58

73 12 5
                                    

Tepat setelah polisi datang ada sebuah teriakan yang mengalihkan perhatian mereka.

"woy kenapa Lo bunuh temen gue hah!"
Para siswa yang terlibat tawuran langsung mengerumuni sumber keributan
Disana salah satu anak SMA sebelah tampak tergeletak dengan keadaan mengenaskan.

Perutnya terkena sabetan benda tajam hingga darahnya menggenang.

Dan tampak Jae yang berdiri sambil memegang sebuah golok.

"Bangsat Lo!" teriak siswa mendorong tubuh Jaenal yang terdiam.


Tak ada yang tahu kejadian secara detail karena semua sedang panik ketika polisi datang.
Para polisi yang baru saja datang langsung menghambur mengahpiri kerumunan itu.

"kamu, ikut saya kek kantor polisi" ucap komandan polisi menunjuk Jaenal.

"Saya nggak ngelakuin ini pak! Demi Allah!" Bela Jaenal pada dirinya sendiri.

Lantas kesebelas kawannya pun turut membela, "Teman kita nggak mungkin ngelakuin ini pak, dia nggak akan tega!" Ihan menghadang polisi tersebut untuk membawa Jaenal.

Namun para polisi itu tak menghiraukannya dan tetap membawa Jaenal yang terdiam, ia bingung dengan apa yang terjadi.

Dua polisi itu mengandeng tangan Jaenal dan menuntunnya ke mobil polisi.

"Lo fitnah temen gue ya anjing?!!" Runan maju menarik kerah baju Asep.

Kemudian para anggota Teriasin serta merta melampiaskan emosinya ke Asep.

"bukti sudah di depan mata dan Lo masih bilang kalo ini fitnah?"

Di tengah keributan pada anggota Teriasin yang lain dengan Asep, mereka tak menyadari Hamdan yang mengejar para polisi yang membawa Jaenal.

"pak berhenti pak! Pak temen saya ga salah pak!" Teriaknya menahan tangis.

"Sudah lepaskan!" Gertak sang komandan polisi

"Itu anak-anak yang masih ribut bawa sekalian ke kantor polisi!"

"Kita harus kasih pelajaran.."

Hingga akhirnya keduabelas dan beberapa anggota dari sekolah lain ikut di bawa ke kantor polisi.

Hari ini serasa begitu kelam. Baru saja kegembiraan mereka kembali seutuhnya namun kini kembali runtuh. Bahkan tenggelam.

Sesampainya mereka di kantor polisi, mereka di jadikan satu ruang, kecuali Jaenal.

Anak-anak dengan dua sekolah yang berbeda itu masih saling ribut hingga sipir menegur mereka, "Diam! Kalian ini sudah di kantor polisi!"

"ya masalahnya apa pak kalo kita di kantor polisi, kita di bawa ke sini sama sama tapi kenapa bapak pisahin Kami sama teman kami!" Teriak Hamdan yang masih tak terima dengan apa yang menimpa Jaenal.

"Teman kalian itu sudah melakukan kejahatan yang serius jadi harus di proses secara hukum. Kalian juga masih ditahan sebelum dijemput oleh orang tua."

"Kenapa gini sih?!" Ihan mengacak rambutnya frustasi.

"pak ga mungkin lah Jaenal kaya gitu, bapak pasti salah paham" Chandra ikut berkomentar.

"Sudah diam. Kalian tidak dimintai pendapat disini!"

Tak berselang lama para orang tua mereka datang untuk menjemput anak anaknya, termasuk orang tua Jaenal.

"Ajun, Runan, Dyo!"
Itu Anjani yang menyerukan nama mereka bertiga.

Yang dipanggil mendongak ke arah suara.
"Bunda.." Ucap Ajun lirih Sementara Runan dan Dyo hanya bisa terdiam menyembunyikan segala rasa takut, marah serta kebingungan pada dirinya sendiri.

TERIASIN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang