5. Luka Setelah Duka

33 4 0
                                    

Delapan hari telah berlalu. Mayat dari seluruh korban meninggal akibat kecelakaan itu sudah membusuk dimakan cacing dan kawanannya. Dari 38 orang yang ada di dalam bus, hanya satu yang selamat. Dia adalah Rai. Bagaimana bisa itu terjadi? Tidak ada yang tidak mungkin jawabannya.

Dengan kekuatan doa dan keberaniannya, Rai bersama sang ayah melompat keluar sebelum kendaraan besar itu terjungkal masuk ke dalam jurang dan meledak. Namun entah apa yang terjadi lagi saat itu, Rai sudah tak mengingatnya. Yang dia tau kabar kematian dari sang ayah saja setelah dirinya terselamatkan dan dirawat di rumah sakit. Hati Rai sangat hancur ketika mendengar kabar itu. Ditambah lagi kabar hilangnya penglihatannya dari dokter. Sudah hancur, tambah hancur lagi.

"Yah, Rai rindu. Kenapa Allah mengambil nyawa ayah secepat ini. Rai masih butuh ayah. Gak ada ayah, gak ada juga cahaya di hidup Rai. Dunia ini sudah menjadi gelap, yah. Semua keindahan, kecantikan, dan semuanya yang ada di dunia ini gak bisa Rai lihat lagi," ucapnya penuh kesedihan. "Rai gak tau apa yang terjadi di luaran sana. Rai hanya bisa diam diatas tempat tidur ini sambil mengingat wajah ayah dan menangis saja," kata Rai yang terduduk di bibir kasur sembari memeluk bingkai fotonya dan juga sang ayah.

"Jika waktu bisa Rai putar kembali, Rai akan ngelakuin apapun demi ayah. Termasuk mengejar impian ayah supaya Rai menjadi seorang dokter. Rai pasti akan lakuin itu, yah. Dan Rai enggak akan nyanyi sedikitpun demi ayah juga. Rai akan buang jauh-jauh impian Rai demi ayah. Tapi ayah udah gak ada sekarang. Apa yang bisa Rai lakuin sekarang?" Sambung Rai yang hilang harapan.

"Tok tok tok, Assalamualaikum," suara pintu yang diketuk diiringi salam oleh seseorang dari luar rumah Rai. Rai yang mendengar suara itupun langsung mengarahkan pandangannya ke sumber suara itu. Entah siapa yang datang, Rai belum bisa mengenalinya. Meskipun begitu, Rai tetap mempersilahkan orang itu untuk masuk. Karna beberapa hari ini tetangganya sering datang menjenguknya. Entah hanya sekedar melihat kondisi Rai, ataupun membawakan makanan untuk gadis buta itu.

Pintu kamar Rai yang selalu terbuka pun membuat orang lain bisa leluasa masuk ke dalamnya. Termasuk orang yang baru dipersilahkan masuk olehnya.

"Rai, boleh Aq masuk?" Kata seorang pemuda yang sudah berdiri di depan pintu kamar Rai dengan membawa sebuah bungkusan di tangannya sembari menatap wajah Rai dari jauh.

Rai pun tanpa ragu mempersilahkan pria itu masuk sembari melayangkan sebuah pertanyaan. "Darimana aja kamu, Kai? Udah lupa sama temen kamu ini?" Lontar Rai pada pria itu.

Pria itupun langsung mengkerutkan dahinya sambil berkata, "lo tau ini gue, Rai?"

"Heh, lo ini lucu Kai. Mana mungkin gue gak tau itu lo. Gue emang enggak bisa liat, tapi gue masih bisa denger dan ngenalin lo!" jelas gadis tersebut yang tetap berada di posisi awalnya.

Kai pun hanya menghembuskan napas panjangnya sembari duduk di samping Rai.

"Gimana kabar lo? Gue bawain nasi goreng nih. Lo makan ya!" Pinta Kai seraya mengeluarkan sebuah sterofoam  dari kantung plastik bening yang ia bawa.

"Lo belum jawab pertanyaan gue, Kai!" sergah Rai yang masih menunggu jawaban dari Kai atas pertanyaannya tadi.

Kai terlihat menarik nafas dalam dan berkata, "Rai, gue turut berduka atas musibah yang menimpa keluarga lo ya. Semoga ayah kamu ditempatkan di tempat yang terbaik sekarang. Dan insyaallah beliau sudah tenang disana. Dan buat lo, tetap semangat ya. Jangan berkecil hanya karna keadaan lo yang sekarang. Gue akan jadi temen yang selalu ada di samping lo sampai kapanpun. Gue janji itu," kata Kai sembari memegang bahu Rai sembari tersenyum kecil.

"Makasih, Kai. Gue harap apa yang lo bilang itu bener. Bukan hanya sekedar buat ngehibur gue aja," balas Rai yang terlihat melemparkan senyum tipisnya pada Kai.

Impian Dalam Mimpi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang