Pagi ini (Name) membersihkan rumah, peluh seukuran biji jagung di dahinya diseka. Badannya terasa lengket bermandikan keringat, matanya menatap ke langit-langit. Ayah melewatinya lalu menolehkan kepala, "Sudah selesai (Name)?" ia mengangguk."Segera mandi", "Baik ayah."
Di kamarnya (Name) meraih handuk karena tak berhati-hati ia menabrak rak buku di samping lemari, mengakibatkan suara jatuh.
'Duukk'
sebuah buku bersampul hitam terjatuh, ia mengambilnya mengingat-ingat siapa gerangan pemiliknya. Nanti saja, ia akan mandi terlebih dulu. Di letakkannya buku itu di meja belajarnya, lalu berlari ke kamar mandi.
Wajah dan tubuhnya terlihat segar seusai mandi, di balut kaos putih lengan pendek berpadu rok panjang biru dibawah lutut. (Name) mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia mulai membuka buku tadi, melihat beberapa potret lawas disana.
Sebuah tulisan besar terletak di halaman paling depan,
'Tokyo Gang a.k.a Touman Gang'
Matanya menelusuri tiap-tiap wajah disana, wajah yang tak asing ketika ia buka lagi album tersebut. Pandangannya berhenti pada seorang pemuda berambut hitam legam panjang, bermata tajam, dengan gigi taring. Wajahnya tengah sumringah berfoto bersama teman-temannya.
Dari kiri pemuda dengan rambut pirang dipilin duduk bersila, bernama Ryuguji Ken atau biasa dipanggil Draken. Di belakangnya terdapat pemuda dengan tanda di bawah mata, Hanemiya Kazutora merangkul pemuda bergigi runcing yakni Keisuke Baji. Di depannya seorang pemuda berambut pirang duduk menyila, Sano Manjiro atau Mikey. Di belakangnya berdiri pemuda bersurai light lilac beranting di telinga kiri, Mitsuya Takahashi dengan seorang pemuda bertubuh tambun tengah jongkok bernama Pacchin.
(Name) membolak-balikkan buku tersebut menatap beberapa potret lain dengan wajah yang terasa sedikit asing baginya. Fotonya bebas berekspresi dan gaya, bertuliskan nama mereka disertai jabatan masing-masing.
Ia jadi teringat percakapan masa kecilnya.
.
Di suatu siang yang terik (Name) di ajak ayahnya berkunjung di kediaman rekannya. Tak sengaja matanya yang besar bertemu sosok anak laki-laki, tak lain dan tak bukan adalah anak rekan kerjanya. Seringnya pertemuan mereka membuat keduanya akrab, bahkan (Name) memanggilnya dengan sebutan kakak. Yang di panggil kakak hanya acuh.
"Kakak" teriak (Name) kecil pada sosok di depannya. Ia berlari tatkala sang kakak mengeluarkan sebuah buku, yang ia tebak adalah album foto.
"Waahh... foto siapa itu kak?" tanyanya sambil bersandar di lengannya, jari kecil itu menunjuk satu persatu potret disana.
"Teman-temanku" binar mata (Name) membesar ingin tahu. "Siapa saja mereka?",
"Huh?" si anak laki-laki mengerutkan dahinya.
"Kau bisa membacanya bukan?" dengusnya. (Name) mengerjapkan matanya lucu. Ia menatap si anak laki-laki tengah menulis satu-persatu nama teman-temannya, bahkan dengan telaten menulis serta jabatan mereka yang (Name) tidak ketahui.
Sang kakak dengan bangga menatap hasil karyanya, foto-foto absurd kawan-kawannya. Ia tersenyum,
"Bagus'kan?" (Name) menggaruk kepalanya tak mengerti, bukannya tak bisa membaca melainkan tulisannya yang tak rapi.
"Iya bagus, tapi tulisan kakak jelek."
'Jdeer'
Senyumnya luntur ketika mendengar ujaran (Name) yang terlalu jujur, sedangkan si pelaku hanya nyengir menunjukkan gigi kecilnya. Ia terkena imbas dengan pipinya yang dicubit gemas.
"Jangan terlalu jujur bocah",
"Iy-ya... iyyaa..."
"Pippii (Nam-me) swakiit" keluh (Name) sontak sang kakak melepas cubitannya kemudian tertawa dibuatnya.
"Nanti kalau kau sudah besar pasti pandai" ujar si kakak menghiburnya. (Name) menoleh lucu tak mengerti.
"Pandai membaca tulisan kakak maksudnya?" tanya (Name) polos, ia masih mengelus pipinya yang terasa nyut-nyutan. Sudut bibirnya berkedut, ingin sekali mengusyel bocah cilik di depannya ini menjadi guling hidup lalu ia pajang di kasurnya. Senyum mengembang tulus di wajahn tampannya.
"Mau peyoung? Setengah-setengah dengan kakak",
(Name) yang mendengar tawarannya lantas mengangguk-angguk, ia memeluk sang kakak dan mengecup pipinya.
"Sayang kakak."
*****
'Baji Keisuke'
Sebuah nama yang tak pernah dilupakan olehnya, selalu terlintas saat ia memanggilnya dengan sebutan kakak. Nama yang membuatnya sering terbangun dini hari. Kematiannya yang mendadak membuat (Name) menangis tak henti hingga ayah menitipkannya ke rumah sang nenek. Kematian Baji juga berdampak pada orangtuanya, sang ibu meninggal akibat sakit yang di derita beberapa minggu setelah kematian anaknya. Ayahnya meninggal karena kecelakaan.
(Name) memejamkan mata berdoa, disini terbaring orang-orang kesayangan yang telah ia anggap sebagai keluarga. Ia mencolek batu nisan di hadapannya.
"Sudah selesai?" (Name) tersenyum mengangguk. "Jaa... mau kemana lagi?",
"Ayo makan peyoung."
Lantas (Name) berbalik pergi meninggalkan peyoung sisa setengah disana dengan bungkus tertutup rapat.
.
.
.Jari-jari itu menekan-nekan papan keyboard, kacamata bulat bertengger di hidungnya. Menatap fokus layar gawai yang sedari tadi di sibukkan, ia mengedit beberapa foto. Saat sedang fokus-fokusnya pintu kamarnya terbuka menampilkan ayah dengan secangkir kopi di tangannya.
"(Name), apa kau sedang sibuk?" tanya ayah menghampiri. "Tidak" tatapannya masih tetap di laptop, ayah memperhatikannya.
"Kenapa tidak kau ambil fotografi (Name)? Kau berbakat dalam memotret" ujarnya. (Name) sudah menduga. Setiap kali ia membuka file hasil potretnya, ayah berkata demikian. Ayah seringkali menyuruhnya mengambil fotografi, entah itu kuliah atau pelatihan saja. Hanya ia tak mau, (Name) melakukannya karena iseng belaka.
"Akan kupikirkan nanti ayah, lagipula ini hanya hobi semata" tentunya tanpa merepotkan ayah, sambungnya dalam hati.
"Ayah mendukungmu" (Name) terdiam, ayahnya tulus mengatakannya. Seulas senyum terpatri di wajah ayunya, "Terimakasih ayah"(Name) menutup laptopnya, ayah mengelus surai hitam itu. Tidak menyangka waktu begitu cepat berlalu, putrinya sudah akan menginjak remaja akhir sekarang. Ia tumbuh menjadi putri yang cantik nan anggun, namun tetap di matanya (Name) adalah putri kecilnya yang selalu ia timang-timang.
"Ayo makan peyoung."
Ayahnya sudah pergi menuju dapur, pandangannya teralih pada gambar pigura di samping laptopnya. Itu adalah foto ayah dan mendiang ibunya, foto yang diambil ketika (Name) baru berusia tujuh hari. Kedua orangtuanya tersenyum bahagia dengan sang ibu menggendongnya di pelukan sementara ayah dibelakang merangkul mesra keduanya. Foto kenang-kenangan sebelum sang ibu direnggut oleh anemia yang di deritanya.
Sebelahnya terdapat fotonya dan Baji yang memakai topi ulang tahun, Baji dengan wajah merengut dan (Name) tersenyum cerah. Keduanya sama-sama berulang tahun di tanggal dan bulan yang sama.
Tadi ia sempatkan mengedit foto-foto tersebut di laptop untuk menajamkan kualitas gambarnya, lalu menyimpannya di file tersembunyi. Sementara, ia simpan sendiri kenangan ini. Ia akan menikmatinya dalam memori, hingga nanti.
Selamat Malam...
Hai... That... chapter 8 rilis. Semoga kamu suka.
Happy reading~
See you
Note : mungkin aku akan lambat menulisnya. Stay...
KAMU SEDANG MEMBACA
That... | BONTEN X Reader (On Going)
RomancePertemuannya dengan preman yang berakhir baku hantam mengakibatkan ia menjadi incaran Bonten. "Harukawa (Name)" "Bergabunglah bersama kami." Tokyo Revengers @KenWakui Penulis meminjam tokoh-tokohnya.