Part 25 🍒

44 1 0
                                    




Victor masih berusaha fokus pada tab yang berada di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Victor masih berusaha fokus pada tab yang berada di tangannya. Lelaki itu bersusah payah membagi fokusnya untuk gambar desain kantor cabang miliknya, sebari memasang telinga untuk mendengar isak tangis kekasihnya.

Sejak kejadian sore tadi, Adel berlari menuju Mension dengan tangisannya. Wanita itu bahkan menangis berjam-jam hingga saat ini.

"Udah, Sayang. Nanti tambah mampet hidungnya," ujar Victor.

Adel yang berada di antara paha sang Daddy, memilih abai akan ucapan Daddy-nya. Wanita itu masih tetap dengan isakannya, tangannya tak tinggal diam, terus menyentuh bibir sang Daddy.

"D--Daddy hiks j--jail b--banget, A--Adel hiks malu."

Meski teredam ceruk lehernya, Victor masih bisa mendengar dengan jelas ucapan wanita itu.

"Iya, sorry Baby. Habisnya kamu mancing-mancing, sih."

Tangan Victor terangkat mengusap lembut belakang kepala wanitanya, memberikan ciuman bertubi-tubi pada pucuk kepala wanita itu.

"Eng--enggak hiks mau ta--tau, hiks p-pokoknya D--Daddy hiks h--harus biayain a--aku ke Ko--Korea."

"Ngapain ke Korea?" Victor mengernyit bingung.

Adel memukul dada bidang sang Daddy dengan brutal, membuat lelaki itu mengaduh. "Ya, buat operasi plastik! Adel udah gak punya muka," ujar wanita itu penuh emosi.

Victor menahan tangan Adel yang masih memukulnya dengan lembut. Memberikan kecupan singkat pada punggung tangan wanita itu. "Iya, nanti Daddy biayain."

Suara lembut sang Daddy berhasil menenangkan wanita itu. Adel kembali memeluk erat tubuh Victor, menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher sang Daddy. Tangannya pun kembali memainkan bibir lelaki itu.

Hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Victor yang kembali sibuk menggambar desain untuk kantor cabangnya dan Adel yang masih berusaha menenangkan diri.

Ekspresi menjijikan yang di tampilkan sang tetangga baru sore tadi, benar-benar sulit dia hilangkan dari kepala. Meski sang Daddy hanya bermaksud untuk candaan, tetap saja dia malu.

"Ini garisnya miring," ujar Adel dengan suara serak. Tangan wanita itu menunjuk salah satu garis pada layar tablet sang Daddy.

Victor mengikuti pandangan kekasihnya, sebelum kembali fokus pada sisi lain gambarnya. "Iya, nanti Daddy benerin. Urus sisi ini dulu."

Adel hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban sang Daddy. Matanya mulai terasa berat ngomong-ngomong. Pelukan sang Daddy begitu hangat, detak jantung dan hembusan nafas kekasihnya seperti obat penenang, membawanya pada dunia mimpi.

Tau kekasihnya tertidur, Victor meletakkan tabletnya dan mengatur posisi tidur Adel. Sengaja tidak dia baringkan pada bantal, karena dia tau wanita itu belum memasuki fase tidur paling lelap.

Tangannya terus menerus membumbuhi garis demi garis pada desain kantor cabangnya, hingga beberapa saat suara ponselnya berhasil mengambil alih fokusnya.

Tertera nama Arya Wilhelmina pada ID pemanggil. Lelaki itu menggeser icon hijau dan menjepit ponselnya dengan bahu.

"Hallo," sapa sang penelfon.

"Hmm, lo ganggu tau, gak."

"Lo kira gue gak sibuk? Gue lebih sibuk, kalau bukan urusan penting ... mana mau gue bicara sama lo."

"Hmm. To the point," jawab Victor dengan singkat.

"Mobil gue bermasalah, nih. Ide siapa, sih, buat derek mobil baru itu?" Tanya Arya dengan kesal.

Dia lebih mementingkan kondisi mobil Lamborghini Countach miliknya, dibandingkan sang anak.

Victor mendengkus mendengar ucapan lelaki itu. "Ya, udah, bawa ke Bengkel. Untuk apa kau menelfonku?"

"Siapa yang akan bertanggung jawab untuk itu?"

"Aku! Kirimkan tagihannya padaku. Sumpah Arya, kau menganggu waktuku."

"Baguslah, jika kau bertanggung jawab. Kerusakan mobilku cukup parah," ujar Arya.

"Separah apa? Bagian mobil mana
Yang rusak? Tidak masuk akal jika mobilmu rusak parah, sedangkan aku menyewa mobil box besar untuk mengangkutnya."

"Ban mobilnya kempes," ucap Arya dengan santai.

Rahang Victor seakan ingin jatuh mendengar ucapan lelaki itu. Hanya karena ban mobil kempes, lelaki tua bangka itu menganggunya? Sekarang dia ragu, jika lelaki itu adalah pengusaha sukses.

"Bawa ke Bengkel, aku akan membayar."

"Aku tidak mau."

Menghela nafas panjang, Victor mencoba mengendalikan dirinya. Jika saja tidak mengingat calon istrinya yang sedang tertidur dalam pelukannya, sudah dia maki lelaki ini.

"Lalu?"

"Aku mau mobil baru."

"Anj*ng!" Tanpa sadar Victor meninggikan suaranya, membuat Adel melenguh. Dengan panik, lelaki itu mengusap punggung sempit kekasihnya, membuat wanita itu tertidur kembali.

"Apa kau gila?" Victor menekan setiap kata dalam kalimatnya.

"Tidak," ujar Arya dengan santai.

"Aku tetap mau mobil baru, oke? Kutunggu secepatnya, calon mantu."

Sabungan telfon terputus sepihak, membuat Victor menggeram marah. Namun itu tidak bertahan lama, wajah merah padam lelaki itu kini berganti menjadi senyuman liciknya.

"Kau ingin mobil baru? Tentu saja. Aku akan mengirimkannya untukmu, Arya Wilhelmina."

🌻🌻🌻🌻




🌻🌻🌻🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Sugar Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang