"Lo sendiri kenapa udah ngga sama temen-temen cowo lo, Fi? Gue udah ngga pernah liat story lo, biasanya kalau weekend lo selalu keluar sama mereka" tanya Pramesti.
"Cowo mana? Yang bertiga?"
Fiona mengangguk.
Sifa pun ingin tahu."Puncaknya kan kemaren saat kita triple date"
Mereka bertiga memang sempat triple date. Namun sekarang hanya hubungan Fiona yang baik-baik saja, Pramesti dan Sifa kandas.
Flashback On...
Hari ini Fiona sedang berada di perjalanan menuju kota Kembang bersama dengan ketiga teman laki-laki yang sudah ia anggap sebagai saudara, pun dengan mereka.
Ada Agam, Darel dan Ricard. Sudah hampir 2 tahun mereka selalu saja berempat sejak mereka lulus Sekolah Menengah Kejuruan.
Ya, mereka baru dekat saat lulus dari sekolah. Karena saat sekolah mereka bertolak belakang dengan Darel, sang ketua kelas yang sangat rajin dan menyebalkan. Bayangkan saja, Darel memanggil guru ketika jam pelajaran sudah lewat satu jam.
Sedangkan dengan Agam dan Ricard, Fiona sering bergurau namun tidak pernah ngobrol panjang. Agam dan Ricard bisa dibilang badung, mereka selalu berdua namun ada geng juga, pun dengan Fiona."Kita sarapan di rumah Aneisha ya" ucap Darel sedikit meninggikan suaranya karena angin.
Mereka memang melewati rumah Aneisha, itu sebabnya semalam ia tidak berangkat dari rumah Ricard, kasihan kalau harus bolak balik.
Kali ini mereka mengajak Aneisha dan Adrian. Fiona salut dengan Adrian, pasalnya ia bekerja dan tinggal di Jakarta namun masih mau main ke kota kecil ini dan masih ingat dengan teman-teman sekolahnya.
Pukul 07.00.
"Udah belum sarapannya? Lama ih ayo berangkat, udah jam tujuh" ucap Darel.
"Ya lo anjing lama" ucap Agam.
"Iya ih, lo yang bikin lama" sambung Ricard.
Mereka tertawa.
Mereka memang selalu bergurau, dan hampir semua objek yang mereka lihat atau mereka rasakan bisa dijadikan bahan gurauan. Tidak jarang mereka mem-bully satu sama lain, namun masih dalam batasan."Di rapihin dulu" ucap Aneisha sembari menaruh tasnya di motor Fiona.
Fiona memang membawa motor, namun motor Fiona dipakai oleh Agam dan Aneisha, sedangkan Fiona dengan Darel, Ricard dengan Adrian.
"Fi, kameranya lo yang bawa" ucap Darel.
"Susah gue, gue kan bawa tas gendong lo, terus gue bawa slingbag gue"
"Ih kamera doang bisa ditaroh di tengah"
"Makan tempat, Darel. Lo ngga liat slingbag gue? Coba taroh di bagasi motor lo, masih muat"
Tas Darel memang tidak berat, tapi masalahnya slingbag Fiona tidak bisa kempes, slingbag Fiona model tas ransel kecil itu makanya tidak bisa kempes dan kalau ia membawa kamera maka ia duduk paling ujung karena makan tempat, bukannya Fiona tidak mau.
"Susah, udah ngga muat"
"Coba sini" ucap Agam membantu.
"Ini bisa tuh, udah tinggal tutup"
Darel menolak dengan alasan takut kamera kenapa-kenapa kalau dipaksa, padahal itu sangat pas.
"Yasudah dibawa Aneisha aja" saran Fiona karena dilihat Aneisha hanya membawa totebag yang berisi makeup dan alat mandi, sedangkan tas ransel dia didepan.
"Lo kok mager sih, Fi"
"Lah gue ngga mager, kalau gue bawa slingbag kecil ya gue bawain, Rel"
"Yaudah sini gue yang bawa, gitu aja lo mager bawanya" ucap Darel setelah berdebat dengan Fiona.
Itulah Darel, laki-laki memang, tapi mulutnya tidak mau kalah dengan wanita, egonya tidak kalah besar dari wanita.
Sedangkan Agam, ia pun seperti Darel yang banyak bicara, namun tidak terlalu julid. Kalau Ricard, dia pendiam dan ikut saja apa kata Darel dan Ricard, namun sekali berbicara sangat tajam.
Itu lah sebabnya kenapa kalau mereka berdebat, hanya Fiona, Darel dan Agam. Terkadang Ricard menjadi penengah dan bisa juga ikut berdebat jika soal mem-bully.Akhirnya yang membawa kamera adalah Darel. Fiona sangat kesal. Ia tau bahwa Darel sangat tidak enak rasa terhadap Aneisha jika Aneisha yang membawa, karena kamera milik Aneisha. Seharusnya tidak boleh seperti itu, mereka sama-sama melakukan perjalanan jauh dan membawa barang masing-masing, jika ada yang kosong kenapa tidak.
Fiona sangat sedih, pasalnya ia merasa perlakuan ketiga temannya beda antara ke Fiona dan ke teman perempuan lainnya.
Saat ke kota Gudeg, Agam dengan senang hati membawakan tas teman perempuannya, yang juga teman kelas Fiona. Tapi ketika di kota Angin, Fiona meminta tolong bawakan tripod kepada Agam karena Fiona membawa kamera miliknya, jawaban Agam sangat tidak mengenakan hati Fiona, Agam berkata Fiona harus membawanya sendiri karena itu barang miliknya. Sangat tidak adil bukan?Fiona selalu bertanya-tanya, kenapa? Ada apa? Apa yang salah dari dirinya?
Fiona mengakui bahwa dirinya sering malas gerak, namun ia bisa menempatkan itu. Tapi ketiga teman laki-lakinya itu selalu saja mengatakan Fiona si perempuan mager.Huft.
Biarlah. Fiona tidak mempermasalahkan itu, ia anggap itu sebagai gurauan."Darel" panggil Fiona yang menurunkan egonya. Ia tidak mau kekesalan yang sesaat itu merusak pertemanannya.
"Kenapa, Fi?"
"Kenapa lo diem aja dari tadi? Biasanya lo nyanyi"
Darel dan Fiona selalu berdua jika kemana-mana, dan perjalanan mereka selalu dihabiskan dengan gurauan dan cerita random, bahkan mereka curhat satu sama lain, terkadang pun nyanyi karena Darel sangat menyukai lagu dangdut.
"Males nyanyi" ucap Darel singkat.
Fiona mengangguk tipis dan tidak melanjutkan obrolannya.
Fiona akui, ia sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
BADFRIEND'S [END]
NonfiksiFiona sangat bahagia dengan pertemanan barunya, walaupun beda semester tapi tidak menghalangi ketulusan mereka berteman bahkan mereka tidak jarang untuk menyepatkan bertemu. Tapi siapa sangka kedepannya akan berbeda? Apakah pertemanan kali ini berbe...