12. Just...

887 105 4
                                    


'Srooott'

'Srooott'

Sudah berapa banyak tisu yang di pakai Ayase ia lempar pada keranjang tempat sampah di pojok kamarnya, (Name) disebelah ayahnya hanya geleng-geleng kepala. Ia menyiapkan semangkuk bubur hangat serta air putih pada nampan, beberapa butir obat dan sebotol madu.

"Ayah, sarapan dulu. Hari ini ayah dirumah saja, aku yang akan jaga kedai" suapan bubur berhenti, ayah menatap (Name). "Tidak. Ayah hanya sakit biasa, jangan risau" ayah memakan bubur buatan (Name) dengan lahap, walau sebenarnya lidahnya sedang mati rasa. (Name) hanya memandang ayahnya, beliau keras pada dirinya sendiri.

"Tidak. Kali ini (Name) yang akan menjaga kedai, ayah butuh istirahat. Jangan memaksakan diri" ayah menggeleng.

"Ini hari sabtu, kedai sedang ramai-ramainya" gelengan (Name) membuat ayah terdiam. "Tidak" ayah meminum obatnya juga madu sebagai pelega tenggorokannya yang gatal.

"Baiklah" (Name) menatap ayahnya, pasti...

"Kedai harus tutup jam 3, untuk menu biar ayah yang list. Deal?" mengangguk patuh, (Name) mengiyakan. "Baiklah" ia berpamitan pada ayah, mencium pipinya. Tak lupa ia sudah menyiapkan baju hangat untuknya, (Name) berangkat menuju kedai yang tak jauh dari rumah.

.

Di kedai (Name) menyiapkan menu usulan ayah hari ini, yakni puding dan kue cokelat. Sebelum menyiapkan menu ia menata meja kursi dalam kedai, merasa di perhatikan kedua iris obsidiannya bertemu pandang dengan seorang pemuda bermasker di seberang jalan. Mereka saling berpandangan, (Name) memutuskan kontak mata keduanya melanjutkan kegiatannya.

Ia berkutat dengan bahan-bahan puding, mengaduknya perlahan dalam panci. Aroma puding menguar, manis dan segar. Ia tuang ke dalam cetakan menunggu agar dingin sejenak sebelum memasukkannya ke dalam kulkas. Selanjutnya (Name) membuat kue cokelat, tangannya dengan cekatan membuat adonan. Mengovennya, dengan durasi pemanggangan 45 menit. Sembari menunggu ia gunakan mengisi bubuk kopi yang mulai habis dalam toples. Puding yang telah dingin ia taruh di kulkas.

(Name) istirahat, badannya ia renggangkan. Ia mengipasi dirinya. Jika boleh seharusnya ayah menambah pegawai, agar ia ada teman mengobrol disini selain ayah. Lainkali ia akan berbicara pada ayah. Pintu terbuka seorang wanita datang memasuki kedai, (Name) yang menyadari adanya pelanggan menolehkan kepalanya.

Dia lagi, batinnya. Siapa lagi bila bukan wanita genit, matanya menatap kesana kemari seolah mencari sesuatu. Menyadari tak ada kehadiran orang yang di carinya, si wanita menggoda (Name).

"Selamat Pagi, Darling" (Name) dengan tenang memandangnya, tak ingin meladeni wanita di depannya.

"Cuaca sedang cerah ya?" (Name) ber-hm ria.

"Sedang apa kau?" tak ada sahutan. (Name) membersihkan meja kasir, tangannya dengan telaten mengelap hingga sudut-sudutnya. Si wanita berdiri di meja kasir memandanginya.

"Haah... jangan terlalu diam Darling" (Name) berhenti sejenak mendengar perkataan si wanita lalu kembali pada aktifitasnya. Si wanita berceloteh panjang lebar, (Name) hanya mendengarkan. Lebih tepatnya tak menggubris. Sampai akhirnya...

"Bila kau kesepian panggil aku. Apa aku perlu menjadi pendamping ayahmu, aah... betul juga. Lalu kau memanggilku dengan sebutan mama, bagaimana Darling?" sebuah tatapan tertuju kearahnya, senyumnya dibuat semanis mungkin. Kedua tangan itu bergerak dari atas kepala lalu turun perlahan seolah membentuk pelangi, "Dalam mimpimu."

Pandangan wanita itu berubah teduh ketika (Name) sedang fokus dengan mengurusi kedai, ia menyadari jika ayahnya tak ke kedai. Lalu bergumam, "Kau mirip dengannya" (Name) mendengarnya sontak mengarahkan matanya, "Apa kau berkata sesuatu?"

That... | BONTEN X Reader  (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang