🌷32: Jebakan

12.3K 1.1K 53
                                    

Althair mengecup kening Aluna, menarik selimut untuk menutupi tubuh Aluna yang tengah terlelap. Dia beranjak ke dapur berniat mengambil minum, langkahnya terhenti tatkala mendengar panggilan seseorang.

“Assalamualaikum, Gus!”

Althair berbalik badan seraya menjawab salam orang tersebut, dia langsung menundukkan kepalanya mendapati ustazah Windy.

“Ada apa?” tanya Althair.

Ustazah Windy tersenyum malu-malu, dia menatap kedua tangannya yang saling bertaut. “Dipanggil sama Buya disuruh ke ruang dewan pesantren, ada yang mau dibicarakan katanya,” jawabnya.

Althair mengerutkan kening bingung, mengapa Buya menyuruh perempuan ini untuk memanggilnya? Tidak seperti biasa yang selalu menyuruh seorang lelaki atau santri putra untuk diberi amanah memanggilnya jika ada keperluan. Meskipun berpikir demikian, Althair tetap mengangguk mengiakan.

“Saya akan segera ke sana,” ujar Althair kemudian.

Ustadzah Windy mengangguk lantas berpamitan pada Althair, di depan pintu ndalem dia menghentikan langkah, diam-diam tersenyum licik.

Setelah dari dapur, Althair melangkahkan kakinya menuju ruang dewan pesantren. Di sepanjang jalan, Althair merasa sedikit aneh juga perasaan tidak enak. Namun, dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menepis pikiran buruk yang hinggap dalam benaknya.

Sesampainya di sana, Althair mengetuk pintu disertai salam lantas mengayunkan kakinya masuk ke dalam. Kening Althair berkerut samar mendapati tidak ada siapa-siapa di sana, ruangan bahkan begitu sunyi.

Althair dengan cepat membalikkan badan begitu mendengar suara pintu yang ditutup tiba-tiba. Dia membelalakkan mata melihat Ustazah Windy tersenyum miring padanya. Althair memundurkan langkah saat ustazah Windy berjalan ke arahnya. Perasaannya kini benar-benar tidak enak, khawatir dan takut bercampur menjadi satu.

Pikiran Althair langsung tertuju pada mimpinya, sungguh dia ketakutan bukan main. Takut akan terjadi kesalahpahaman yang bisa menyebabkan rumah tangganya dengan Aluna berantakan.

“Apa yang Anda lakukan? Menjauh dari saya!”

Windy tidak menghiraukan, dia tetap melangkah mendekati Althair yang sudah berkeringat dingin. Althair terus memundurkan langkah seraya menundukkan kepalanya, dia benar-benar menjaga pandangannya agar tidak menatap Windy. Dalam hatinya, Althair terus berdoa meminta pertolongan Allah.

“Kenapa Gus terlihat takut sekali? Saya tidak akan berbuat apa-apa, hanya sedikit permainan,” katanya kemudian terkekeh. Terdengar menyeramkan.

“Istigfar, Ustazah! Anda sudah membohongi saya, Anda bilang Buya ingin menemui saya, tetapi rupanya hanya siasat Anda untuk menjebak saya!”

Hanya terdengar suara tawa cukup mengerikan, Windy melipat kedua tangannya di depan dada. Mengamati Althair yang masih setia menundukkan kepala dengan kini posisinya bersandar pada dinding.

“Maaf, Gus. Saya terpaksa harus melakukan ini. Saya hanya ingin berbicara dengan Gus saja kok,” ujar Windy seolah tindakannya tidak salah.

“Apa harus dengan cara ini? Apa yang Anda rencanakan sebenarnya, Ustazah?”

Althair tidak mengerti, mengapa perempuan ini harus melakukan cara rendahan hanya untuk berbincang dengannya. Tindakannya benar-benar tidak bisa dimaklumi, bisa menimbulkan kesalahpahaman yang berakibat fatal. Entah pada Althair ataupun dirinya sendiri.

Raut wajah Windy berubah sedih, dia semakin mendekatkan diri hingga berdiri tepat di depan Althair. Kalimat istigfar berkali-kali Althair ucapkan, matanya terpejam tidak ingin sampai melirik perempuan di depannya meski hanya sedetik.

ALTHALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang