"(Name)""Kakak... peluk" senyumnya mengembang ketika memeluk tubuh jangkung tersebut, terasa hangat. Perasaannya senang kala aroma pinus dari sang empu menyeruak di indera penciumannya, tangan kekar si pemuda dengan lembut membelai surainya.
"Rambutmu sudah panjang ya", "Hm... agar mirip kakak" sang kakak terkekeh, (Name) menggali pelukan nyaman pada seseorang yang ia panggil kakak.
"Kakak semakin berisi, pasti makan yang banyak"
"Rambut kakak terawat, halus"
"Jangan di potong ya... nanti (Name) samaan. Hehe"
"(Name) sering memanggil kakak, apa kakak risih? Kalau iya (Name) memanggil nama depan kakak, boleh?"
Masih dengan mengusap si pemuda menggeleng, ia setia mendengar ocehan gadis dalam dekapannya. (Name) mendongak namun kepalanya ditahan agar tetap menghadap dada bidangnya, ia tak merasa keberatan justru ia semakin menenggelamkan wajahnya. Tak pelak si pemuda bersuara,
"(Name)",
"Hm?"
"Jaga dirimu baik-baik",
"Hu'um"
"Kak, jangan pergi ya... Disini saja" hening menyapanya, tak ada sahutan dari kakak. Ia melanjutkan, "Temani aku dan ayah"
"Jangan pergi-pergi lagi" bisiknya lirih berusaha untuk tidak menangis akan kehadiran sosok di depannya. Nadanya tenang tetapi tidak untuk hatinya, berdebar.
"Kak?" tak ada sahutan. Ia menengadah menatap wajah tampan pemuda, di arahkan telapak tangannya pada taruna rupawan. Namun tangannya mengambang, apakah ini benar nyatanya? Ia memiliki garis rahang tegas, mata yang tajam, serta bibir yang biasa menyunggingkan seringai itu tersenyum lembut. Penampilannya lebih dewasa dari 12 tahun lalu. Sebelum sempat menyentuh wajah taruna, perlahan sosok yang tengah dipeluknya mulai memudar. Pelukannya melonggar meninggalkan ruang hampa disana.
"Kakak.. kakak.. kakak"
"KAKAK!!!"
"(Name) bangun"
Goncangan di tubuhnya menghentak gadis bersurai hitam sepunggung bangun dari tidurnya. Wajahnya bercucur keringat, matanya sembab habis menangis, air matanya turun membasahi kedua pipinya yang memerah. Nafasnya tak beraturan, dadanya kembang kempis. Tubuhnya bergetar hebat.
"Ada apa sayang? Mimpi buruk lagi?" tanya seorang lelaki di sampingnya mengelus pucuk kepalanya.
"Apa aku mengigau lagi, Ayah?" anggukan sang Ayah menjawab. "Maaf"
"Tak apa. Tidurlah, ini masih dini hari. Apa perlu Ayah temani?" tangannya senantiasa mengelus surai sang putri hingga napasnya berangsur tenang.
"Tidak Ayah. Terimakasih... maaf merepotkanmu"
"Apapun untuk putri Ayah" di kecupnya kening putrinya lalu beranjak pergi dari kamar.
Setelah ayahnya pergi (Name) menatap jam dinding, pukul dua dini hari. Lagi.. lagi. Ia sebenarnya sudah terbiasa bangun dini hari seperti ini, hanya saja mimpi barusan membuatnya tak tenang. Mimpi akan seseorang dari masa lalunya yang terasa nyata hadirnya.
"Aku merindukanmu".
*****
Pagi ini (Name) merasakan kantuk luar biasa menimpanya, matanya lelah meminta terpejam. Tubuhnya berat serasa beban berton-ton memanggilnya untuk kembali tidur. Dengan lunglai (Name) menuju dapur.
"Ohayou Ayah",
"Ohayou (Name)".
Di dudukkan pantatnya di atas kursi makan, menatap sarapan yang telah di sediakan ayah. "Tumben anak ayah bangun siang? Tidak bisa tidur, hm?" (Name) mengangguk. Sang ayah sudah hapal kebiasaan putrinya ketika terbangun dini hari menyebabkan ia terbangun atau lebih parahnya mengingau dan berteriak. Seperti semalam. Ayahnya akan membangunkannya dan menunggu hingga (Name) terbangun, ia sempat mengeluh tak bisa tidur lagi. Biasanya ayah akan mengelus kepala putrinya hingga tenang atau memeluknya hingga tertidur. Walau terkadang pula ia bangun lagi dan berakhir tak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
That... | BONTEN X Reader (On Going)
RomancePertemuannya dengan preman yang berakhir baku hantam mengakibatkan ia menjadi incaran Bonten. "Harukawa (Name)" "Bergabunglah bersama kami." Tokyo Revengers @KenWakui Penulis meminjam tokoh-tokohnya.