Extended Ver|29

4.6K 555 34
                                    

Ocean Karunasankara bangkit dari kursinya yang super duper nyaman, menggulung lengan kemejanya hingga siku. Tak melepas pandangan mata sedetik pun dari Sima yang masih berdiri di sana. Kelima stafnya, dan Leo sudah turun meninggalkan mereka hanya berduaan. "Mau isi energi dulu" Ocean membawa Sima dalam pelukan, selama beberapa saat diam. Membiarkan suara detak jam dan nafas beradu merdu.

"Cantik banget, pacar siapa sih?" Ocean terkekeh sambil mencubit pipi Sima yang mendengkus kesal padanya. Rasa capek dan stres yang mendera Ocean lenyap seketika saat melihat wajah Sima.

Negosiasi dengan Mr.Bertram dan Mr.Jurgen tiba-tiba merumit karena muncul pesaing dari Singapore, yang sama-sama ingin membeli mesin mereka. Jika seperti ini, Ocean harus terbang sendiri ke Jerman dan meyakinkan mereka sebelum segalanya terlambat. Lolos emisi standar, tingkat safety tinggi, teknologi mutakhir dan ketersediaan spare part, mesin milik dua insinyur otomotif asal Jerman itu pilihan paling tepat bagi Prime Custom. Ocean merasa dia akan cukup terpukul jika tak berhasil membujuk mereka.

Jalan yang harus Ocean tempuh masih sangat panjang dan melelahkan.

Jangan pula membicarakan kerja sama yang harus diupayakan antara Prime Custom dan para pemasok.

"Mau aku pesenin makan malam gak?" oke, sejenak lupakan segala problema perusahaan.

Ada Sima dalam rengkuhan tangannya. Untuk perempuan ini, Ocean bekerja keras, hingga badannya serasa remuk dan pikirannya rumit setiap harinya. Namun prinsipnya tak akan kemudian menduakan Sima dengan pekerjaan, tak sepadan.

Ocean tersenyum, menangkap anggukan samar kepala Sima. Meski tak rela, dia melepaskan sumber energinya kembali ke meja kerja dan meraih ponsel. Sesekali melirik Sima yang mengelilingi kantor Prime Custom, membaca papan presentasi dan lembar-lembar di atas meja rapat.

Laki-laki itu kembali berjalan mendekat saat Sima berdiri di samping jendela. Dari lantai 5 gedung Probowinoto Group, terlihat bangunan shopping centre milik keluarga konglomerat dari Korea Selatan. Tanpa membuat suara, Ocean mendekap Sima dari belakang dan membiarkan sunyi menemani mereka. Tanpa berbicara, mereka saling menatap melalui pantulan kaca jendela.

"Do I look bad?" Sima tak menjawab, masih menatap pantulan wajah Ocean. Senyuman tak bisa menghapus kepenatan dari wajah kekasihnya, seperti ada sebongkah batu yang dihantamkan ke dada Sima setiap kali dia melihat Ocean Karunasankara.

"Aku tahu, tapi jangan mengatakan apapun. Aku mohon padamu. Berapa puluh tahun pun yang aku butuhkan, jangan mengatakan apa yang kamu pikirkan. Aku bisa salah paham, sayang. Aku bisa menghadapi kesulitan apapun, asal kamu gak mengatakan untuk menyerah sama kamu."

Dekapan tangan Ocean melonggar, Sima membalik separuh badannya dan menengadahkan kepala. Kini langsung menatap ke dalam bola mata Ocean, mempertemukan hembusan nafas di udara. Ocean terkesiap, satu tangan Sima menarik kerah bajunya. Menunggu sekian detik sebelum menyambut ciuman kekasihnya.

"Now I am fully recharged."

Ocean berbisik selirih mungkin, di cuping telinga Sima yang memerah sebelum kembali menyambut pagutan bibir kekasihnya.

It's sensual, their very first time french kiss. Intimate, totally surrender and trust each other. She let him to touch. He let the part of her leave inside. Touching each other soul gently, falling in love so deeply.

Ocean dan Sima tak mendengar keributan di luar, antara pengantar makanan dan kelima karyawan-karyawati Prime Custom yang kembali karena beberapa barang pribadi mereka ketinggalan. Gontok-gontokan, saling menunjuk siapa yang harusnya berani mengetuk pintu. "Mas-nya saja lah. Mas-nya ini nganter makanan loh. Mereka nungguin, setahu saya pak Ocean belum sempet makan malam."

"Mbak, kayaknya sih mereka udah gak laper sama mikir makanan. Mbak-mbak dan mas-mas ini saja yang ketuk pintu. Keburu semakin macet loh pulangnya."

