TIGA PULUH DELAPAN

25K 2.2K 18
                                    

Happy reading
.
.
.

Fara memasuki mansion dengan langkah yang penuh kehati-hatian. Matanya terus memandang sekeliling mansion dengan waspada. Melihat ekspresi Kenan tadi, ia tahu ada bahaya yang menunggunya didalam sana.

Pikirannya langsung membeku saat dirinya memasuki ruang keluarga. Terlebih saat menyadari ruangan tersebut kosong. Padahal, ia pikir abangnya akan menunggu kedatangannya disana.

Hatinya sedikit tenang, namun pikirannya terus berperang menerka-nerka apa yang akan terjadi padanya.

Ditengah rasa tegang itu, tiba-tiba ponselnya berbunyi pertanda ada pesan yang masuk. Fara bergegas membukanya.

Abang jelek

Ke ruang kerja!

Fara menghela nafasnya yang tiba-tiba terasa berat. Punggungnya juga terasa tak kalah berat entah karena apa, terlebih saat melihat tangga berkelok-kelok dihadapannya itu.

Dengan niat yang hanya separuh, ia berjalan dengan lesu melewati tingkat demi tingkat. Bahkan, dirinya telah melupakan keberadaan lift yang jelas-jelas terlihat disamping tangga.

Lagi-lagi Fara menghela nafasnya saat telah mencapai puncak. Paru-parunya terlihat naik turun tak beraturan karena rasa lelah yang muncul. Sepertinya ia harus meminta abangnya merenovasi mansion menjadi rumah yang lebih sederhana lagi. Ya, semoga saja ia masih bernafas setelah memasuki ruang kerja dan bisa menjalankan keinginan itu.

Saat sampai didepan ruang kerja, Fara kembali terdiam. Ia menghela nafasnya dalam-dalam sebelum menyentuh handle pintu dan membukanya.

Ceklek.

Aura suram menguar saat pintu itu terbuka. Hati Fara bergetar karena perasaan aneh yang merayap.

"Duduk!"

Perintah mutlak bernada dingin itu membuat bulu kuduk Fara meremang.

"A-abang," Ucap Fara terbata-bata.

Diam. Nathan sama sekali tidak merespon Fara, dia sibuk dengan semua berkas-berkas yang entah sejak kapan menumpuk.

Melihat dirinya yang dikacangi, Fara hanya menatap abangnya itu dalam diam. Sesekali ia menguap karena rasa bosan yang perlahan datang. Sayang sekali dirinya lupa membawa ponsel.

Karena terlanjur jengah, Fara kembali menatap Nathan, kali ini tatapannya jelas terlihat seperti penuntut.

"Bang....."

"Hm,"

"Kenapa gue dipanggil?" Tanya Fara dengan nada menuntut.

Nathan mendongak, namun tatapannya masih datar.

"Masih belum tau kesalahan kamu?" Ujar Nathan dengan nada dingin.

Fara tersedak. Mendengar kata 'kamu' membuat ia yakin jika abangnya itu tengah marah besar. Mata Fara langsung mengalihkan pandangannya dengan panik.

"Apa?..." Katanya sok polos.

"Pergi tanpa izin?" Kata Nathan dengan tatapan intens.

"Siapa?"

"Kam------

"Yang nanya, wlee."

Fara langsung berlari keluar dengan wajah cekikikan. Hahaha untung dia kembali mengingat hal penting itu, semua yang ada disini hanya karakter fiksi, lantas mengapa dirinya takut?!

Namun, punggung Fara tiba-tiba terasa dingin sejenak setelah keluar dari ruangan sialan itu.

*****

Tok...tok...tok.....

"Masuk!"

"Permisi Nona, ini ada titipan dari Tuan Nathan."

Pria paruh baya yang merupakan salah satu asisten Nathan datang ke kamar Fara dengan tumpukan berkas di tangannya. Pria itu datang dengan sopan meski wajahnya tetap datar.

Fara yang awalnya rebahan sambil bermain ponsel langsung bergegas bangkit dengan wajah tak percaya.

"M-maksudnya ini apa uncle?" Tanya Fara tergagap saat melihat tumpukan berkas yang begitu banyak. Oke, pikirannya tiba-tiba mengirim sinyal buruk.

"Nona diminta memeriksa berkas-berkas ini. Tuan memberi waktu hingga tengah malam, jika belum selesai, berkas akan ditambah........"

Jderrr

Pria paruh baya itu meletakkan tumpukan berkas yang entah apa isinya dimeja belajar Fara tanpa persetujuan pemilik kamar. Like atasan like bawahan.

"Ha?......"

Pikiran Fara ngelag. Setelah tersadar, ia langsung menatap pria paruh baya itu dengan penuh tanya.

"I-ini dari bang Jo?" Tanya Fara berusaha mengenyahkan pikirannya yang terus berbicara buruk tentang Nathan.

"Betul, nona" jawab pria paruh baya itu dengan yakin.

Oke, Fara menatap tumpukan berkas itu dengan pasrah.

"Terimakasih, uncle." Kata Fara tanpa keikhlasan sedikit pun.

Sebelum pria itu berbalik, Fara kembali mengucapkan beberapa kata untuk abangnya.

"Tolong bilangin bang Jo tersayang ya, kalau saya sangat berterimakasih atas kirimannya," kata Fara dengan senyuman yang dipaksakan, bahkan lebih mirip seperti senyuman seorang psikopat.

******

Pagi ini suasana hati Fara cukup suram. Karena tugas dadakan dari abangnya itu, matanya berubah seperti panda. Untung saja dirinya bisa mengerjakannya dengan tepat waktu. Otak jenius, i love you.

"Lo kenapa dek?"

Fara menatap Nathan sinis saat pertanyaan tanpa dosa itu terucap.

"Apa!?" Sentak Fara saat Nathan melayangkan tatapan menggoda.

"Masih mau kabur lagi?" Tanya Nathan dengan senyum yang masih tersungging.

Fara mendengus, lalu mengalihkan pandangannya kembali pada sepiring nasi goreng.

"Marah?" Tanya Nathan.

Fara diam. Dirinya ingin membalas Nathan persis seperti yang laki-laki itu lakukan tadi malam.

"Fara...."

"Apaan sih!"

"Adek Abang lucu banget sih," Nathan menguyel-nguyel pipi Fara yang mengembung akibat terisi makanan.

"Gwanggwu lwo!" Sentak Fara tak jelas.

"Eits, jangan ngomong, oke! Kamu lagi makan," kata Nathan.

Fara memandang Nathan aneh. Jujur, sikap laki-laki yang sialnya abangnya itu seperti bunglon. Malamnya aja dingin kek benua Antartika, eh paginya malah kaya matahari. Panas. Seperti orang salah obat!

"Besok, kamu boleh sekolah." Ujar Nathan yang sedang mengambil lauk pauk.

Mata Fara mengerjap.

"Kok besok?!" Ujar Fara tidak senang.

"Terus?" Nathan menaikkan satu alisnya.

"Sekarang aja!!" Kata Fara dengan nada menuntut.

"Kamu nggak liat? Mata udah kayak panda, disekolah mau tidur apa belajar?" Ucap Nathan.

Jleb!

Fara menciut. "Iya, sekolahnya besok," cicit Fara dengan hati setengah.

Dasar Abang sialan, kakap, hiu, paus, nemo, tongkol, bandeng, bawal, tengiri.........

Fara mengumpati abangnya dengan segala nama ikan yang diketahui.
.
.
.
TBC.

4 November 2022

Transmigrasi FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang