8. Gara-Gara Sisir

32 2 0
                                    

Hari semakain gelap.  Sinar mentari pun sudah berubah menjadi jingga, membuat lukisan senja yang indah di langit sore. Rai sudah terlihat fresh setelah mendapat guyuran dari shower. Dengan jurus merabanya, ia mampu mandi bahkan menyiapkan baju sendiri. Tentu saja tema bajunya black and white. Karna hanya itu warna baju yang ia koleksi.

"Tok tok tok," suara pintu yang diketuk.
"Rai, lo udah selesai belum? Mamah udah nyiapin makanan nih," kata Kai dari balik pintu kamar tamu yang kini menjadi kamar Rai sementara waktu.

"I-iya Kai. Bentar lagi nih. Gue lagi nyari sisir enggak ketemu-ketemu. Boleh enggak lo bantu gue nyariin?" Ucap Rai yang resah karna sisir kesayangannya tak dapat ia temukan.

Kai pun bersedia membantu temannya tanpa syarat. Ia menerobos pintu yang menghalangi jalannya dan menghampiri Rai.

"Lo udah masuk, Kai?" Tanya Rai yang mencoba mendengarkan langkah kakinya.

"Iya gue udah disini. Gue di sebelah kanan lo sekarang," sahut Kai melirik kearahnya.

"Ooh, iya," respon singkatnya.
"Coba tolong cariin sisir gue dong, Kai. Masa gue cari enggak ketemu-ketemu dari tadi. Padahal gue inget banget kalo sisirnya gue taruh di sebelah foto ini," kata Rai sembari menunjukkan letak awal sisirnya.

"Hem, coba gue cari di bawah. Kali aja jatuh," jawab Kai seraya mencari benda itu di lantai. Namun, ia sama sekali tak bisa menemukannya. Bahkan ia sudah mencarinya di seluruh ruangan itu, tetapi hasilnya nihil.

"Gimana? Ketemu enggak?" Tanya Rai yang hanya bisa diam ditempat.

"Enggak ketemu. Lo lupa nggak bawa kali,"

"Ih, enggak mungkin gue enggak bawa tu sisir. Pagi tadi aja masih gue pake, masa sekarang ngilang si?" Jelas Rai heran.

"Wah wah wah, mencurigakan. jangan-jangan sisir lo punya kemampuan berpindah tempat lagi. Atau bisa ngilang sendiri. Ih serem banget si. Pasti gara-gara warnanya item nih jadi setan-setan pada suka dan masuk ke dalam sisir lo itu!" tutur Kai merinding sendiri.

"Enggak usah ngaco deh. Enggak lucu! Mana ada setan suka sama sisir? Dan buat apa juga mereka ambil sisir gue? Mendingkan ambil duit lo!" Sahut Rai ngegas.

"Hem, ya juga yah," respon pemuda itu sembari berpikir kemana sisir itu berada.
"Oh, gue tau sekarang. Pasti ada maling masuk kedalam kamar ini. Makanya sisir lo ilang karna mereka curi," tukas Kai yang semakin mengada-ngada.

"Huft, lebih enggak lucu tau enggak! Buat apa maling masuk ke rumah segede ini cuma buat ambil sisir doang? Enggak ada faedahnya banget!" Kesal Rai sembari meraba tempat tidurnya yang berada di samping kirinya lalu duduk.

"Ih, kesel nih yeee?" Ledek Kai yang ikut duduk menjejerinya.

"Tau ah," ketus gadis itu membuang wajahnya dari Kai.

Wajah kesal Rai benar-benar terlihat menggemaskan di mata Kai. Sampai-sampai ingin sekali Kai menarik pipi sahabatnya itu dan mencubit hidung minimalisnya sampai warna merah timbul dengan alami disana. Tapi yah sudah pasti Kai tak tega melakukan itu. Bisa-bisa Rai merengek dan mengadukannya pada sang mamah.

"Jangan kesel-kesel gitu napa! Ntar gue beliin deh yang banyak biar kalo ilang masih ada gantinya," kata Kai berjanji. "Abis makan tapi!" imbuhnya.

Rai yang mendengar hal itupun langsung melebarkan bibirnya dan mengangguk cepat menyetujui perkataan sang sahabat. Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Rai meminta Kai untuk membantunya ke ruang makan. Kai pun dengan segera menuntun sahabatnya menuju tempat yang dia inginkan.

Disana, ternyata Ahmed dan Sheyla sudah menunggu kedua anak itu. Mereka adalah orang tua Kai yang memiliki hati begitu besar sehingga mau membantu Rai tanpa berharap imbalan apapun. Setelah empat kursi terduduki, makan malam pun dimulai. Peran Kai sebagai sahabat pun ditunjukkan lagi dengan menyuapi Rai dengan tlatennya. Meskipun sebenarnya Rai sudah menolak dan menyanggupi kalo dia bisa makan sendiri. Yah, persahabatan yang penuh kasih sayang. Apa akan menjadi sebuah cinta nantinya? Baca terus kelanjutan ceritanya!

Impian Dalam Mimpi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang