Mentari telah menampakkan wujudnya kembali. Sinarnya menyusup masuk ke dalam rumah melalui lubang-lubang udara maupun celah-celah yang ada. Suara teriakan Sheyla membangunkan Kai pun menjadi hal pertama yang Kai ketika bangun tidur.
"Kai, bangun sayang. Udah pagi. Cepet mandi terus siap-siap, abis itu sarapan dibawah ya. Mamah udah minta bibi buat bikinin nasi goreng kesukaan kamu," Kata Sheyla sembari menyingkap gorden dan membiarkan cahaya Sang Fajar masuk ke dalam kamar putranya.
Kai yang masih merasa ngantuk akibat semalaman tak bisa tidur pun hanya menggeliat seraya menarik selimut yang sudah melorot sampai seluruh bagian tubuhnya tak terlihat lagi.
"Huft, dasar ya si bujang. Ayok bangun, sayang. Nanti telat loh ke sekolahnya!" ucap Sheyla seraya menarik selimut tebal Kai dan menggoyangkan tubuhnya sampai Sang Putra benar-benar bangun.
Kai yang terganggu karna itupun akhirnya bangkit dari tidurnya dan meninggalkan mimpi indahnya.
"Ah, mamah ganggu orang lagi tidur aja deh! Gak tau apa ya kalo anaknya masih ngantuk!" Gerutu Kai.
"Udah, sana mandi. Nanti ngantuknya pasti ilang," jelas Sang Ibunda yang terus mendesaknya.
Perlahan lahan Kai pun berdiri dan berjalan menuju kamar mandi dengan sempoyongan bersamaan matanya yang masih sangat berat untuk terbuka.
Setelah 20 menit kemudian, pemuda itu sudah terlihat rapi dengan seragam serba coklat dan hasduk merah putih yang dilingkarkan di lehernya dengan mengenakan sepatu pantofel hitam dan juga kaus kaki hitam sebagai pelengkap seragamnya kali ini.
"Clentung!" Suara pemberitahuan dari ponselnya.
Pemuda itupun langsung mengambil ponselnya dan meninggalkan botol parfum yang baru saja disemprotkan ke tangan dan lehernya di atas meja.
"Pagi Kai. Lo bisa jemput gue gak? Sekalian mau ada yang gue omongin ke lo," isi pesan yang Kai terima dari Sang Sahabat.
"Pagi juga. Oke, gue ke rumah lo sekarang," balas Kai lalu mengambil jaket dan tas gendongnya yang sudah disiapkam di atas kasur tadi.
Tanpa sarapan terlebih dahulu, Kai langsung pergi menjemput Rai. Kai memang selalu begitu. Kalo sudah menyangkut Rai, dia pasti akan mengesampingkan yang lainnya. Kedua orang tuanya juga tak heran dengan sifat anaknya itu. Mereka hanya berpesan agar Kai berhati-hati di jalan dan sarapan di kantin sekolah nanti. Hanya sebuah anggukan yang Kai berikan, seolah mengiyakan pesan papah mamahnya.
Beberapa menit kemudian, Aki sudah berhenti tepat di depan rumah Rai. Nampak jelas di sana Rai sudah menunggu kedatangan Kai. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Kai yang masih berada di motor.
"Pagi Kai. Maaf ngrepotin kamu," sapa Rai disertai permintaan maaf.
"Pagi juga," respon Kai. "Nih, pake helm-nya," pinta Kai sembari mengulurkan helm bogo hitam pada Rai.
Rai pun mengangguk dan memakai helm itu.
"Lo mau ngomong apa? Apa soal yang kemarin malem?" Cetus pemuda itu seraya menyalakan mesin motornya kembali.
"Eum, iya. Kita bicara di kantin aja ya. Lo pasti belum sarapan," jawab Rai yang kini sudah duduk di belakang Kai.
Kai pun tak menjawabnya. Pemuda ini hanya mengangguk lalu mulai menancapkan gas motornya. Perlahan-lahan motor itupun bergerak meninggalkan rumah Rai yang rumput di halamannya sudah lumayan tinggi.~~~~~~
"Bu Is, pesen nasi yang komplit ya!" Kata Rai seraya duduk di bangku yang sudah disediakan.
"Oke. Satu atau dua?" Sahut Bu Is bertanya.
"Dua," jawab Rai sembari menunjukkan dua jari ditangan kanannya.
Bu Is pun mengangguk dan mengacungkan jempolnya seolah berkata "oke" padanya.
"Kai," panggil Rai pada Kai yang sedari tadi diam menatap layar ponselnya.
"Em," responnya seraya menaruh benda kotak tipis itu ke dalam saku seragamnya.
"Tumben pagi-pagi udah sibuk main hp. Lagi ada yang ditungguin?" Ujar Rai kepo.
"Gak ada. Tadi cuman bales WA aja," jawab Kai datar.
"Oh, gitu," respon Rai.
"Kai," panggilnya lagi.
"Iyah. Apalagi? Mau ngomong? Ngomong aja. Gue pasti dengerin kok," sahut Kai tak seramah biasanya.
Lantas saja Rai mulai berbicara hal yang penting pada Kai. Tentu saja tema yang dibicarakan tak jauh dari apa yang Kai katakan semalam. Rai tak setuju penuh dengan saran yang Kai berikan. Jika selama itu Rai tidak mengambil job, maka darimana dia akan mendapatkan uang. Terlebih lagi namanya sudah tersebar di seluruh nusantara, jika dia menghilang tiba-tiba, maka itu akan mempengaruhi kepopulerannya. Belum lagi dengan single perdananya yang akan tinggal menghitung hari lagi akan diproses. Semua harus menjadi pertimbangan yang matang.
"Terus mau lo apa?" Tanya Kai dengan menatap tajam matanya.
"Eum..Gue mau tetep nyanyi tanpa harus mengorbankan pendidikan Gue," jelas Rai.
"Gimana caranya?"
"Me-manage waktu," jawabnya.
Kai yang mendengar jawaban itupun sontak mengerutkan dahinya seraya melontarkan pertanyaan padanya. "Apa lo bisa atur waktu lo sendiri?"
"Ya mungkin gue gak bisa, tapi lo bisa kan?" Menatap dalam mata Kai penuh harapan. "Gue mau lo jadi manajer gue. Semua yang akan gue lakuin berdasarkan jadwal dari lo. Dan semua orang yang mau kasih job nyanyi buat gue, itu melalui Lo. Lo yang nentuin diterima atau enggaknya penawaran mereka. Gimana? Lo mau ya," jelas Rai sembari membujuk Sahabatnya itu.
Kai hanya diam tak membalas satupun kata pada Rai. Dia memilih menikmati makanan yang baru saja mendarat di atas mejanya dengan cuek. Rai yang melihat hal itupun berdecak kesal sembari mengaduk-aduk nasi diatas piringnya seolah tak selera makan. Dalam hati ia berkata, "ih, ngeselin banget si!" Racaunya menatap kesal Kai yang asik makan.
"Kenapa ngeliatin gue terus? Ati-ati ntar demen loh!" Ucap Kai yang sadar kalau Rai terus menatapnya sedari tadi.
"Gak bakal!" Ketus Rai yang kali ini memindahkan pandangannya ke nasi yang sudah tercampur dengan lauknya.
"Dimakan tuh, nasinya! Jangan diaduk-aduk gitu. Nangis loh nanti," ujar Kai sembari mengunyah makanan yang sudah berada di dalam mulutnya.
"Gue gak laper!" Sahut Rai seraya menaruh alat makannya dan bangkit dari duduknya lalu pergi begitu saja.
Kai pun hanya membiarkannya saja dan terus melahap makanannya sampai benar-benar tak bersisa.
Lima menit lagi bel tanda dimulainya pelajaran segera berbunyi. Kai pun sudah berjalan meninggalkan kantin dan menuju kelas kebanggaannya. Sepanjang lorong tempatnya menuju kelas, dirinya tak henti-hentinya disapa para kaum hawa yang sedang duduk-duduk di depan kelas sambil menggosip ataupun curhat tentang kisah cintanya. Dengan ramahnya Kai pun membalas sapaan mereka dengan kata "hai" atupun hanya dengan lambaian tangan diiringi oleh senyum manisnya yang membuat siapapun klepek-klepek ketika melihatnya.
"Kai," teriak seorang gadis memanggil namanya sembari melambaikan tangan.
Kai yang mendengar suara itupun mencari pemilik suara itu. Matanya diedarkan kearah gerombolan siswa yang baru saja menapakkan kakinya masuk ke gedung sekolah ini."Heh, Kai. Gue teriakin dari tadi kagak denger-denger lu ya!" Kata gadis itu yang kini sudah di hadapan Kai.
"Eh, Yumna. Hehe, sorry. Terlalu fokus tadi," jawab Kai meringis.
"Hem, terlalu fokus liatin adik kelas ya!" Tukasnya.
"Heem," respon Kai seraya melanjutkan langkahnya.
"Loh, tumben lo sendirian, Kai? Rai mana?" Tanya Yumna seraya membuntuti Kai.
"Udah duluan tadi," jawab Kai singkat.
"Oh gitu," respon Yumna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dalam Mimpi (Selesai)
Roman pour AdolescentsAresha Raiqa Shafiyah atau kerap dipanggil Rai merupakan murid SMA Tunas Jaya kelas XII IPA 1. Gadis berpostur tubuh mungil dengan rambut hitam panjang dan bergelombang ini mempunyai segudang prestasi. Menjadi seorang penyanyi terkenal adalah cita-c...