Disini, di balik dinding kaca. Cahaya bulan memasuki ruangan, tak ada hembus udara. Bahkan suara malam tak mampu didengar, namun setidaknya suasana di depannya membuat menarik. Langit berubah gelap, terdapat lampu taman menyala. Juga bintang yang menghias kanvas bumi.Cukup lama memandangi (Name) menghela nafas, kesal. Sedikit frustasi karena kembali bertemu mereka, rasanya ia ingin kabur. Malangnya kamar ini berdinding kaca, tak ada akses untuknya keluar. Sebenarnya bisa saja ia memecahkan kaca, namun mustahil bila kaca tersebut memiliki tebal lima senti. Suara pintu terdengar, laki-laki berbadan besar dan kekar muncul dari sana.
"Harukawa, turun",
"Untuk apa?",
"Banyak tanya. Turun!" ucap laki-laki yang (Name) ingat bernama Mochizuki. Dengan pasrah ia bangkit dari ranjang, mengikuti Mochizuki di belakang. Duduk di kursi yang pernah ia tempati dulu, hanya dirinya sendiri. Mochizuki pergi entah kemana, sedangkan lainnya belum hadir. Diatas meja sudah tersedia sajian makan malam, dengan inisiatif (Name) mengambil dan menata piring dari rak. Bersamaan itu pula anggota lain datang, (Name) lekas kembali ke kursi.
Karena tidak memperhatikan sekitar, (Name) tak menyadari salah satu dari mereka telah menarik kursi disebelah kanannya. "Tak ingin mengambil, Harukawa?",
"...." (Name) menjauhkan diri, Ran telah duduk disampingnya. Rindou mendecih kala Ran mulai sibuk berdekatan menggoda si gadis, ia ingin duduk tapi kakaknya sudah mendaratkan pantat di kursi.
Rindou sudah menampakkan wajah kesal, si sulung tidak peduli bahkan sekarang wajahnya berhadapan dengan wajah ayu (Name). "Sepertinya adikmu ingin duduk, Ran-san",
"Terserah",
"Dia ingin duduk di kursinya",
"Duduk dimana saja Rin, kecuali Mikey",
"Kembali ke tempat, Haitani" itu suara Takeomi. Pria itu menengahi keduanya, (Name) menghela nafas lega. Laki-laki itu akan bertindak memisahkan anggota lain.
Makan malam berlangsung khidmat, namun tidak dengan (Name) yang sedari tadi makan tidak minat. Walau sajiannya cukup meneteskan air liur, ia tidak berselera. Menyadari bahwa yang lain telah selesai, dirinya masih disana. Beberapa maid datang membereskan ruang makan.
Baru saja ia akan pergi setelah mengatakan pamit pada para maid, sosok Kakucho tertangkap indera penglihatan. Dimana laki-laki bernetra heterochromia berbelok arah. Dirinya mengendap-endap mengikuti arah laki-laki tersebut, sepelan mungkin tak menimbulkan suara. Saat tiba di belokan, (Name) linglung tak mendapati Kakucho. Ia penasaran dimana laki-laki itu hilang, (Name) mendapati sebuah ruangan.
Pajangan, kertas-kertas usang berserakan, cat dinding mengelupas, mainan anak-anak adalah hal yang menyambutnya dari dalam ruangan. Atensi (Name) teralih pada kain lusuh berwarna putih usang yang menutupi sofa asal. Saat ia ambil debu-debu beterbangan sontak menggelitik hidung mancungnya.
Kotor sekali. Hidungnya mulai memerah karena digosok, tanpa ba-bi-bu (Name) berniat membereskan ruangan entah apa ini. "Jangan" muncul Kakucho dari pintu masuk. "Kenapa kau disini?",
"I-itu..." sebelum terpergok oleh yang lain, Kakucho segera menarik tangan si gadis untuk keluar. (Name) yang tak siap hampir terjungkal. Taman belakang tak buruk, pikir Kakucho.
"Jangan sekali-kali pergi ke ruangan yang tidak kau ketahui" (Name) meringis lalu menunduk setelah mengucapkan maaf. Taman belakang cukup sepi, meski nyatanya mansion ada banyak penghuni. Mereka juga beberapa maid dan penjaga. Suasana mulai hening mengingat malam semakin larut.
"Kakucho-... san?",
Kakucho melirik kesana kemari, ia mewaspadai sekitar bila tak ada orang selain mereka berdua. "Kau. Siapanya Baji?" ditanyai mendadak seperti ini, (Name) bingung mengatakan bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
That... | BONTEN X Reader (On Going)
RomancePertemuannya dengan preman yang berakhir baku hantam mengakibatkan ia menjadi incaran Bonten. "Harukawa (Name)" "Bergabunglah bersama kami." Tokyo Revengers @KenWakui Penulis meminjam tokoh-tokohnya.