TigaPuluhLima

719 85 10
                                    

🍁🍁

"Kau bertanya bagaimana perasaanku padanya sekarang ini ? Jelas, aku masih mencintai Sakura, Sasuke. Aku tidak pernah terbesit mencari yang lebih baik dari Sakura. Aku menerima Sakura seutuhnya. Aku berusaha memberikan apapun keinginan Sakura. Tapi apa, lisannya tidak berhenti menoreh luka padaku. Aku memaafkan lalu kembali tertoreh. Bertahun - tahun aku bertahan, kini, aku lelah, Sasuke. Tidak ada cahaya untuk hubungan kami, aku sudah babak belur menahan semuanya. Tolong, biarkan aku melepaskan diri."

Sasuke teringat kembali untaian kata Sasori kala malam itu. Malam dimana Sakura datang ke rumah Sasuke dengan kacau. Malam itu, Sakura menangis keras sembari meminjam pelukan Sasuke. Beriringan dengan tangis, Sakura mengungkapkan problem dalam rumah tangga. Perubahan Sasori dan perkataan menyakitkan Sakura.

Malam itu, Sasuke memanggil Sasori untuk didudukkan bersama, Sasuke jadi penengahnya.

Sayangnya, semua tidak berakhir baik. Akasuna Inari tidak bisa membuat Sasori kembali membuka harapan untuk kelangsungan hubungan dengan Sakura.

Bagi Sasori, rumah tangga mereka tidak bisa dia pertahankan. Hilangnya rasa percaya diantara mereka akan memicu pertengkaran tiada habisnya. Berpisah itu solusi yang Sasori pilih. Bukan karena Sasori tidak menyayangi Inari, mempertahankan hubungan beracun ini jelas berdampak buruk untuk putri tunggal Sasori dan Sakura.

"Terimakasih, Sasuke. Kau teman terbaik yang kumiliki." Sasori memeluk singkat Sasuke. "Maaf aku dan Sakura selalu merepotkanmu."

"Selama batas wajar aku tidak keberatan direpotkan olehmu." Canda Sasuke.

"Kau yakin dengan keputusan ini," Sasuke kembali mempertanyakan perihal perceraian yang Sasori ajukan.

"Jika tidak yakin aku tidak akan mengajukannya." Jawab Sasori santai. "Berpisah tidak berarti aku memberi jarak pada Sakura, Sasuke. Hanya status kami berbeda." Sasori jelas terluka mengambil keputusan berpisah.

"Jika, Sakura berubah lebih baik, adakah peluang untuk kalian bersama lagi."

"Mungkin bisa, aku tidak tahu." Jawab Sasori ambigu. "Sekali lagi, terimakasih untuk semuanya, Sasuke. Aku pergi hari ini, urusan perceraian telah aku serahkan pada kuasa hukum." Pamit Sasori.

Mulanya, Sasuke hendak meminta Sasori menemui Sakura untuk berpamitan. Tapi, Sasuke harus menelan kembali permintaan tersebut, Sakura bisa mengartikan lain.

Selang lima menitan Sasori pergi, di ponsel Sasuke masuk pesan dari Sakura.

Sakura
Sasori sudah pergi, kau tidak membujuknya, Sasuke. kau teman baikku, kan.

Aku teman baikmu dan Sasori. Ada batasan dimana aku tidak boleh ikut campur, Sakura.

Aku tidak akan ikut campur lebih dari ini.

Kau ! Kau mau mengabaikan aku yang tengah terluka begini.
Jahat sekali Uchiha Sasuke.
Aku teman baikmu sejak dulu.
Hinata pasti mengerti keadaanmu ini, Sasuke.

Sasuke memilih tidak membalas lagi, ia masukkan ponsel ke kantong jasnya.

Hinata memang memberikan pengertian, tapi Sasuke tidak mau semena - mena. Wanita adalah makhluk yang tidak bisa ditebak. Sasuke takut niat membantunya justru menyakiti ratu di hati Sasuke.

Jadi, tanpa diminta Sasuke membuat janji pada Hinata tidak ikut campur jauh dalam hubungan Sasori dan Sakura. Cukup menengahi tanpa condong salah satu sisi. Sasuke jelas tidak mau mengorbankan perasaan istrinya untuk menghibur hati lain.

Sakura dan Sasori sahabatnya, tapi bukan prioritas dalam hidup Sasuke.

Di tempat Sakura, keadaan begitu kacau. Hanya ada Ino disana yang menemani Sakura. Putri tunggal Sasori dan Sakura telah diungsikan ke rumah Ino. Biarkan Inari bermain dengan Inojin.

Inari sempat menanyakan keadaan rumahnya yang suram, tapi Ino tidak menjelaskan apapun pada Inari, biarlah Sakura maupun Sasori yang memberikan kabar perpisahan itu pada putrinya. Meski menyakitkan, lebih baik Inari mendengar langsung dari mulut orangtuanya.

"Andai Konan tidak datang di hidup kami, rumah tanggaku tidak akan kacau begini. Andai aku bisa mengontrol lisanku, Sasori tidak akan seterluka itu. Andai.... Andaikan aku.." racau Sakura dengan air mata mengalir.

"Ino, jika dulu aku memilih Sasuke, mungkin aku tidak terluka seperti ini."

"Terlalu jauh kau berandai, Sakura." Batin Ino.

🍁🍁

"Aku tidak puas sampai anakku mendapatkan pengakuan sebagai Hyuuga." Mei menatap tajam menantunya. "Shion harus tercatat sebagai Hyuuga yang sah. Meski sekarang nama keluargamu yang dipakai Shion."

"Shion sudah bahagia dan tidak menginginkan pengakuan, tanpa berkoar darah Hyuuga mengalir di tubuh Shion, Terumi Mei." Kakashi berkata dengan tegas. "Jangan korbankan istriku untuk kepentinganmu sendiri, Shion tidak mau melakukan apapun yang kau katakan." Sambungnya.

"Hatake Kakashi," suara Mei meninggi. "Shion anakku, Shion wajib menurut padaku. Akulah yang memberinya kehidupan, dia... harus membalas untuk semua yang kuberikan."

Kakashi hendak mengeluarkan makian namun harus dia telan mengingat di balik tembok istrinya mendengar. Pilihan Kakashi hanya mengusir ibu mertuanya.

"Mulai saat ini Terumi Mei tidak diizinkan memasuki rumah ini, jika dia datang langsung usir." Perintah Kakashi pada semua pekerja di rumahnya.

Tidak ingin melihat wajah dan teriakan marah Mei, Kakashi berbalik pergi. Kakashi menghampiri Shion yang tertegun dengan air mata meleleh di pipi.

"Aku hanya alat bagi Ibuku, Kakashi-kun." Isak Shion, Kakashi segera memeluk istrinya.

Yang tidak disadari Kakashi dan Shion, di sudut sana bocah kecil kesayangan mereka melihat semuanya. Hatake Kazuto ikut menangis.

Kakashi marah tentu saja. Di saat Kakashi sudah menerima Shion, berniat membahagiakan ibu dari anaknya, malah ibu mertua justru menjadi sandungannya.

Obsesi anehnya pada Hyuuga Hiashi terus hidup, lupa umur. Bukan memperbaiki diri justru semakin menjadi.

"Shion,"

"Bagaimana jika kita menjauh dari ibumu."

"A-apa."

"Ayo, hidup jauh dari Terumi Mei. Hidup tenang dan bahagia bersama keluarga kecil kita, Shion." Kakashi menatap dalam mata Shion.

"Aku tidak mau melarikan diri, Kakashi-kun."

"Akan aku selesaikan, kau dan Kazuto pergi duluan."

"Tapi, apa kata..."

"Persetan dengan ocehan oranglain, yang terpenting kenyamanan kau dan Kazuto. Setidaknya, pikirkan dampak pada Kazuto."

Shion terdiam. Lalu, dia setuju dengan suaminya. Kazuto, prioritas Shion dan Kakashi.

"Besok aku persiapkan semuanya, malamnya kalian harus pergi dari negara ini dulu."

"Iyaaa, terimakasih, Kakashi-kun."

"Itu sudah kewajibanku, Shion."

🍁🍁


01 Maret 2023

Only U  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang