"Kita mau kemana si, beb? Udah malem loh. Mending kita nonton film di rumah, jadi bisa bebas," ujar Rai.
"Udah, ngikut aja, yang ini jauh lebih asik daripada nonton film," sahut Dhaisa fokus menyetir.
"Ya tapi kemana, beb? Kenapa gak mau kasih tau si!" Jengkel Rai.
Melihat pacarnya kesal, Dhaisa pun akhirnya memberi tau kemana tujuan mereka pergi. Disaat itulah Rai terkejut dan menolaknya. Bukan tanpa alasan. Dia diajak pergi ke club malam yang tentu saja hanya ada kegelapan di sana. Orang yang berkunjung ketempat itu sudah dicap sebagai orang tidak baik di mata masyarakat. Karna pada umumnya banyak sekali bentuk perzinaan, dan dosa-dosa lainnya yang tak dapat dimaafkan dilakukan di sana.
"Sekali ini aja, ayy. Kamu belum pernah nyoba masuk club kan? Lagian ada aku, kamu enggak perlu khawatir. Selagi masih muda, kita senengin diri kita dulu, oke!" Bujuk Dhaisa.
Dengan terpaksa Rai pun mengiyakan ajakan itu sembari meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja jika Sang Kekasih bersamanya. Tangan kiri Dhaisa yang menggenggam tangan Rai pun menambah keyakinan itu. Bibir Rai terangkat sedikit sembari menatap wajah Dhaisa yang juga menatapnya sedari tadi. Perjalanan mereka menuju tempat itupun berlanjut.
~~~~~
Suara musik dari Dj terdengar sangat keras di telinga Rai. Lampu yang redup, berkelip, juga berputar membuat kepalanya semakin puyeng saja. Apalagi tempat itu sangat tertutup dan banyak orang di dalamnya, seperti mau mati rasanya.
"Beb, pulang yuk. Kepala aq sakit denger musik sekenceng ini," kata Rai lirih sembari memegang lengan kiri Dhaisa yang asik berjoged.
"Haa? Apa si? Aq lagi asik dengerin musiknya nih," sahut Dhaisa sembari mengangguk-anggukan kepalanya seirama dengan lagunya. "Kalo kamu mau duduk, disana aja. Udah aku booking kok," lanjutnya seraya menunjuk kearah sebuah meja bulat yang terdapat dua kursi disisinya.
Mata Rai pun melirik kearah yang ditunjuknya. Tanpa berkata lagi dia bergegas duduk di salah satu kursi itu dan menunggu Dhaisa puas berjoged.
Seperti yang sudah ia kira, pasti banyak sekali hal yang tidak baik akan dilihatnya disana. Dia juga tak akan merasa kaget karna Dhaisa sudah memberitahunya ketika di jalan. Mata Rai terus saja diedarkan keseluruh sudut ruangan itu. Hampir semua pengunjungnya adalah laki-laki yang notabenya masih mahasiswa, ada juga segerombol cewek yang ada di meja paling ujung sedang menikmati minuman yang tersedia di sana.
Hati Rai meronta ingin pergi dari tempat itu secepatnya, tetapi tiba-tiba ada tiga orang pemuda tak dikenal mendekatinya. Mencoba menggoda dan melecehkan dirinya. Untung saja Dhaisa datang tepat waktu dan segera mengusir pemuda tadi, hingga Rai bisa menghirup udara segar meskipun sedikit.
"Kamu enggak apa-apa kan, ayy?" Tanya Dhaisa memastikan keamanan Rai.
Rai pun mengangguk dengan wajah ketakutannya saja. "Aq enggak apa, beb. Kita pulang sekarang, pliss," pintanya sembari menggenggam erat kedua tangan Dhaisa.
"Sebentar lagi ya. Temen-temen aq mau dateng kesini soalnya. Kasihan kalo mereka enggak jadi ketemu sama aq,"
"Oke. Tapi kamu di sini aja. Aq bener-bener takut ada orang yang ganguin aq kayak tadi," syaratnya.
Dhaisa pun mengangguk dan duduk bersamanya.Tak lama setelah itu, dua orang lelaki yang mengaku sebagai sahabat Dhaisa pun datang. Keduanya langsung memberikan tos pada Dhaisa.
"Hay, bro. Akhirnya dateng kesini lagi, lo," kata salah satu diantaranya.
Dhaisa hanya menyeringai saja padanya.
"Eh, siapa dia? Gua belum pernah liat sebelumnya. Anak club baru nih pastinya," cetus lelaki yang usianya nampak lebih tua dari Dhaisa 2 tahunan sembari menatap kearah Rai yang celingusan sedari tadi.
"Oh, kenalin, ini pacar gue. Rai namanya," jelas Dhaisa.
"Owh, Rai. Cantik juga," pujinya.
"Ayy, kenalin, ini temen-temen aq. Ini Andri (pria yang menyapa Dhaisa diawal), dan yang satunya Erick (pria yang bertanya tentang Rai)," ucapnya memperkenalkan Sang Sahabat.
Rai pun terlihat melemparkan senyum kecilnya pada kedua pemuda itu. Dia tak ingin banyak bicara dan basa basi, keluar dari tempat itu yang jadi prioritasnya saat ini.
"Udah lama lo disini?" Lontar Andri sembari berteriak supaya suaranya terdengar.
"Udah. Bentar lagi mau pulang nih," jawab Dhaisa tak kalah serunya.
"Jangan pulang dulu, kita minum-minum sebentar ya. Gue tlaktir deh!" tawar Andri.
"Gimana ya, pacar gue udah minta pulang nih. Kasihan dia,"
"Ya elah, suruh tunggu bentar lagi aja. Lagian udah lama juga kite enggak minum bareng," sahut Erick membujuk.
Belum mendapat persetujuan dari Dhaisa apalagi Rai, Andri sudah memesan empat botol minuman yang berbeda rasa. Empat gelas yang tadinya terbalik pun kini sudah terisi minuman dengan tambahan es batu di dalamnya sebagai penambah rasa segar. Sebelum hawa dingin dari es itu pergi, Dhaisa dan kedua temannya langsung meneguk habis minuman itu. Mereka juga mengisi ulang gelasnya karna masih ada tiga botol yang penuh di atas meja.
Sementara itu, Rai hanya menatap heran ketiganya saja. Bau dari minuman itu sangat menyengat di hidungnya. Kepala yang tadinya kleyengan, kini jadi semakin parah saja.
"Rai, gelas lo kok masih penuh si? Ayok diminum dong! Biar sama kayak kita!" kata Erick yang melihat Rai hanya diam dan tak menyentuh gelasnya sama sekali.
"Iya nih, gimana si pacar lo, Dhai. Gue udah beliin malah gak mau minum. Mahal tau harganya," timpal Andri.
Dhaisa sempat terdiam sejenak ketika mendengar ucapan dari kedua temannya itu. Matanya pun langsung ditujukan kepada Rai yang terlihat menggelengkan kepalanya seolah mengatakan kalau dia tak mau. "Ayy, ambil gelasnya nih. Cobain dulu. Enggak apa-apa kok," ucap Dhaisa yang sudah menodongkan gelas penuh itu pada Rai.
"Sorry beb, aq enggak mau," tolak Rai.
"Ayok ambil, cobain dulu," bujuk Dhaisa lagi.
"Sorry beb, aq enggak minum. Jangan paksa aq!" tolak Rai lagi sembari menjauhkan tangan Dhaisa darinya.
"Kenapa si, Rai? Enak kok rasanya. Minum segelas aja. Setidaknya lo ngehargain gue yang udah baik mau beliin lo pada minum," sambar Andri sembari meneguk habis minuman di gelasnya.
Tak enak karna Andri sudah sampai mengatakan itu, Dhaisa pun terus membujuk Rai agar dirinya mau minum, walaupun hanya segelas saja.
"Ayolah, ayy. Minum demi aq. Aq enggak enak sama Andri. Dia udah baik masa kita enggak hargain kebaikannya si?""Aq tau, beb. Tapi di dalam prinsip dan aturan di hidup aq, minum itu tidak diperbolehkan. Aq nggak mau melanggar itu!" jelas Rai.
"Ngapain harus mikirin prinsip sama aturan si? Semua itu ada untuk dilanggar. Lagipula kita ini masih muda, kita patutnya seneng-seneng, bukan terikat sama aturan. Masa muda itu nggak dateng dua kali dalam hidup, karna itu kita puasin semua keinginan kita, sebelum masa tua dateng. Karna jadi tua itu gak enak! Banyak pikiran!" Sahut Dhaisa mempengaruhi Rai.
Akhirnya, gadis polos itu terbujuk juga dengan ucapan Dhaisa. Apa yang pemuda itu katakan ada benarnya juga. Lagian dia hanya mencoba saja, apa salahnya?
Buah dari coba-coba itu membuat Rai menjadi ketagihan untuk terus pergi ke tempat itu dan minum bersama dengan mereka-mereka yang sudah lama masuk ke dalam lingkungan tak sehat itu. Dia juga sudah bisa menikmati musik yang disetel begitu keras, berjam-jam di dalam ruangan dengan lampu redup dan juga minim oksigen, berjoged ria bersama pemuda-pemuda lain yang tak ia kenal, bahkan perubahan yang paling terlihat dari cara berpakaiannya. Dia lebih suka memakai rok 5 senti di atas lutut dengan baju berwarna cerah tanpa lengan. Tak bisa dibayangkan bagaimana tatapan para kaum adam padanya jika sedang berada di tempat itu. Pasti banyak pikiran mesum di otak mereka.
Apa yang terjadi saat ini, adalah keputusan kita sendiri.
Lanjut nggak si? Udah mau ke bagain yang sensitif nih😬
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dalam Mimpi (Selesai)
JugendliteraturAresha Raiqa Shafiyah atau kerap dipanggil Rai merupakan murid SMA Tunas Jaya kelas XII IPA 1. Gadis berpostur tubuh mungil dengan rambut hitam panjang dan bergelombang ini mempunyai segudang prestasi. Menjadi seorang penyanyi terkenal adalah cita-c...