Prolog|01

17.5K 1K 9
                                    

Ocean Karunasankara menggeser pintu ruang kerjanya, menemukan tiap meja di departemen yang dia bawahi masih kosong padahal jam hampir menunjukkan angka 8.

Para budak korporasi ini tak mungkin kompak terlambat.

Kemacetan Jakarta, makanan mereka sehari-hari. Tak peduli jika tinggal di Depok, Bekasi, atau Bogor, telah ada trick and tips sendiri agar tiba tepat waktu di jam masuk kantor. Ocean sendiri, tiba jam 06.00 pagi karena ada beberapa laporan penting yang harus dia baca dan tanda-tangani. Tiga hari berada di luar kota, dalam rangka meninjau pengembangan perumahan berskala besar di Balikpapan dan yang Ocean temui adalah tumpukan dokumen di atas meja kerjanya. Ocean tinggal di apartemen yang terintegrasi dengan gedung berlantai 40 ini, salah satu bangunan komersial milik Probowinoto Group selain hotel dan shopping centre. Sebuah privilege pengemban jabatan direktur di perusahaan milik Probowinoto.

Bukan pendidikan apalagi latar belakang keluarga yang menempatkan laki-laki berdarah Palembang-Jawa ini duduk di kursi direktur. Ocean naik pelan-pelan dengan kerja keras dan dedikasi tinggi untuk jabatan ini.

Suara obrolan terdengar dari arah pantry, saat Ocean melangkah. Laki-laki itu mendekat, untuk secangkir kopi di pagi hari.

"Hai, boss" Seru Scarlett, perempuan centil dan heboh berusia 24 tahun. Penggemar Scarlett Johanson, maka nama itu yang dia pilih sebagai nickname-nya di perusahaan. Dia bersama dengan Coco, perempuan kalem yang mengekor si Scarlett kemana pun. Kerap sarapan dengan Coco Crunch, maka dari itu nickname-nya demikian. Mereka diterima bekerja pada periode yang sama. Akhirnya ditempatkan di satu departemen pada tahun ketiga dan tak terpisahkan. Ocean mengerjap karena seruan dan dua anak buahnya yang terburu-buru keluar dari pantry.

"Kemana?" tanya laki-laki itu sembari menunjuk jam di dinding.

Duo gadis itu mengerem serempak, menolehkan hanya kepala pada Ocean.

"Lupa ya boss? Hari ini penerimaan karyawan baru loh. Anak-anak pada sarapan di lobi tuh, kita mau nyusulin sekalian pasang taruhan" si Scarlett memampang cengiran tipis. "Kita rapat jam 08.30, sekalian suruh Bisri naik buat.." Ocean berniat tak menghiraukan tradisi aneh para karyawan dan karyawati di perusahaan ini tapi justru seruan lebih keras terdengar dari mulut si Scarlett.

"BOS.." Ocean sedikit tersentak.

"NICO..bukan Bisri. Si Bisri bisa ngambek luar biasa kalau dengar dia dipanggil dengan nama KTPnya" Ocean memijat pelipis. "Oke, Nico."

Tanda oke disematkan Scarlett yang buru-buru menarik Coco keluar. Ocean menggeleng dan berdecak pelan, kembali memutar tubuh menuju pantry.

Penerimaan karyawan-karyawati periode ini tak biasa. Ada sebuah nama di antara puluhan karyawan dan karyawati baru yang menjadi perhatian.

Gusti Sima Probowinoto.

Nama salah satu dari empat karyawati baru yang membuat seisi kantor kalang-kabut. Dia cucu pemilik dan pendiri perusahaan yang baru pulang dari Spanyol dan digadang-gadang akan mewarisi posisi Komisaris Utama. Namun, bagaimana kalau seisi kantor tak tahu yang mana kah calon pemimpin perusahaan mereka? Budaya menggunakan nama berbahasa asing semacam Coco, Jules atau Remy dalam kehidupan kantor sehari-hari menghalangi mereka tahu siapa sebenarnya sang calon big boss yang harus diperlakukan dengan hati-hati.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang