Part 24 🍒

30 2 0
                                    




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Adel masih berada pada tempat parkir Caffe yang dia singgahi. Wanita itu berjongkok, menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.

Dia benar-benar frustasi dan kehabisan pilihan. Tidak ada yang benar-benar bisa menolongnya kecuali sang Daddy, tapi dia masih marah.

Tin!

"Bagaimana ini? Apa, aku harus menghubungi Daddy?" Adel bergumam dengan rambut berantakan. Wanita itu benar-benar seperti gembel sekarang.

Tin ... tin!

Suara klakson yang terus berbunyi membuat wanita itu kesal. Adel berdiri, bersiap menghampiri pengendara motor yang berdiri tidak jauh darinya.

Perasaan dia tidak menghalangi jalan, tapi kenapa orang itu terus membunyikan klaksonnya.

"Heh! Kalau mau jalan, jalan aja. Suara klakson motor lo, ganggu!"

Karena kesal tidak mendapatkan jawaban apa pun, Adel memukul belakang helm yang di gunakan oleh pengendara motor tersebut, membuat sang empu hampir terbentur kaca spion.

"Lo bu--"

Omelan yang akan dia keluarkan harus terhenti pada ujung lidah. Untung saja, dia pandai mengerem laju lidahnya, jika tidak, habislah dia oleh orang yang menjadi pengendara motor itu.

"Daddy," lirih Adel.

Ya, Victor adalah pengendara motor yang Adel pukul helmnya. Benar-benar wanita itu, terlalu bar-bar untuk ukuran perempuan. Boleh kah Victor meragukan keputusannya untuk menikahi wanita itu? Bukan apa-apa, dia hanya takut mati lebih cepat di tangan Adel.

"Ayo naik. Kita pulang," ujar Victor datar.

Tanpa menunggu jawaban sang kekasih, Victor memundurkan tubuhnya mengisi jok belakang motor. Tangannya menarik sebelah tangan Adel, dan membawa wanita itu mengisi jok depan sebagai pengemudi.

Mengikuti keingin sang Daddy, Adel berjalan tanpa bantahan. Dari pada seperti orang gila di tempat umum, lebih baik dia ikut pulang ke Mension.

Adel mengendari motor metic yang entah milik siapa, dengan Victor sebagai penumpang di belakangnya. Setahunya, sang Daddy adalah penggila mobil, bukan motor.

Lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Wanita itu dengan tergesa berdiri dari sadel motor, agar kakinya bisa menapaki jalan raya. Motor yang mereka kendarai terlalu besar untuknya, butuh sedikit usaha lebih keras jika harus berhenti seperti ini.

"Naikkan kakimu," titah Victor.

"Jangan gila, deh! Kita bisa jatuh."

"Aku yang akan menahannya. Naikkan kakimu."

Adel menundukkan kepalanya. Benar saja, kedua kaki panjang sang Daddy sudah terulur menyentuh jalan raya tanpa usaha keras. Mendengkus kesal, namun Adel tetap mengikuti perintah lelaki itu.

My Sugar Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang