Semalam (Name) pulang larut ketika jam sudah menunjukkan pukul tujuh, saat akan memasuki rumah lampu yang belum padam membuatnya mengendap-endap di rumah sendiri. Ia tak melihat tanda-tanda kemunculan ayah. Ia berlari ke arah dapur, biasanya ayah memasak makanan. Tak ada. Ia kemudian menghampiri kamar sang ayah, mengintip pintu kamarnya yang tak terkunci. Kepalanya celingukan kesana-kemari, tak ada juga. Sebenarnya kemana perginya ayah sih?
Akhirnya ia kembali lagi ke dapur karena tenggorokannya kering belum minum, sebelum tangannya menyentuh handle terdapat notes kuning yang ditempel di pintu kulkas,'Ayah hari ini pergi bertemu pelanggan, (Name) makan saja duluan. Besok ayah pulang langsung ke kedai. Salam hangat, Ayah.'
(Name) menghela napas, tidak sekali dua kali ayahnya pergi ada urusan tanpa sepengetahuannya. Ia akan meninggalkan sebuah catatan kecil, seperti sekarang. Ia sudah mengatakan pada ayahnya bahwa mereka memiliki ponsel maka tak perlu membuat catatan kecil, namun entah kenapa (Name) menyukainya. Ayahnya sangat manis ketika meninggalkan catatan-catatan kecil tersebut.
Sinar mentari hangat menyapa tubuhnya yang masih lelah akibat seharian jalan-jalan kemarin, di renggangkannya otot-otot tubuhnya lalu pergi ke kamar mandi.
Setelah segar nan rapi ia pergi ke dapur untuk sarapan, ia panaskan kue kacang merah berbentuk ikan yang kemarin sempat di belinya bersama Hana. Asap mengepul ketika ia membelah Taiyakinya menjadi dua bagian. Rasa tak terlalu manis serta adonan kulitnya crunchy, cocok sebagai kombinasi yang pas untuk pembuka pagi ini. Bisa di padu dengan segelas kopi, teh maupun susu.
(Name) keluar rumah tak lupa mengunci pintu, Taiyaki untuk sang ayah ia letakkan di tas punggungnya. Rambutnya ia ikat kuda dengan poni agak memanjang menghiasi sisi kanan kiri wajahnya. Manis.
Sweater putih neck turtle lengan panjang dipadu celana jeans serta sepatu sport, membuatnya feminim dan sporty.Jalanan yang tak terlalu ramai membuatnya lebih cepat bersepeda, banyak para pasang mata menatapnya. Sekedar kagum, juga berbisik unik dengan gaya pakaiannya. (Name) tersenyum simpul, ia memarkirkan sepedanya di samping kedai yang menyediakan parkir untuk sepeda dan motor.
Sesampainya disana, sebuah kertas kuning di atas meja kasir dibaca olehnya,
'Ayah sedang pergi belanja sebentar dan segera kembali, ayah sudah menyiapkan menu hari ini. Salam hangat, Ayah.'
Bibirnya mengerucut kecil membaca isinya. Sudah dua kali catatan yang ditinggalkan si pemilik. (Name) mengecek etalase kasir melihat ada menu apa saja hari ini. Ia memulai membersihkan kedai tak lupa memakai apron putihnya.
Lukisan-lukisan di dinding kedai serta quotes kecil terpajang rapi disana, sepertinya sudah lama ia tak menggantinya.
'Triingg Triingg'
Kedua iris berbeda warna itu menelusuri sudut-sudut kedai, di pandanginya seorang perempuan dengan apron putih tengah berdiri memandangi lukisan.
"Ekhem"
(Name) menoleh kearah pintu, matanya terkejut. Seorang lelaki dengan bola warna berbeda disertai garis luka memanjang dari kepala ke mata kiri, surai hitam legam sebahu ber-hakama hitam. "Kakak" adalah lolosan kecil terbuka dari bibir kecil ranum (Name). Mata mereka berdua beradu pandang.
Pelanggan tersebut diam enggan bersuara hanya menatapnya, lama keduanya bertatapan membuat sang gadis tersadar dari apa yang baru saja diucapkannya dan memutuskan kontak. Berjalan cepat menuju kasir (Name) bersiap untuk menyiapkan pesanan pelanggan pertamanya ini.
"Selamat pagi Tuan, ada yang bisa kubantu?",
"Dua gelas kopi hitam tanpa gula",
"Baik, pesanan anda akan segera datang."
Dua gelas plastik dengan bubuk kopi hitam itu ia masukkan ke dalam mesin selama beberapa menit.
'Tingg'
Aroma kopi menyeruak masuk ke indra penciumannya, asap mengepul dari gelas kertas di tangan (Name), "Ada lagi Tuan?",
"Tidak, terimakasih",
"Semoga harimu menyenangkan."
(Name) tersenyum cerah tat kala memandang punggung kian jauh kesana, ia memegang wajahnya. Apa yang baru saja kukatakan tadi?, merutuki mulutnya sendiri dengan menggigit bibir bawahnya. Wajahnya memerah malu atas ucapannya tadi. Entah kenapa ia merasakan kemiripan dari sosok pria tersebut. Wajah yang tegas, aura kuat, serta tatapan tajam. Ia seolah hidup dalam diri orang lain, namun tetap memiliki perbedaan. (Name) menggelengkan kepalanya, manusia memiliki banyak kembaran di dunia mana mungkin hanya pria tadi saja. Yang memang sekilas mirip dengan sosok dari masa lalunya. Ia merasa lucu dengan dirinya.
.
Di satu sisi pemuda berbeda iris itu berjalan menyusuri gang, di kedua tangannya terdapat kopi hitam dengan asap yang masih mengepul.
"Sedang tersesat Kakucho?",
"Bukan urusanmu, lagipula kau sudah terbiasa disana."
Seorang lelaki dengan rambut putih sepunggung bermata kucing menjulurkan lidahnya, mengejek. Kakucho memberinya kopi.
"Arigatou... lelah sekali hingga aku haus. Sampai di markas nanti aku akan menghitung kekasihku lagi"
Pria yang di panggil Kakucho diam, tak berniat menanggapi apalagi membalas. Dia paham yang dimaksud dengan 'kekasih' oleh pria bersurai putih ini, apalagi kalau bukan uang. Dasar mata duitan, dengusnya dalam hati melabeli pemuda bermata kucing tersebut.
"Apa ada yang menarik Kakucho?",
Kakucho diam, Kokonoi berjalan di belakang tubuh tegap jangkungnya. Keduanya pergi tanpa adanya percakapan lalu menghilang di balik dinding gang. Menjauhi kedai Sunkist.
Bersambung...
That... chapter 4 sudah rilis. Maaf ya pendek. Aku sudah merevisi sebagiannya, dan ceritaku sudah kusiapkan. Tapi aku nggak percaya (diri), jadi aku revisi ulang lagi.
Maaf juga karena bahasaku yang kurang enak dan sedap di baca, apalagi kecepatan. Semoga lain kali bisa lebih baik dari ini. Hehehe... Sekian...
Happy reading~
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
That... | BONTEN X Reader (On Going)
RomancePertemuannya dengan preman yang berakhir baku hantam mengakibatkan ia menjadi incaran Bonten. "Harukawa (Name)" "Bergabunglah bersama kami." Tokyo Revengers @KenWakui Penulis meminjam tokoh-tokohnya.