, "Lalu?" tanya Nayla.
Ellen mengalihkan pandangannya, menghadap kepada Nayla, "Kamu tidak mengenalnya?" Nayla diam dan menatap Ellen dalam bingung, "Dia ketua OSIS, anak basket, ramah, dan ah...." kata Ellen sambil kembali menatap Je yang masih berbicara di depan kelas.
'Fangirling', pikir Nayla.
Nayla hanya mengangguk dan ia kembali mengerjakan soal di bukunya.
"Nah silahkan, bagi nama-nama yang sudah disebutkan oleh para anak OSIS ini boleh keluar kelas dan ikut dengan mereka." kata guru yang ada di depan kelas.
Oh sudah selesai, kata Nayla dalam hati.
"Nayla!" Ellen berbisik memanggil teman sebangkunya dan menunjuk arah pintu dengan dagunya. Namun tak mendapat tanggapan berarti dari Nayla.
"Em, Nayla? Ayo!" kata Je yang ternyata masih ada di kelas, menunggu. Tatapan Nayla bingung.
'Oh jelas saja, aku bahkan tak tau apa yang anak-anak OSIS itu bicarakan di depan kelas. Aku pasti akan dihukum oleh si ketua OSIS ini.' pikir Nayla.
"Baiklah, baiklah." jawab Nayla santai dan meletakkan alat tulisnya di meja, lalu pergi keluar kelas, begitu pun dengan Je, sedangkan beberapa nama anak kelas yang disebutkan, juga anak OSIS lainnya sudah lebih dulu pergi.
***
Sekarang apa?
Nayla menunggu Je keluar dari dalam kelasnya.
"Maaf." kata gadis itu cuek.
"Untuk apa?" Je yang sudah sedikit berjalan di depan gadis itu, kini berhenti dan kembali ke hadapannya.
"Karena aku tidak mendengarkan sedikitpun kata-kata yang kalian ucapkan di depan kelas tadi, tapi aku punya alasan!" kata Nayla buru-buru dan Je masih diam mendengarkan.
"Aku mengerjakan soal matematika, karena sebelum kalian masuk dan mengajakku keluar kelas, aku diminta untuk maju mengerjakan soal nomor dua dari soal latihan yang ada di buku."
"Karena ku pikir aku akan kekurangan waktu untuk mengerjakan soal itu jika aku mendengarkan kalian. Jadi, aku minta maaf. Karena itu kan kamu mengajakku keluar kelas? Mau menghukumku?" jelas Nayla panjang lebar.
Je diam dan sedikit terkekeh.
"Kamu punya jalan pikir yang berbeda ya ternyata."
"Kalian semua yang dipanggil keluar adalah yang akan membantu kami dalam pembuatan majalah dinding sekolah." jelas Je.
"Aku? Kalian salah orang. Aku bahkan tak berbakat sama sekali di bidang seni."
"Kamu meremehkan kami dalam memilih petugas mading?" kata Je seraya tersenyum penuh arti.
"Bukan begitu, maksudku..." Nayla sedikit mengerucutkan bibirnya dan memutar bola matanya.
"Sudahlah ayo!" Je menarik tangan Nayla sehingga gadis itu bisa menyamai langkahnya.
***
Sa ae Je.
Hahahaha semoga suka ya!Eyaaa, yang belum tau Mikha (salah satu sepupu Je, selain Mada dan Reuben) fotonya ada di media ya.
Masukin ceritaku ke reading list atau library bisa kali *ini harapan* lol
Thankyou ♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Bersamamu // TOV
Fanfiction"Inilah duniaku, untuk bersamamu." Cover by : Jessica Ayu Eka Pramudita