Terbujuk, Rey dan Lady kembali mengetuk pintu yang memang tidak ditutup. Dag dig dug, takut mengganggu kemesraan atasan mereka tapi yang dikatakan kurir restoran ini benar adanya. "Astagfirullah..my eyes" Rey menutup mata dengan jari-jarinya yang renggang, menyesal karena berani melongok ke dalam ruang kantor mereka. "Udah lah, aku rela gak main hape semalem ini" Rey mengelus dada. "Demi apa, pengen pindah ke Mars aja" ucapnya sembari mundur dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mas, taruh aja pesanannya di sini. Nanti juga diambil, kalau mereka inget" Lady menunjuk cabinet table. Lalu mengikuti langkah Rey, yang sudah ditunggu tiga rekan kerja mereka yang lain. "Mbak, beneran ya ini. Besok bilangin bos-nya saya sudah nunggu. Takut mau ganggu" si kurir menyusul mereka ke dalam lift.

Lady mengangguk. "Ngomong-ngomong, madam chair baunya seenak apa ya? Cewek cantik sama aroma harum kan selalu sepaket ya. Belum lagi parfumnya yang personalised, dari Chanel No atau Clive Christian. Pantes betah banget pak Ocean yang nyosor. Jadi pengen punya pacar" Rey melotot mendengar pertanyaan Lady. "Istigfar.. Istigfar" gadis itu menepuk-nepuk gemas lengan Lady.

"Bau surga sama rupiah."

Cooper ikut menanggapi kehebohan duo gadis di depannya.

"Dollar kali, atau gak Euro."

Lima orang dalam lift yang turun, tertawa cekikikan. Tak terkecuali, si kurir restoran.

ooooo

"Sup-nya udah dingin, sayang. Aku panasin dulu ya."

Ocean menenteng Sup Miso Ayam dengan senyuman mengembang di bibir, Sima sedang duduk di kursi bar dapur. Mengitari meja sebelum menuju kitchen set, untuk sebuah kecupan singkat di puncak kepala Sima.

"I want to sleep with you" Ocean ternganga lama, hampir menjatuhkan panci kosong dari tangan. Tergagap, tak mampu menjawab. Ocean balik menatap Sima yang terlihat serius dengan ajakannya barusan. Di situ Sima duduk, mengedipkan matanya dengan sangat tenang dan cantik. "Lupakan. You are afraid of my father" Ocean meletakkan tiap hal yang dipegangnya, menopang tangan pada pinggiran kitchen set dan memejamkan mata karena kepalanya tiba-tiba pening. "Sima.." gumamnya gemas.

Ocean mengangkat kepala saat bisa menguasai dirinya sendiri.

Sima, masih duduk dengan tenang tanpa rasa bersalah. Menggigit bibir, Ocean berusaha fokus untuk memanaskan makanan. Sesekali melirik Sima yang memperhatikan setiap gerak-geriknya. Setiap kali itu pula, Ocean menghembuskan nafas berat. Ini ujian. "Sup-nya sayang" Ocean meletakkan semangkuk sup di depan Sima, menuangkan segelas air putih untuk kekasihnya. Setelah memulihkan kewarasannya yang hampir porak-poranda.

Ocean mengulurkan tangan, menyelipkan helai rambut Sima yang jatuh ke belakang telinga saat perempuan itu menyendok sup-nya.

"Sesuatu yang sangat berharga didapatkan dengan kerja keras dan oleh seseorang yang layak, sayang. Dan kamu lebih dari itu. Untuk Mr.Edwin dan untukku" Tak menjawab, Sima mendengkus kasar. Ocean menahan senyum, menyendok sup-nya sendiri.

Bunyi notifikasi pada ponselnya cukup terdengar nyaring, menyita atensi Ocean. Laki-laki itu bangkit, berjalan menuju meja kerjanya. Diekori ujung mata Sima. Ocean, berdiri cukup lama setelah memeriksa sebuah pesan yang masuk. Menyembunyikan kekalutan yang tiba-tiba menyeruak, Ocean berusaha tersenyum pada Sima yang menatapnya dari meja dapur.

"Mr.Ocean, ini Anita. Mr.Luhung ingin bertemu."









Author's note: Hola! Akhirnya Extended Version The Successor diupload juga. Maaf lama ya readers, soalnya real life sebagai ibu rumah tangga sangat menyita waktu. Maaf kalau bonus part-nya bertele-tele, gak langsung uwu-uwu kayak request kalian. Saya butuh untuk membangun logika dalam hubungan Sima-Ocean yang gak sederhana. Semoga kalian gak kecewa dan suka. Terima kasih sudah membaca.

Oh ya, ini bukan bonus part terakhir kok. Akan ada Extended Ver|30 dan Catatan Anom. Sampai jumpa lagi.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang