18. Pemandangan Kursi Panjang

14 3 1
                                    

Sudah lama semenjak dirinya datang kerumah Rai, Kai tak terlihat mengawasi gadis ini lagi. Kesibukan karna kini dia harus kuliah dan membantu ayahnya bekerja di kantor menjadi faktor utamanya.

Pagi hari dia harus pergi ke kantor ayahnya, lalu sekitar pukul dua sore dia pergi ke kampus hingga jam tujuh malam. Setelah itu dirinya baru bisa pulang kerumah, itupun jika tidak ada tugas dari dosennya. Sudah bagai kuda dirinya saat ini. Namun mengeluh tidak ada artinya lagi. Terlebih kondisi ayahnya yang semakin hari semakin memburuk karna penyakit jantung yang diidapnya semenjak lima bulan lalu. Kemungkinan buruk harus bisa diterimanya jika Sang Ayah harus pergi untuk selamanya, karna itulah ia belajar sedikit demi sedikit untuk mengelola bisnis sang ayah agar dia bisa melanjutkannya.

Hari ini adalah hari minggu, dimana kegiatan belajar mengajar di kampusnya tutup sampai hari senin tiba. Semua karyawan di perusahaan Ahmed juga diliburkan total. Pagi-pagi sekali Kai sudah meninggalkan rumahnya. Dia terlihat membeli seporsi bubur ayam dengan toping lengkap lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah Rai. Pemuda ini sudah sangat rindu ingin melihat temannya, meskipun dia tak tau kedatangannya akan diterima dengan baik atau tidak. Hanya mengetahui kabarnya saja dia sudah bisa tenang dan senang.

"Tok tok tok," suara pintu yang diketuk diiringi salam dari Kai. Pemuda ini terlihat sudah tiga kali mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tetapi tidak ada respon sama sekali dari si pemilik rumah.

"Rai kemana si? Kok nyaut-nyaut. Apa dia tau kalo aq yang dateng ya, jadinya dia gak mau bukain pintu," ujar Kai sembari mencoba mengintip dari jendela rumah Rai yang tak tertutup rapat oleh gorden. Hanya ada kegelapan di dalam rumahnya. Dia tak melihat ada aktifitas orang di rumah itu, tetapi lima jari yang terlihat keluar dari sela-sela kursi kayu panjang itu membuat dirinya yakin kalau Rai ada di dalam.  Dia pun mencoba menggedor pintunya lagi sembari memanggil nama Rai dan menggerak-gerakkan gagang pintu kayu tersebut sehingga membuat pintu itu terbuka dengan sendirinya.

"Blak," pintu itu terbuka keras dan menghantam tembok. Pemuda itu nampak terkejut sendiri ketika pintu terbuka. Ternyata Rai tidak menguncinya.

Meninggalkan urusan pintu, Kai langsung memusatkan pandangannya kearah kursi panjang yang letaknya tak jauh dari jendela nako rumah Rai dimana ia melihat jari tangan seseorang di sana.

Sungguh, hatinya terasa sangat sakit, nafasnya menjadi sesak, tangan dan kakinya pun menjadi gemetar ketika sebuah pemandangan tak mengenakkan ada di depan matanya. Sebuah tatapan kekecewaan pun ia tujukan pada seorang Gadis yang tertidur terlentang di atas kursi kayu panjang bersama sebuah botol minuman kaca ditangan kanannya.

"Rai! Apa yang kamu lakukan!" Raung Kai seraya merebut botol minuman itu lalu membantingnya ke lantai hingga terdengar suara pecahan beling yang keras.

"Prakk," kira kira seperti itu suaranya.

Bukan hanya botol minuman saja yang terbanting, tetapi satu bungkus bubur ayam spesial yang ia beli khusus untuk gadis ini juga menjadi korbannya.

Gadis itu yang tak lain adalah Rai pun langsung terbangun kala mendengar suara gaduh itu. Matanya terbuka diiringi gerakan tubuhnya yang bangkit dari posisi tidurnya dengan cepat.

"Apa ini, Rai! Apa lo udah enggak waras lagi! Bisa-bisanya lo melanggar prinsip dan aturan yang ada di dalam agama kita!" Gertak Kai yang bola matanya sudah membulat lebar menatap wajah Rai yang terkejut saat melihat dirinya ada di sana.

"A-apa yang kamu lakukan di sini? Siapa yang ngijinin kamu buat masuk kerumah Aq!" Ucap Rai dengan gugup.

"Pertanyaan itu enggak penting sama sekali, Rai. Jawab pernyataan Aq, kenapa lo minum? Dan apa ini? Pakaian macam apa yang lo pakai saat ini? Sangat tidak pantas!" Seru Kai mengomentari penampilan Rai yang hanya mengenakan tangtop pink dengan rok mini saja.

Rai pun semakin gugup saat itu. Dia hanya diam tak berani menatap mata Kai seolah ingin menutupi semua rahasia dalam hidupnya saat ini.

"Kenapa lo diem. Jawab pernyataan gue, Rai!" Desak Kai sembari memegang kedua bahu Rai lalu menggoncangkannya beberapa kali. "Ini pasti karna ulah laki-laki itu kan! Dia yang udah buat lo jadi begini. Dia memang breng*ek. Gue nggak akan biarin lo deket-deket lagi sama dia! Enggak akan! Kamu denger itu!" Tutur Kai dengan marahnya.

"Lepasin gue, Kai!" Sergah Rai seraya menepis tangan Kai. "Udah berapa kali si gue ingetin ke lo, enggak usah campurin urusan gue! Gue lebih tau mana yang baik dan mana yang enggak buat hidup gue! Lo itu bukan siapa-siapa yang berhak ngatur dan ikut campur urusan orang lain! Jadi stop ganggu hidup gue! Gue bener-bener muak liat muka lo!" Sembur Rai yang tak kalah murkanya.

"Gue emang bukan siapa-siapa di mata lo, Rai. Tapi lo itu segalanya di hidup gue. Lo sahabat terbaik gue, bahkan gue harap, lo jadi cinta pertama dan terakhir buat gue. Gue enggak akan ngebiarin lo seperti ini!" Ungkap Kai seraya menajamkan matanya. "Gue tau lo sekarang bahagia, lo seneng, dan bisa puas ngelakuin segalanya dengan bebas. Tapi ingat Rai, semua ini hanya sementara. Akan banyak kesedihan setelah itu. Lo bakal hancur sehancur-hancurnya dan yang lo punya cuma kata menyesal aja!" Seru Kai sembari menurunkan tangannya.

"Justru Aq akan menyesal kalau Aq dengerin semua omong kosong kamu itu. Masa muda itu digunakan untuk bersenang-senang, bukan terpenjara karna mengikuti aturan," ucap Rai ngotot.

"Lalu bagaimana dengan karir dan mimpi kamu? Apa kamu akan biarkan itu semua hancur karena satu kebodohan kamu. Semua perjuangan yang kamu bangun dari nol, sampai akhirnya satu-persatu mimpi kamu itu tercapai, apa kamu tidak menyayangkan hal itu. Pikirkan itu, Rai. Masa muda itu masa emasnya kita. Masa dimana kita membentuk masa depan yang baik, bukan untuk bersenang-senang!"  tambah Kai lagi.

Seolah lelah mendengar ocehan dari pemuda itu, Rai pun hanya diam lalu masuk kedalam kamarnya saja. Hanya membuang waktu istirahat saja, pemuda itu.

Emosi Kai benar-benar memuncak saat itu. Untung saja dia masih bisa mengendalikannya, atau seisi rumah itu akan hancur oleh kedua tangannya.

Masa muda kalian digunain untuk apa?

Kalian setuju nggak, kalo aturan dibuat untuk dilanggar?

Kalo jadi Kai, kalian bakal marah juga nggak si liat temen kita berubah kayak gitu?

Tunggu kelanjutannya ya...

Impian Dalam Mimpi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang