Selepas menandatangani berkas pernikahan, memasangkan cincin, serta sungkeman kepada orang tua masing-masing. Kedua pasutri baru itu kini tengah melaksanakan resepsi. Sambil membalas ucapan selamat dari para tamu, Aluna tidak henti-hentinya tersenyum mengingat bagaimana merdunya suara Althair saat membacakan Surat Ar-Rahman juga Al-Mulk sesuai permintaannya kala itu. Sementara Althair hanya menampilkan ekspresi datar serta sesekali mengangguk.
“Atha, senyum dong! Masa sama tamu jutek mulu. Enggak enak dilihat ih!” gerutu Aluna pelan.
“Ya udah enggak usah dilihat,” balas Althair tanpa menoleh pada Aluna.
“Ih, kamu mah! Entar orang-orang ngira kamu sombong lagi!” Melihat Althair yang seperti tidak mendengarkan ucapannya, membuat Aluna kesal. “Senyum dikit kek, yang ikhlas gitu,” lanjut Aluna.
“Senyum saya cuma buat kamu, enggak yang lain,” kata Althair seraya menatap Aluna yang kini mengerjapkan matanya. Memalingkan wajahnya guna menghindari tatapan Althair yang membuatnya salah tingkah.
“Kamu capek?”
“Hah?”
Althair menghela napas, memberikan pertanyaan lagi secara ulang. “Kamu capek?” Dibalas gelengan kepala dari Aluna.
Sebenarnya Aluna mendengar apa yang Althair katakan, hanya saja rasanya ada yang kurang jika tidak merespons ‘hah’.
“Kalau capek, duduk dulu nggak apa-apa,” sambung Althair.
Aluna menggeleng cepat. “Aku nggak capek, kan, ada kamu!” seru Aluna melingkarkan tangannya di lengan sang suami.
“Hm, iya.”
“Atha cuek banget sih!” sungut Aluna kesal. Sedari tadi suaminya hanya diam, berdiri kaku bagaikan patung. Tidak ada pembicaraan serius di antara mereka, Aluna yang kebanyakan mengoceh.
“Saya memang begini,” sahut Althair.
“Tapi waktu kecil enggak tuh, bahkan kamu sering cium-cium aku dulu. Ingat, kan?”
“Itu dulu waktu saya belum balig, jadi tidak apa-apa menyentuh kamu.”
“Sekarang juga enggak apa-apa kok, kan, udah sah. Ya, kan?” Aluna mengedipkan matanya genit. “Bahkan kalau mau lebih dari sekadar cium juga boleh.”
“Astaghfirullah,” ujar Althair refleks.
“Kok malah istigfar?!” Aluna kesal. Dia menghempaskan lengan suaminya lalu menjaga jarak. “Dasar nyebelin! Enggak bisa apa romantis sedikit sama istri di depan orang-orang,” gumam Aluna namun masih bisa didengar oleh Althair.
Pria itu menghela napas, mendekati istrinya yang kini tengah merajuk. Dilingkarkan tangannya pada pinggang ramping sang istri membuat si empunya terkejut. Aluna mendongak, menatap Althair yang lebih tinggi darinya. “Maaf,” bisik Althair di telinga Aluna, membuat Aluna sedikit merinding mendengar suaranya.
“Selama ini saya tidak pernah berdekatan dengan yang bukan mahram saya, makanya saya menjadi sedikit kaku dan tidak bisa berlaku romantis. Tapi, kalau kamu memang ingin saya berlaku romantis, saya akan mengusahakannya untuk kamu. Maafkan saya,” ungkap Althair jujur membuat Aluna terdiam. Apalagi saat pria itu menarik tubuhnya untuk menghadap Althair.
Kini keduanya saling berhadapan. “Jangan marah. Saya tidak suka melihat wajahmu cemberut seperti tadi. Anna uhibbuki fillah, yaa zaujati,” lanjut Althair seraya mencium kening istrinya. Membuat para tamu undangan dan orang tua mereka yang melihat menggoda keduanya.
Kedua pipi Aluna bersemu merah dibalik cadarnya, membuat Althair yang melihatnya terkekeh. Diraihnya tubuh sang istri untuk dibawa ke dalam pelukannya seraya menghujani kecupan di kepalanya. “Atha, aku malu,” bisik Aluna sembari mengeratkan pelukannya pada Althair dan menyembunyikan wajahnya yang memerah di dada pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHALUNA
RomanceStory 1 Hanya tentang dua insan yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. _____________________________________ Alunara Zevanya terpaksa menuruti permintaan orang tuanya yang ingin menjodohkan dia dengan anak sahabat mereka. Namun, siapa sangka jik...