"Senang bekerjasama denganmu, Ayase."Kalimat itu terngiang, pandangan (Name) tertuju pada seorang lelaki bersurai pirang yang baru saja berucap.
Apa hubungan ayah dengan orang-orang tersebut?
Datanglah tiga pemuda, dua diantaranya bersurai ungu kembar dan satunya merah muda.
Si pemilik rambut ungu cepak berjalan memimpin, bibirnya menorehkan senyuman dengan netra senada yang teduh. Sedang satunya lagi rambut bergaya ubur-ubur menampilkan raut datar, lalu si surai merah muda tengah mengunyah.
(Name) mengingat ketiganya, yang pernah ia temui saat di festival Azabu.
Suara bedebum keras terdengar mengalihkan seluruh atensi (Name), tiga orang pria tersungkur disamping jasad preman yang tewas tadi. Mereka bertiga adalah kawanan dari preman tersebut.
Wajah mereka babak belur, darah menetes pada bibir serta hidung dan pelipis.
"Katakan" si surai merah muda berkata. Dengan napas tersengal-sengal juga raut wajah menahan sakit salah satu preman itu berujar dengan suara bergetar.
"D-dia... adalah gadis yang me-nyerang kami bebe-rapa minggu lalu" ujar salah satu preman yang (Name) ingat dengan tusuk gigi. Kawanannya lain turut mengiyakan.
(Name) menggigit bibirnya dalam-dalam. Ayase yang sudah terkepung tak dapat melakukan apapun saat si pemimpin berjalan mendekati (Name), sedang yang di tatap tengah menunduk.
Sebagian bawahan mereka membersihkan kekacauan yang terjadi, sebagian lagi menjaga ketat ruangan.
'Braakk'
Bunyi benda dibanting tak mengalihkan atensi banyak pasang mata.
"Jangan mengalihkan pandanganmu" sedikit berjengit, (Name) menatap pria di hadapannya ini. Bersurai putih, tatapan mata kosong dengan kantung mata, serta aura mencekam yang menguar seolah merenggut seluruh pasokan udara di sekelilingnya.
Lama keduanya saling bertatapan, lelaki itu berujar. "Lepaskan."
Bawahan yang tersisa mematuhi ucapannya, tak ada suara yang menandai perkataannya mutlak. Kecuali decakan lidah dari surai ubur-ubur merah muda. Kesal.
Ikatan yang membelenggu (Name) dilepas, ia dapat merasakan aliran darahnya mengalir. Jari tangannya yang sempat memucat kini cerah namun di kulitnya terdapat bekas lilitan.
Pemuda bersurai ungu cepak mengode menurunkan senjata, para bawahan mematuhinya. (Name) berlari ke arah Ayase. "Ayah, tak apa?" bisiknya ketika berada di hadapan ayah, (Name) khawatir. Senjata yang sempat ditodongkan tadi membuatnya geram.
Berani-beraninya menggunakan senjata.
"Temui kami di gedung terbengkalai sore" mata lesu itu menabrak iris obsidian (Name).
"Dalam mimpimu" ucap (Name) disertai tatapan tajamnya. Sanzu menodongkan katana, mencegat keduanya ketika hendak melangkah pergi.
"Sanzu, biarkan mereka pergi" Takeomi berucap menengahi. Dengan berat hati pemuda bernama Sanzu itu menurunkan katananya, lalu mendecih.
(Name) dan Ayase pergi meninggalkan tempat tersebut, diikuti tatapan dari banyak pasang mata disana.
*****
Sore ini banyak orang-orang berjalan-jalan sama seperti (Name). Dalam genggamannya sebuah air mineral dingin sudah habis setengahnya. Jaket hitam bertudung, topi dan celana training berwarna senada. (Name) nampak manis meski pakaiannya gelap.
Sebuah senyum tipis terukir di bibir mungil itu, jalanan yang lenggang membuatnya jadi semakin antusias berpergian. Ayah sempat melarangnya untuk pergi tetapi dirinya tetaplah dirinya, dirinya bosan lalu pergi keluar diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
That... | BONTEN X Reader (On Going)
RomancePertemuannya dengan preman yang berakhir baku hantam mengakibatkan ia menjadi incaran Bonten. "Harukawa (Name)" "Bergabunglah bersama kami." Tokyo Revengers @KenWakui Penulis meminjam tokoh-tokohnya.