Bab 23 🍒

35 2 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Adel menutup kedua matanya menikmati rasa dingin berasal dari Banana Split yang baru saja di pesannya. Wanita itu memilih mengunjungi salah satu Caffe yang sedang buming akhir-akhir ini.

Sesendok ice cream hampir saja memasuki mulutnya, sebelum wanita itu meletakkan sendoknya dengan kasar dan mendorong kursi miliknya. Tanpa mempedulikan tatapan heran para pengunjung, Adel berlari secepat yang dia bisa menuju parkiran Caffe.

"Loh ... loh, Mas ini mobil saya!"

Wanita itu berteriak meski nafasnya masih terdengar memburu.

"Maaf, Mbak, ini perintah."

"Perintah siapa? Mas jangan gila, deh!"

Berjalan maju, Adel berusaha mencegah orang-orang yang akan menderek mobilnya kedalam mobil box besar.

Astaga, pantatnya bahkan belum panas pada kursi Caffe, tapi Tuhan sudah memberikannya azab.

"Mas, berhenti gak!"

Salah satu petugas yang dia duga adalah pemimpin pasukan ini menarik kedua tangan Adel menjauh dari mobil box mereka. Jika dibiarkan, wanita ini akan memperlambat pekerjaan mereka.

"Mas, lepasin! Mas gak tau Papa saya siapa, ha!"

Adel semakin kuat memberontak ketika mobil Lamborghini Countach milik sang Ayah sudah masuk sepenuh pada box mobil.

"Maaf, Mbak ... ini perintah."

Setelah melihat para anak buahnya sudah mengunci pintu box, lelaki dengan perut buncit itu melepaskan pegangannya pada kedua lengan Adel.

"Ayo, masuk kedalam mobil. Kita harus cepat," perintah sang ketua.

"Woi, itu mobil gue!"

Adelia berlari secepat mungkin guna mencegah mobil box yang membawa mobilnya pergi, tapi sayang, tenangnya tidak akan sebanding dengan kecepatan kendaraan.

"Duh, gimana, nih." Adel mengusak rambutnya frustasi.

Apa yang harus dia lakukan? Menelfon Victor? Tidak mungkin, dia sedang marah pada lelaki itu.

"Ayo, Adel ... berfikir."

Setelah terdiam cukup lama, wanita itu memutuskan menghubungi sang Ayah. Butuh beberapa saat, sebelum sambungan telfonnya terjawab.

"Hallo, Yah."

"Apa, sih, Del! Ganggu aja," kesal Arya.

Mendengar nada kesal sang Ayah, sepertinya dia sudah menganggu waktu lelaki tua itu.

"Ayah lagi ngapain, sih?"

"Ninaninu! Gara-gara kamu, jadi gagal."

Mendengar jawaban sang Ayah, Adel memutar matanya malas. "Duh, Ayah gak usah nambah anak. Ayah, tuh, miskin!"

Di seberang sana, Hanum terbahak mendengar ucapan sang anak.

"Anak durhaka! Ngapain kamu nelfon Ayah?"

Adel menepuk jidatnya. Si*l, bisa-bisanya dia lupa dengan tujuan awalnya.

"Yah, mobil Adel di derek!" Heboh anak itu. Arya sampai menjauhkan ponselnya dari telinga, akibat suara melengking sang anak.

Setelah mengusap-usap telinganya, lelaki itu kembali mendekatkan ponselnya. "Kamu gak bayar cicilannya kali," jawab Arya.

"Mobilnya udah lunas, Yah. Gimana dong?"

Teringat akan sesuatu, Arya mengalihkan topik pembicaraan. "Eh, ngomong-ngomong soal mobil ... Lamborghini Countach punya Ayah, kok, gak ada? Kamu liat, gak?"

Untung saja Adel sedang membahas soal mobil, jadi dia bisa ingat tentang hilangnya mobil baru miliknya sejak pagi.

"Itu mobil yang di derek punya Ayah!"

Arya melotot mendengar ucapan sang anak. Mobil? Mobil barunya di derek?

"Adelia Wilhelmina! Apa yang kau lakukan? Kau apa kan mobil, Ayah!"

Kini gantian Adel yang mengusap telinga akibat suara melengking sang Ayah.

"Adel gak ngapa-ngapain, Yah. Adel lagi makan, dan tiba-tiba aja mobilnya udah di masukin dalam mobil box."

Arya mengusap rambutnya kasar. Kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri mendengar informasi ini. Bagaimana nasib mobilnya saat ini? Jika sampai mobil itu lecet, tunggu saja.

"Ayah gak mau tau, ya ... kembalikan mobil itu tanpa lecet sedikit pun. Kalau sampe lecet, awas kamu!"

Sambungan telfon di matikan sepihak oleh sang Ayah. Adel semakin frustasi jika seperti ini. Ayahnya tidak mau membantu, bagaimana nasibnya sekarang?

Di seberang sana, lelaki yang masih terlihat segar itu membuang ponselnya kesal.

Sementara sang istri, hanya diam memandang raut kusut wajah suaminya.

"Akh! Apa yang kau lakukan, Arya?"

Hanum berjengkit kaget ketika sang suami mengukung tubuh kecilnya, ciuman bertubi-tubi wanita itu dapatkan, membuatnya kegelian.

"Anakmu, Hanum ... dia membuat mobilku di derek."

Geraman kesal Arya teredam oleh ceruk leher sang istri.

"Kenapa bisa?" Tanya Hanum dengan heran.

"Mana ku tau!" Arya melepaskan pelukannya, dan memandang sang istri dalam diam.

"Kenapa kau melihatku begitu?"

"Kau harus di hukum!"

Hanum berusaha menahan wajah suaminya yang akan mencium wajahnya. " Kenapa aku yang di hukum? Anak itu yang bersalah."

Kesal karena tak kunjung dapat mencium sang istri, Arya memegang kedua pergelangan tangan Hanum dan membawanya ke atas kepala wanita itu.

"Karena dia anakmu. Jadi, kau juga harus di hukum."

Lelaki itu memberikan ciuman bertubi-tubi pada b*bir wanitanya. Meski berusaha lepas, Hanum nyatanya tetap tidak mampu mengalahkan tenaga sang suami.

"Yak! Arya, dia juga anakmu!"

🌻🌻🌻🌻



🌻🌻🌻🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Sugar Daddy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang