25. Midnight Sky

264 30 0
                                    

"Hello..."

Terhenyak, seorang lelaki berkacamata menumpu kedua tangan di atas meja. Satu orang lagi seperti yang pertama namun memiliki anting panjang di kedua telinganya, yang baru saja menyapanya. Seorang lagi laki-laki berpakaian khas pelayan membuka pintu yang akan dimasukinya.

Gadis berkemeja putih itu mengulurkan tangan memberikan pesanan si pelanggan, "Ini pesanannya, maaf bila lama",

Tak ada sahutan, hanya anggukan dari pelayan laki-laki di hadapannya. Lelaki beranting emas melirik di seberang, seorang pria dengan kacamata kotak berkulit tan nampak menatap si gadis lekat-lekat. Bahkan ia tak berkedip, membuat lelaki beranting yang awalnya berniat membalas mengurungkan niatnya.

"Permisi, saya pamit",

"Tunggu" si gadis berhenti melangkah, ia menolehkan kepala. Membuat sebagian anak rambutnya menerpa wajahnya.

"Siapa namamu?" ia sedikit ragu.

"(Name)" sahutnya. Dirinya pergi dengan senyuman tipis namun manis, sedikit terburu-buru karena ia melihat jam dinding ruangan yang menunjukkan hampir sembilan malam.

Selepas gadis tersebut pergi bola mata biru bergulir mengikutinya, si gadis meninggalkan kesan anggun juga manis di pandangannya. Melihatnya Hanma seolah tahu pikiran lelaki ini, seperti gerangan siapa perempuan yang baru saja mengantar makanan tadi.

"Kau..."

Pelayan itu baru saja menaruh pesanannya, ia menoleh ke arah Kisaki. "Cari tahu siapa gadis itu",

"Baik, Tuanku"

Menunduk hormat ia pergi keluar ruangan, tinggallah Hanma dan Kisaki disana. Hanma mengambil salah satu makanan yakni puding jeruk. "Aku membawa ini Kisaki" Hanma berdiri dari duduknya, meninggalkan Kisaki Tetta.

"Manis."

.
.
.

Menjelang sore (Name) masih di kedai, beberapa pernak-pernik yang di belinya ia tata. Tak lupa mematikan lampu dan pergi menuju rumah.

Malam kali ini terasa dingin, berulang kali tangannya tak berhenti saling bergesekan. Wajahnya memerah karena saking dinginnya, kakinya sudah linu. Meski sekarang memasuki musim panas, tetap tak membuatnya nyaman dengan angin malam.

Pikirannya melayang pada hari-hari lalu, bagaimana pertemuan singkatnya dengan teman-teman Keisuke. Seingatnya semenjak ayahnya pergi -melepas diri dari Bonten- ia tak berkunjung, juga tak ada notif pesan maupun telepon sebelum ponselnya jatuh.

Ia menyayangkan ponsel miliknya, namun bersyukurnya bahwa kartu memori di dalamnya tak ada masalah apapun. Sehingga semua isi galerinya masih aman terselamatkan.

Tak ada yang berubah, jika dulu kamarnya berisi foto-foto masa kecil dan buku. Kini terdapat make up di meja kaca. Hanya itu selebihnya buku miliknya bertambah, juga kamera.

Selepas mandi (Name) tak langsung turun makan malam, ia mengutak-atik ponsel. Sekedar melihat sosial media, ia berjalan menuju dapur. Dimana ayahnya menyiapkan makan malam.

"Malam ayah" Ayase menoleh, menatap putrinya yang kini duduk di seberangnya. "Malam. Kenapa baru pulang?" (Name) yang sudah menyuap nasi menatap ayahnya sejenak. "Menata hiasan yang baru kubeli".

Ayahnya sudah pulang, kemarin saat ia sakit ayahnya di telepon Hima. Ayase berpesan pada Hima untuk merawatnya selama ia tak pergi, terbukti Hima datang menjenguk gadis itu selepas dari kedai. Akemi juga ikut, pria itu menunggu di ruang tamu. Sesekali ke dapur membuatkan makanan untuk mereka bertiga.

Sesaat (Name) teringat, bahwa Akemi seperti ibu-ibu bila masuk ke rumahnya. Ia riweh sendiri membawa barang, sedangkan Hima langsung nyelonong masuk ke kamarnya. (Name) yang sudah sembuh berniat ingin membantu, namun Akemi tak memperbolehkannya. Laki-laki itu menjelma menjadi ibu-ibu cerewet, meski tak sebanding dengan Hima.

That... | BONTEN X Reader  (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang