Part 01 🍒

198 7 0
                                    

HAPPY READING 💐

"Jadi anda masih tidak ingin membuka suara?"

Seorang lelaki dengan setelan jas serba hitam mengangkat sebelah kakinya angkuh, memandang lelaki dengan perut buncit yang sudah babak belur di depannya.

Waktunya sudah terbuang satu jam lamanya, hanya untuk menunggu kejujuran lelaki itu. Namun sepertinya, tidak ada tanda-tanda baik dari Pak Tua itu.

"Sabertton!"

Teriakan nyaring itu menggema mengisi ruang bawah tanah tersebut. Sesaat setelah itu, seorang lelaki tak kalah tampan memasuki ruangan.

"Kamu tau apa yang harus di lakukan," ujar lelaki itu, pada seseorang yang berdiri di sampingnya.

"Iya, Tuan."

Victor Igbonefo-seorang pengusaha yang terlihat biasa saja, namun menyimpan banyak kenangan bagi orang-orang yang berani mengusik ketenangannya.

Victor melangkah mendekati lelaki paruh baya yang masih terikat tak berdaya. "Tuan Albert, untuk terakhir kalinya ... apa kau tidak ingin bekerja sama denganku?"

Lelaki paruh baya tersebut masih tetap bertahan pada diamnya, membuat Victor tersenyum miring.

"Baiklah. Diammu, ku anggap sebagai jawaban."

Victor berdiri dan bersiap meninggalkan ruangan dengan banyak penjaga tersebut. Namun sebelum itu, lelaki itu menendang rahang lelaki paruh baya tersebut tanpa rasa iba.

"Lakukan tugasmu," ujar Victor ketika melewati sabertton, yang hanya di balas anggukan kepala oleh sang empu.

🍄🍄🍄

Victor mencuci kedua tangannya sebelum benar-benar meninggalkan markas. Lelaki itu tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengetahui bisnis gelapnya.

Baru saja lelaki itu membuang tissue basah pada tempat sampah, ponsel miliknya berdering dengan keras.

Senyuman manis lelaki itu terbit dengan sempurna ketika melihat nama seseorang terpampang pada layar ponselnya.

"Daddy!"

Untuk beberapa detik Victor menjauhkan benda pipih tersebut dari telinganya. Uh! Suara nyaring itu merusak indra pendengarannya.

"Ada apa?" tanya Victor dengan santai.

"Aku mau pulang ke Jakarta, sekarang!"

Lelaki yang sudah berganti warna pakaian tersebut mengernyit heran mendengar ucapan seseorang di seberang sana. Secepat itu?

"Why? Bukannya kau baru beberapa hari di sana, uang ku bahkan belum habis untuk membiayai perjalananmu."

"Daddy jangan pura-pura bodoh, ya. Aku tau kau menghabiskan malam dengan wanita lain, dasar tua bangka!"

Lagi-lagi Victor terkekeh geli mendengar nada sewot wanita itu. Sepertinya dia ketahuan lagi.

"Kau jangan asal bicara, Baby." Victor berjalan meninggalkan rumah yang menjadi markasnya. Lelaki itu tidak suka menjadi perhatian orang-orang yang berada di dalamnya.

"Daddy ... kalau kau mau, aku bisa saja mengirimkan bom untuk menghancurkan rumahmu."

"Ah, jangan Sayang. Jika seperti itu terus, kau bisa membuat aku menjadi gelandangan."

Tidak lagi. Sudah cukup wanita itu menghancurkan property milikinya. Meski tidak seberapa, lama-lama bisa habis semuanya.

"Aku mau pulang," rengek wanita itu.

"Baiklah. Akan Daddy jemput sekarang juga," balas Victor.

Setelah mendengar jawaban Victor, wanita di seberang sana mematikan sambungan sepihak tanpa rasa bersalah, membuat Victor tersenyum miring.

"Wanita bar-bar itu ... akan ku beri kau pelajaran," gumam Victor.

Lelaki itu membuka pintu mobil Lamborgini miliknya. Mobil sport dengan warna hitam mengkilap tersebut melaju memasuki kawasan hutan lebat, seakan tidak memiliki ujung.

"Persiapkan keberangkatanku menuju Kalimantan. Aku harus menjemput wanita gila itu," ujar Victor ketika sambungan teleponnya terjawab.

🍄🍄🍄





🍄🍄🍄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Sugar Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang