Tiga hari menginap di pondok milik Buya, Althair dan Aluna sudah kembali ke rumah mereka dan menjalani aktivitas seperti semula. Saat ini Aluna tengah berjalan menyusuri lorong kampus sendirian, Audy tidak berangkat karena sedang sakit.
Dikarenakan jam mata kuliahnya telah selesai, Aluna memutuskan untuk langsung pulang. Menghentikan langkah di depan gerbang, Aluna baru ingat jika dia belum mengabari Althair. Segera dia mengirim pesan pada Althair, mengatakan kelasnya telah selesai dan dia perlu jemputan secepatnya.
Sudah dua menit, tetapi Althair belum membalas pesannya. Aluna berdecak sebal. “Tumben belum bales,” gumam Aluna. Dia berpikir mungkin Althair tengah sibuk.
Aluna mengalihkan pandangan pada sekitar, melihat ada kafe yang tidak jauh dari kampusnya. Aluna kembali mengirim pesan pada Althair, mengatakan akan pergi ke kafe lebih dulu sembari menunggunya. Takut-takut Althair akan marah jika dia pergi tanpa izin seperti waktu lalu.
Selesai mengirim pesan, Aluna menaruh ponselnya ke dalam tas lantas berjalan menuju kafe depan kampusnya. Aluna duduk di pojok ruangan, sengaja ingin menyendiri. Seorang pelayan perempuan datang, mencatat pesanan Aluna.
“Saya pesan cake red velvet satu, sama minumnya lemon tea,” ujar Aluna menyerahkan buku menu pada pelayan tersebut.
“Baik, saya ulang. Cake red velvet satu, lemon tea satu. Apa ada tambahan?” Aluna menggeleng. “Mohon ditunggu ya, Kak. Permisi.”
Setelah pelayan tadi pergi, Aluna menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Dia memejamkan matanya sejenak. Tidak lama berselang, ponselnya berdering. Aluna membuka pejaman matanya, senyum tipis terukir di bibirnya mendapati panggilan dari sang suami.
“Assalamualaikum yaa zaujati. Maafkan saya baru membaca pesanmu, saya ada meeting tadi. Kamu sedang ada di kafe? Jangan ke mana-mana, saya segera ke sana, ya?”
“Wa’alaikumussalam, iya aku masih di kafe. Kamu hati-hati, jangan ngebut nyetirnya.”
“Na’am zaujati.”
Panggilan terputus, Aluna memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas bersamaan pelayan datang membawakan pesanannya. “Silakan dinikmati, Kak.”
“Terima kasih,” ujar Aluna sopan. Pelayan tersebut mengangguk ramah lantas pergi dari hadapan Aluna.
Aluna mulai menyantap cake itu dengan lahap, tidak peduli dengan wajahnya yang akan belepotan terkena cream. Hendak mengambil minum, Aluna terkejut mendapati seseorang berdiri di depannya. Aluna mendongakkan kepala berusaha untuk melihat wajah orang itu. “Aghas?” gumam Aluna.
Pradika Aghastya, sosok pemuda yang pernah tanpa sengaja bertabrakan dengan Aluna saat di belokan kampus.
“Boleh gue duduk di sini?”
Aluna langsung mengalihkan pandangan saat tidak sengaja menatap tepat pada manik mata Aghas. “Sorry?”
“Semua kursi udah penuh, boleh gue duduk di sini? Kalau lo keberatan, it’s okay gue bisa pergi,” ujar Aghas membuat Aluna memperhatikan sekitar. Benar saja, semua kursi di kafe itu sudah penuh. Aluna terdiam beberapa saat, ingin menolak tapi dia orangnya tidak tegaan. Membuat dia dengan pelan menganggukkan kepala. “Thanks,”ujar Aghas.
Aluna tersenyum canggung, dia mengambil gelas berisi minumannya dan meminumnya dengan perlahan. Aluna tersentak kala Aghas menyodorkan beberapa lembar tisu padanya. Dia mengerutkan dahi heran. “Bibir lo,” ujar Aghas membuat Aluna mengerjapkan matanya, masih belum mengerti. “Maaf, maksud gue bibir lo .... Eum sedikit belepotan.”
“Ah.” Merasa malu, Aluna menerima tisu dari Aghas dan membersihkan bibirnya yang terkena noda cream. “Makasih,” ujar Aluna.
Aghas mengangguk, menegak kopinya seraya memperhatikan Aluna. Cantik, batin Aghas. “Btw, nama lo Aluna kan? Dari fakultas kedokteran?” tanya Aghas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHALUNA
RomansaStory 1 Hanya tentang dua insan yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. _____________________________________ Alunara Zevanya terpaksa menuruti permintaan orang tuanya yang ingin menjodohkan dia dengan anak sahabat mereka. Namun, siapa sangka jik...