14. (I) See

785 100 1
                                    

Bulan Juli telah datang menghadirkan suka cita untuk menyambut Festival Hanabi, hiruk pikuk kota Jepang yang di penuhi lampu-lampu kota maupun bangunannya. Tampak indah dari dekat maupun jauh, membuat orang-orang yang berlalu lalang mengerjap indah kagum.

Seorang gadis tengah berjalan mengendap-endap, kepalanya yang terbalut topi itu menatap sekitar. Apakah ada orang lain selain dirinya, dieratkannya pelukannya pada keranjang pada gendongannya. Sesaat setelah sampai pintu rumah, ia memastikan bahwa tak ada orang lain disana. Aman.

Di bukanya pintu perlahan, keadaan yang gelap menguntungkan dirinya. Ia masuk begitu tak ada siapapun disana. Di tutupnya kembali pintu pelan-pelan, gadis itu membalikkan badan berjalan dengan hati-hati. Baru beberapa langkah sebuah suara mengejutkan dirinya.

'Cklek'

"Ekhem"

Aduhh, batinnya meringis. Seakan waktu tengah di perlambat, ia menolehkan kepala. Sosok yang baru saja menyalakan lampu itu menatap si gadis, kedua tangannya bersedekap.

"Se-selamat ma-malam... ayah"

"Ayah belum tidur?"

Hening. Tak ada sahutan dari ayah, masih menatap putrinya. (Name) hanya meringis di tempat, ia berbasa-basi. Lalu tersenyum lima jari.

"Jadi... apa yang sedang kau lakukan dengan mengendap-endap di rumah sendiri, Harukawa (Name)?" pandangan Ayase tertuju pada keranjang yang dibawa (Name), salah satu alisnya terangkat naik.
"Apa itu?" (Name) gugup, separuh dirinya seakan melayang. Bingung mencari jawaban.

"Anu... itu... ehmm...",

"Harukawa (Name)",

"Kucing" reflek (Name) berujar. Bodoh, rutuk (Name). Di gigit pipinya dalam-dalam, ia menunduk. "Sejak kapan?", "Sehabis dari pemakaman Keisuke-nii",

"Apa setiap malam kau pergi?" (Name) menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak"

"(Name) pergi bila sore sehabis pulang kerja",

"Lalu ini apa?" tanya ayah dengan suara rendah serta raut wajah datar, semakin membuatnya menunduk dalam-dalam. Tatapannya terarah pada keranjang yang dibawa olehnya lebih menarik perhatiannya.

Ayase menghela napas gusar, menekan-nekan hidungnya. "Kau tahu'kan beritanya? Kau harus hati-hati, bagaimana jika kau kenapa-kenapa (Name)? Ayah khawatir"

"Jangan hanya karena seekor kucing membuatmu lupa apa yang ayah katakan",

"Ayah-...",

"Kembalikan kucing itu."

(Name) terdiam, ucapan ayah adalah mutlak. Dengan pelan (Name) berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai 2. Disana ia mengeluarkan Muee yang sedari tadi sudah gusar, kucing hitam itu mengeong dan mendekat kearahnya. Di elusnya kepala Muee, lantas (Name) memeluknya.

"Padahal baru saja aku ingin mengatakan pada ayah untuk memeliharamu. Maaf ya Muee, aku akan mengembalikanmu" seolah tahu perasaan (Name), Muee mengeong salah satu kaki depannya menyentuh-nyentuh wajah (Name). Kucing itu lantas bergerak-gerak mencari tempat nyaman di tubuhnya, keduanya tidur bersama dengan (Name) memeluk Muee.

*****

Kemarin sore ketika ia akan bersiap mengembalikan Muee ayah tiba-tiba datang menghampiri, ia meminta maaf padanya perihal hari kemarin. (Name) mengangguk, tak apa. Ayah berkata untuk membiarkan Muee menginap selama tiga hari di rumah, (Name) awalnya ragu padanya. Tetapi Ayase mengangguk mengijinkan.

Dan pagi ini adalah hari pertama Muee berada di rumah, salah satu tangannya mendekap kucing hitam miliknya. Bulu hitamnya halus, matanya berwarna biru dibalik kelopak yang terpejam itu. (Name) masih betah mengelus Muee.

That... | BONTEN X Reader  (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang