"Dewasa memang bukan dilihat dari usia, tapi usia sudah pasti tolak ukur kedewasaan"
-author-
***
"Assalamu'alaikum"
Fiona yang sedang mencatat materi dari dosen, mendongak ketika mendengar ada suara salam.
Ternyata temannya, Sinta.
"Sini" ucap Fiona setelah melihat Sinta kebingungan untuk duduk.
Sinta pun menghampiri Fiona, kebetulan disamping perempuan itu ada bangku kosong.
"Lo kenapa ngga ikut diklat mahasiswa baru?" tanya Sinta pelan.
"Lo masih sering ke sekretariat?" Fiona bertanya balik.
Sinta menggeleng.
Sinta adalah teman kelas Fiona yang juga teman organisasi ekstra, tapi beda kepengurusan, lebih tinggi Sinta."Gue keluar dari organisasi ekstra itu"
Sinta sedikit terkejut, "Serius? Kenapa?"
"Gue sakit ngga dianggap di organisasi. Gue juga udah ditinggalin sama Pramesti dan Sifa" ucap Fiona terkekeh.
"Loh? Katanya lo yang keluar dari grup?" tanya Sinta dengan mimik wajah yang sedikit mengintimidasi.
"Grup mana? Organisasi? Kalau itu iya gue yang keluar"
"Bukan, grup bertiga sama Pramesti dan Sifa"
Fiona mengerutkan kening, "Kata siapa lo?"
Sinta menunjuk seseorang dengan dagunya, ternyata Sinta menunjuk Thalia.
"Dia kata siapa?"
"Kata Pramestinya sendiri"
Fiona terkekeh kemudian menunjukkan screenshot grup Suheri. Disana jelas yang keluar adalah Pramesti dahulu kemudian disusul Sifa.
"Lah iya sih"
Lagi, Fiona terkekeh.
Seperti ini sifat asli Pramesti? Wow.***
"Fi" panggil Naufal.
Fiona menggumam.
"Kamu mau berusaha sekali lagi untuk menghubungi mereka?"
Fiona menggeleng, "Cukup, Fal. Sakit hati aku sudah melewati batas kesabaran"
Entah ada kejutan apa lagi dari semesta kalau Fiona kembali dekat dengan Pramesti dan Sifa.
Didepan, mereka memang saling mengerti, tapi di dalam hati mereka masih tersisa ketidakterimaan atas keputusan dan masukan satu sama lain.Fiona mengaku bahwa ia pernah tidak terima atas masukan dari Sifa, tapi jika ia menyanggah, pasti lah Sifa melakukan silent treatment.
Karena selama mereka berteman, Sifa lah yang paling tidak profesional. Ada masalah dengan siapa, pasti semua didiamkan. Membalas pesan pun dengan badmood. Hal itu membuat lawan bicaranya merasa tidak enakan dan menganggap Sifa seperti itu karena ada yang salah dengan lawan bicaranya.Berbeda dengan Pramesti, perempuan itu masih bisa tenang. Namun lebih besar merasa tidak enakan dibanding menegur langsung. Hal itu menyebabkan menumpuknya rasa kesal dan timbul malas berhadapan lagi dengan orang yang bersangkutan.
"Fi, kamu jika berteman selalu melakukan yang terbaik dan power full, tanpa memikirkan bagaimana balasan dari mereka. Salah satu cara untuk menghindari orang silent treatment adalah tinggalkan. Aku tidak mengatakan bahwa orang yang melakukan silent treatment itu buruk, hanya saja menurutku silent treatment adalah salah satu bentuk hukuman paling kejam. Boleh melakukan silent treatment, tapi hanya untuk meredakan emosi dan kekesalan, setelah itu ego bisa diturunkan, jika sudah mereda barulah dibicarakan secara baik-baik" jelas Naufal.
"Jadi aku harus meninggalkan mereka?"
Naufal tertawa, "Sebelum kamu meninggalkan mereka, mereka lebih dulu meninggalkanmu, Fi"
Fiona mengerutkan keningnya kesal pada Naufal, laki-laki itu tertawa tanpa dosa.
"Oke oke maaf. Maksudku, kamu bahkan selalu tidak mampu untuk mengakhiri pertemanan toxic, Fi. Kamu bisa keluar dari lingkungan toxic kalau kamu sudah babak belur dikeroyok oleh ke-toxic-an itu, Fi"
"Lalu aku harus melakukan apa?"
"Tidak ada. Jalani hidupmu seperti biasanya sebelum kamu bertemu dengan mereka. Selesaikan kuliahmu, fokus pada tujuanmu, diujung sana ada senyum Ibu yang mengharapkanmu. Penuhi kewajibanmu sebagai seorang insan yang beriman, Fi. Setelah ini kamu tidak perlu memandang semua orang bermuka dua dalam berteman, tapi jangan kamu berikan seluruh kepercayaanmu pada temanmu" jelas Naufal.
Fiona tau maksud kekasihnya itu.
Artinya ia tidak perlu memikirkan lebih terhadap Pramesti dan Sifa, ia harus terus menjalani kehidupannya, menyelesaikan tugas dan kewajibannya.Sebenarnya saat Sifa melakukan silent treatment ketika mereka berlibur, Naufal sudah mewanti-wanti pada kekasihnya itu untuk jangan terlalu dekat dan jangan percaya seluruhnya pada Sifa dan Pramesti. Naufal sudah memberikan warning pada Fiona, jangan power full terhadap mereka.
Tapi Fiona tetaplah Fiona, ia mengutamakan pertemanan, selalu.
Kelemahan Fiona, menganggap semua orang tulus seperti apa yang ia berikan.Dan sekarang, Fiona memantapkan diri untuk fokus pada tujuannya.
Ia meminta maaf pada Tuhan, pada semesta, pada senior dan anggota organisasi ekstra karena ia telah memandatariskan jabatannya kepada rekan pengurusnya.
Ia meminta maaf pada Arlo karena tidak bisa bersama menjalankan tugasnya sampai akhir.Dan untuk Pramesti juga Sifa, ia meminta maaf jika selama ia berteman dengan mereka, ada salah kata yang mungkin menyakiti hati mereka, disengaja maupun tidak sengaja.
Saat Fiona tersakiti pun, perempuan itu tetap meminta maaf pada semua yang terlibat. Walaupun Fiona hanya meminta maaf dalam hati, tapi maafnya tulus. Bahkan di dalam do'anya pun ia meminta maaf pada sang Pencipta atas salah dan khilafnya.
Lagi, Fiona kehilangan teman. Dirinya tidak pernah beruntung dalam menjalin sebuah pertemanan.
Fiona tentu sempat marah pada Tuhan, kenapa Tuhan selalu menjauhkan dirinya dari teman yang sudah sangat dekat dengannya.
Tapi hal itu langsung ditepis olehnya, karena hal ini terjadi tanpa adanya panjatan do'a dari Fiona. Karena perempuan itu selalu berdo'a dijauhkan dari orang-orang yang merugi, orang-orang syirik dan dengki, orang-orang jahat, dan di dekatkan dengan orang-orang tulus serta beriman.Ya, Tuhan mengabulkan do'a Fiona.
Manusia hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan. Tuhan tau mana yang terbaik untuk umat-Nya.Teruntuk kesalahan orang-orang organisasi yang mungkin menyakiti hatinya, Fiona sudah memaafkan.
Jika harus dijauhkan oleh Pramesti dan Sifa, Fiona ikhlas.Untuk Pramesti dan Sifa, semoga kalian melihat ketulusan Fiona dan merubah sudut pandang kalian, terutama sikap.
KAMU SEDANG MEMBACA
BADFRIEND'S [END]
Non-FictionFiona sangat bahagia dengan pertemanan barunya, walaupun beda semester tapi tidak menghalangi ketulusan mereka berteman bahkan mereka tidak jarang untuk menyepatkan bertemu. Tapi siapa sangka kedepannya akan berbeda? Apakah pertemanan kali ini berbe...