SembilanBelas

1.8K 243 12
                                    

🍀🍀

Hyuuga Hiashi telah memberi perintah pada kepala pelayan untuk memastikan semua bahan makanan tersedia dan masih segar. Hiashi juga dengan sengaja meminta tukang kebun yang biasa membersihkan kebun sayuran agar dibiarkan saja.
Itu bisa Hiashi gunakan untuk berkebun bersama putrinya. Ya, apapun itu akan Hiashi lakukan demi menghabiskan waktu lebih lama dengan buah hatinya.

"Aku pulang, Papa."

"Selamat datang kembali, Hinata." Jawab Hiashi tersenyum tipis.

Meski sudah memilki rumahnya sendiri Hinata tetap mengatakan kalimat 'Aku pulang' daripada 'Aku datang'. Hal tersebut membuat hatinya menghangat, sederhana tapi penuh makna untuk Hiashi.

"Aku langsung siapkan makan dulu. Apa Papa ingin dimasakan sesuatu ?" Tanya Hinata tak mengubah raut wajahnya.

"Tamagoyaki." Jawab Hiashi.

"Baik. Papa tunggulah sambil baca buku atau menonton televisi."

"Boleh dibuatkan kopi dulu."

Hinata menggeleng tegas. "Tidak."

"Baiklah."

"Hana bilang sedang dalam perjalanan."

"Baguslah. Ancaman potong uang saku masih efektif." Gumam Hiashi

Setelahnya Hinata berjalan ke arah dapur. Hiashi memandang punggung kecil putrinya dengan sayu.

"Tidak ada senyuman." Lirih Hiashi.

Jujur saja ia merasa bersyukur hubungannya dengan sang putri sudah mulai membaik.

Akan tetapi Hyuuga Hiashi merindukan senyum hangat dan sikap manja putri sulungnya. Dua tahun terakhir putrinya hanya menampakkan wajah tanpa ekspresi. Jika pun tersenyum itu hanya senyum palsu yang tak sampai ke matanya.

Andai Hiashi lebih tegas mungkin Hinata takkan kehilangan senyumnya. Andai Hiashi lebih dulu menyingkirkannya Hinata-nya takkan sekecewa ini. Beribu sesal bercokol dalam hati Hiashi.

"Hanabi datang," Teriak Hanabi mengejutkan Hiashi. "Yo, Mr. Hiashi." Sapanya dengan gaya slengeannya.

"Hanabi!" Tegur Hiashi. Si trouble maker Hyuuga yang satu ini sudah datang artinya Hiashi bakal disuguhkan tingkah polah absurd Hanabi.

"Papa gak asyik." Sungutnya. "Apa Kakak sudah selesai memasak ?"

"Belum. Bantulah Kakakmu."

"Papa yakin minta aku ke dapur. Sudah siap rumah baru belum?" Hanabi bertanya seolah perintah Papa-nya sesuatu yang berbahaya.

"Kau ini... kalau begitu temani saja," Perintah Hiashi tak ingin dibantah.

"Ah, padahal rencananya aku mau setel album terbaru my bias."

"Iya, iya. Jangan melotot mirip sadako tahu," Hanabi berlari ke dapur menghindari lemparan

Hiashi kembali menghela nafas. Cuma Hanabi yang mengatai ayahnya sendiri. "Keturunan Sadaku dong dia,"

Sudahlah lebih baik Hiashi melupakannya bisa semakin sakit kepala memikirkan ocehan Hanabi.

Di ruangan lain Hanabi sudah berbuat rusuh. Dia aktif mengambil makanan yang telah matang dengan berdalih mencicipi.

Bukan tanpa alasan Hanabi melakukannya. Ia berharap melihat ekspresi di wajah kakak kesayangannya bukan sekedar menoleh tanpa mengatakan apapun. Hanabi berharap Hinata berhenti menggenggam masalalu.

Hanabi pun merasakan kekecewaan pada Ayahnya. Hanabi juga marah pada dirinya yang tidak mampu melindungi kakaknya. Hanya saja demi Papa dan Kakaknya Hanabi harus menatap masa depan dengan melepas masalalu tanpa melupakannya. Karena mustahil baginya melupakan kesalahan sang ayah dan mereka berdua.

Only U  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang