4. Suka Jadi Duka

41 3 2
                                    

Sinar mentari telah menyapa bumi yang gelap. Cahayanya membangunkan seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Rai, bangun. Udah jam enam ini!" Teriak Husein dari dalam ruangan yang penuh dengan peralatan memasak yang hanya beberapa langkah saja sampai di kamar sang putri.

"Eum, iya yah. Rai udah bangun kok," sahut Rai sembari menggeliat diatas kasur.

Rai perlahan-lahan bangkit dari posisi tidurnya dan duduk sejenak di tepi kasur sampai nyawanya terkumpul kembali. Selepas itu, dia berjalan keluar. Satu hal yang pertama ia rasakan. Lapar. Yah, itu yang dia rasakan setelah mencium aroma harum tumisan bawang dan kawannya yang berasal dari dalam dapur. Dengan cepat gadis ini menghampiri Husein yang sedang menyiapkan makanan di ruangan itu.

Suara cacing di perutnya tak bisa diajak kompromi lagi. Tanpa ragu Rai meminta agar ayahnya lebih cepat supaya dirinya bisa segera memakan masakan lezat itu. Husein pun mengiyakan perintah putrinya itu. Namun sebelum itu, ia meminta Rai untuk mencuci wajahnya terlebih dahulu. "Supaya lebih segar," ujar Husein. Gadis berkaos hitam dengan celana kulot coklat polos itupun menurutinya.

"Yah, rahasia bisa masak enak itu apa si?" Kata Rai yang sudah menodong sepiring nasi beserta lauk pauk yang tersusun beraturan di atasnya dengan serius.

"Hem, enggak ada," respon Husein seraya mengunyah makanan yang ada didalam mulutnya.

"Masa si? Ayah kan kerjanya jadi penjual tanaman hias, bukan jadi koki atau ahli masak. Kok bisa enak gitu loh, makanannya," ujar Rai heran.

Dengan bangga, Husein menjawab, "Ya bisa lah, Husein gitu loh. Yang selalu ngelakuin sesuatu dari hati, tanpa paksaan dari orang lain."

"Hem, gitu. Berarti itu kunci hidupnya ayah ya?" Cetus Rai sembari melahap makanannya lagi.

"Yah, mungkin aja gitu," singkat Husein diiringi anggukan.

"Tapi kok ayah maksa Rai? Rai kan juga pengen ngelakuin sesuatu dari hati, bukan karna paksaan dari orang lain termasuk ayah," kata Rai dengan santainya.

Lagi-lagi anak itu mencoba membuat sang ayah menerima impiannya untuk menjadi penyanyi tanpa mengatakan maksudnya secara detail. Husein pun menjawab, "sayang, ayahkan udah bilang ke kamu, kamu itu harapan satu-satunya ayah. Lagipula dokter itu salah satu profesi yang sangat mulia. Banyak orang yang bercita-cita menjadi dokter, supaya mereka bisa membantu sesamanya. Tanpa ketenaran, tanpa mengharap pangkat, jabatan, dan imbalan," jelas pria berkumis itu membuat Rai eneg.

Rai terlihat diam dan memilih menikmati makanannya saja.

"Rai," panggil Husein dengan nada yang lebih serius.

"Em," respon Rai santai sembari meneguk segelas air putih yang sudah berada ditangan kanannya.

"Ayah memang enggak punya kuasa untuk menentukan masa depan kamu, tapi ayah bisa berharap sama kamu kan?"

"Hem, iya yah. Udahlah enggak usah bahas-bahas kesitu lagi. Ntar makanan yang rasanya super duper enak ini jadi berubah lagi," sergah Rai yang tak mau membuat ribut dengan sang ayah.

Husein pun terlihat menghela nafasnya dan tersenyum sembari menatap wajah sang putri yang nampak begitu manis melebihi manisnya gula.

~~~~~

Ketika Rai hendak membawa tumpukan piring kotor bekas sarapannya tadi, Husein memanggil namanya dan membuat Rai terdiam sejenak dalam posisi sudah berdiri dan kedua tangannya penuh tumpukan piring itu.

Rai pun menanyakan maksud dari sang ayah yang tiba-tiba memanggil namanya. "Iya yah, ada apa lagi?" Tanya Rai pelan.

"Abis ini kamu langsung siap-siap ya. Ayah mau ajak kamu jalan-jalan," ucap Husein seraya bangkit dari posisi duduknya.

Impian Dalam Mimpi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang