“Aluna!”
Aluna membalikkan badan ketika mendengar teriakan seseorang memanggil namanya. Kata Althair, jika kita dipanggil seseorang alangkah lebih baiknya jika kita membalikkan badan ke orang itu, bukan hanya sekadar menoleh. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah juga.
“Bentar, capek banget gue ngejar lo,” ujar Audy.
“Nggak ada yang nyuruh lo ngejar,” kata Aluna kembali melangkah diikuti Audy di sampingnya.
“Kok lo udah berangkat sih, Lun?” tanya Audy heran.
“Lah, ya emang gue harus berangkat. Jadwal libur gue udah habis.”
“Tapi, kan lo baru nikah.” Audy menjeda sejenak kalimatnya. “Btw, gue minta maaf enggak sempat hadir di pernikahan lo. Sayang banget waktu itu nenek gue lagi sakit, padahal ini momen terpenting buat sahabat gue.”
Audy tersenyum tidak enak pada Aluna, ada perasaan bersalah dia tidak sempat menghadiri pernikahan Aluna disebabkan dia harus ke Surabaya menjenguk neneknya yang sakit. Aluna memang tidak menyembunyikan pernikahannya dari teman sekampus, hanya sebagian dari mereka saja yang diundang.
“Enggak apa-apa. Nenek lo udah baik-baik aja sekarang?”
“Sudah lebih baik,” jawab Audy. Aluna ikut senang mendengarnya. Audy menurunkan pandangan memperhatikan gaya pakaian Aluna yang terlihat berbeda tidak seperti biasanya. “Gue lihat-lihat penampilan lo jauh lebih baik sekarang, baru seminggu dan suami lo udah bisa mengubah cara lo berpakaian. Keren! Biasanya, kan, lo pakai jilbab yang mencekik leher. Kesel gue lihatnya kadang.”
Aluna tidak tersinggung, dia justru tertawa kecil mendengar penuturan Audy yang blak-blakan. “Hm ya, gue enggak mau lagi pake pakaian yang kurang bahan. Entah ke mana gue dulu sampe segitu enggak taunya tentang dosa seorang perempuan yang tidak menutup auratnya. Dan ya, gue bersyukur banget punya suami kayak Althair. Dia bisa bimbing gue untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi. Enak juga pakai kerudung menutup dada kayak gini, jadi lebih aman,” tutur Aluna tersenyum tipis.
“Gue ikut senang dengarnya, memang lebih enak dipandang, lo juga kelihatan makin cantik tahu,” puji Audy sungguh-sungguh membuat Aluna memukul bahunya seraya tertawa. Mungkin sudah menjadi kebiasaan seorang perempuan jika tertawa bersama temannya.
Audy menghela napas lelah, menyingkirkan tangan Aluna dari bahunya. “Semoga lo dan suami lo selalu bahagia, jangan sungkan cerita sama gue kalau lo ada masalah, ya?”
“Tentu, makasih Dy.”
Audy menganggukkan kepala. Mereka sampai di depan masjid, Aluna berniat melakukan salat dhuha. Kebetulan Aluna sudah selesai berhalangan, memang terhitung cepat karena hanya beberapa hari saja. Sementara Audy hanya menunggu Aluna saja di depan. Bukan karena Audy sedang halangan makanya tidak ikut, tetapi karena perempuan itu yang berbeda keyakinan dengan Aluna. Namun, itu bukanlah suatu penghalang bagi mereka untuk berteman.
Selang 15 menit kemudian, Aluna selesai melaksanakan salat dhuha dan keluar dari masjid menghampiri Audy. Wajahnya tampak berseri-seri. “Sorry, lama ya?”
Audy menoleh pada Aluna seraya menggeleng. “Enggak kok, santai aja.”
“Ya udah yuk ke kantin, lapar,” ajak Aluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHALUNA
Roman d'amourStory 1 Hanya tentang dua insan yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. _____________________________________ Alunara Zevanya terpaksa menuruti permintaan orang tuanya yang ingin menjodohkan dia dengan anak sahabat mereka. Namun, siapa sangka jik...