"Pertemanan pasti ada kesalahpahaman dan perbedaan pendapat, namun hal tersebut jangan dihindari, melainkan mencari solusi"
-author-
***
Beberapa hari kemudian, Sifa masih tetap diam. Yang biasanya selalu reply story Fiona atau ramai saling curhat di grup, ini tidak, sangat sepi, hanya Fiona dan Pramesti. Jika Sifa muncul pun lebih dominan respon pesan Pramesti.
"Kamu ada lakuin salah?" tanya Naufal.
Fiona menggeleng.
"Diingat-ingat dulu"
"Aku sudah mengira-ngira" jawab Fiona.
Sebenarnya dari kemarin Fiona terus berfikir dan mencari apa kesalahannya, dan ia menemukan beberapa alasan yang mungkin membuat Sifa mendiamkannya.
"Apa?"
"Pertama, kemungkinan yang utama ada di kekasih Sifa, mungkin mereka sedang bertengkar dan imbasnya Sifa bawa ke liburan kemarin"
"Kedua?"
"Kedua, atau karena waktu dia minta aku buat didepan, aku bilang tidak bisa buka maps karena paket internetku habis. Sedangkan saat tiba disana, aku menawarkan untuk hotspot"
"Ketiga?"
"Ketiga, aku berkata untuk Pramesti sedikit mempercepat laju kendaraannya. Tapi bukan berarti aku mau kita melaju dengan sangat cepat dan menginginkan agar cepat sampai tujuan"
"Hmm, keempat?"
"Keempat, aku berkata pada Sifa untuk meng-qodho saja sholat magrib dengan isya. Tapi aku berkata 'kalau tidak terkejar', nyatanya kan terkejar waktunya"
Naufal mengangguk, "Kelima?"
"Kelima, aku meninggalkannya ketika sholat magrib. Tapi sebelumnya sudah ada obrolan bahwa kalau sudah selesai sholat, cepat-cepat menghampiri Pramesti, adapun dia dulu yang sudah selesai dan aku ditinggalkan, ya tidak apa, toh kedai itu tidak begitu besar, pastilah tidak sulit menemukannya sekalipun sedang ramai, bahkan ada alat komunikasi yang dinamakan ponsel"
"Keenam?"
"Enough"
Naufal terkekeh, "Kemungkinan-kemungkinan yang kamu sebutkan, mungkin salah satunya ada yang membuat dia melalukan silent treatment padamu, atau mungkin tidak. Kita tidak tau isi pikiran dia"
"Itu dia, Fal. Kita tidak tau isi hati dan pikiran seseorang, harusnya ngobrol, apa yang salah"
"That's point. Kamu coba obrolin bertiga dengan Pramesti juga sebagai penengah"
"Aku sudah keluar grup"
"Kapan?"
"Barusan"
Naufal terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Fiona sangat kesal, apalagi ia tidak suka dengan silent treatment. Fiona lebih baik berdebat besar-besaran daripada saling diam. Menurutnya, dengan berdebat akan menemukan titik tengahnya. Apalagi deeptalk, dengan begitu kedua belah pihak saling tau keinginan dan ketidaksukaan dari masing-masing sehingga kedepannya dapat diperbaiki dan menghindari pengulangan kesalahan.
Fiona keluar dari grup pun Pramesti belum tau, sebab perempuan itu sedang sibuk membantu Kak Brian untuk mengadakan pendidikan dasar anggota atau biasa disebut PKA dalam organisasi mereka.
"Fiona, listen to me. Yang barusan kamu katakan, itu baru argumenmu, kamu belum tau yang dirasakan Sifa, bisa jadi memang Sifa mendiamkanmu karena faktor internal dari dirinya. Kalau kamu keluar dari grup, lalu bagaimana akan memperbaikinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BADFRIEND'S [END]
Non-FictionFiona sangat bahagia dengan pertemanan barunya, walaupun beda semester tapi tidak menghalangi ketulusan mereka berteman bahkan mereka tidak jarang untuk menyepatkan bertemu. Tapi siapa sangka kedepannya akan berbeda? Apakah pertemanan kali ini berbe...