Di sela perbincangan itu, ponsel Kai berdering. Panggilan suara dari Sang Ibunda masuk. Entah apa yang diperbincangkan oleh kedua orang itu, yang pasti Kai pergi buru-buru setelah mendapat panggilan itu. Rai pun merasa khawatir setelah kepergian sahabatnya itu. Harap-harap tidak ada hal buruk terjadi pada keluarganya.
Kesempatan berbicara empat mata dengan Rai kini Dhaisa dapatkan. Dia mencoba menenangkan Rai yang gelisah dan mulai mendekatinya.
"Semua pasti baik kok, Rai. Lo gak usah khawatirin Kai. Yang perlu lo khawatirin sekarang itu karir lo," jelas Dhaisa yang terlihat sudah menyatukan tangannya dengan Rai.
"Kenapa seperti itu?" Sahut Rai dengan alis yang menukik tajam. "Kai pergi gitu aja setelah dia nerima telfon, dan gue gak boleh khawatir?" Jelas Rai dengan nada bicara yang dinaikkan.
"Ya boleh aja, tapi apa Kai juga ngelakuin itu ke kamu?" Cetus Dhaisa memberi rasa bingung padanya.
"Maksud lo?"
"Ya, gimana ya, gue mau ngomong tapi enggak enak sama lo. Takutnya gue malah buat hubungan lo sama Kai jadi renggang," ujar Dhaisa yang kini sudah bangkit dari posisi duduknya dan berjalan menjauh dari Rai.
"Lo ngomong atau gue bakal jauhin lo juga!" Desak Rai yang sudah sangat penasaran.
"Eum, oke gue bakal kasih tau lo. Tapi lo janji enggak akan marah setelah ini," tawarnya.
Gadis itupun hanya mengangguk dan menatap dalam wajah Dhaisa dengan penuh harapan rasa penasarannya itu akan hilang.
Dengan penuh tipu daya dan kelicikannya, pemuda ini mengatakan banyak hal buruk tentang Kai pada Rai. Dia berusaha penuh menjatuhkan Kai agar rasa kepercayaan Rai padanya hilang. Mulai dari tuduhan-tuduhan kecil, seperti numpang tenar, kecurangan Kai dalam membagi hasil dari cover lagunya, upah bernyanyi Rai yang dibayarkan tidak penuh olehnya, hingga tuduhan kalau Kai hanya memanfaatkan Rai saja terlontar dari mulut Dhaisa.
Rai sontak saja terkejut ketika mendengar pernyataan dari temannya itu. Dia juga tak menyangka kalau Kai akan mencurangi dirinya seperti ini. Air matanya pun tak tertahankan kala itu. Sebuah kebenaran yang sangat menyakitkan baginya. Bukan soal uang ataupun ketenaran, tetapi lebih rasa percayanya yang sudah dihianati. Rai sangat kecewa pada Kai. Kebaikannya selama ini ternyata hanya untuk menutupi kecurangannya saja.
"Lo tega banget sama gue, Kai!" Kata Rai sembari mengepalkan tangannya dengan erat sehingga membentuk sebuah tinjuan yang siap dilayangkan.
"Gue terlalu lugu atau saking tol*lnya si, sampe sampe gue enggak sadar lo ngelakuin itu!" Tambahnya seraya menjatuhkan kepalan tangannya di permukaan kursi yang keras hingga terdengar suara "brak" yang keras di sana.Melihat Rai yang mencoba meluapkan rasa emosinya pada kursi itu, Dhaisa pun langsung mencegahnya. Tangannya meraih lengan Rai dan langsung memeluk tubuhnya tanpa ijin. Rai sempat meronta, tetapi pelukan itu terasa terlalu nyaman baginya. Alhasil dia hanya pasrah dan menangis di pelukan itu saja.
"Gue udah pernah kasih tau lo, supaya lo lebih hati-hati lagi sama orang, tapi lo enggak dengerin gue. Semoga kali ini lo bisa sadar dan buka mata lo baik-baik, kenalin siapa yang sebenarnya teman sejati dan mana teman yang hanya mau manfaatin lo aja!" Titah Dhaisa yang berusaha membuat Rai terus merasa nyaman di pelukannya.
"Dan gue rasa, dia bukan cuma mau manfaatin lo aja, Rai. Dia juga pengen karir lo hancur!"Mendengar kalimat tuduhan itu, Rai pun langsung melepas pelukannya. Matanya menatap tajam wajah Dhaisa yang berada tepat satu jengkal di hadapannya. Nafasnya berdengus kencang sehingga pemuda itu dapat merasakan hembusan nafasnya.
"Gak mungkin. Sahabat gue enggak mungkin ngelakuin itu. Kai enggak akan pernah berbuat seperti itu!" Sergah Rai sembari menarik erat krah kemeja Dhaisa sehingga tubuh keduanya menjadi lebih dekat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dalam Mimpi (Selesai)
Teen FictionAresha Raiqa Shafiyah atau kerap dipanggil Rai merupakan murid SMA Tunas Jaya kelas XII IPA 1. Gadis berpostur tubuh mungil dengan rambut hitam panjang dan bergelombang ini mempunyai segudang prestasi. Menjadi seorang penyanyi terkenal adalah cita-c...