Catatan Bass

5.7K 590 44
                                    

Ocean Karunasankara yang tengah duduk di taman Villa Ginevra dan disuguhi sarapan oleh para pelayan di akhir pekan ini, teralihkan oleh kedatangan Edwin dan Bass. Bapak-anak itu berpakaian kasual, hendak menuju Jagorawi untuk berolahraga. Mereka penyuka Polo, dan Bass bahkan serius menekuni olehraga itu. Edwin tersenyum pada bakal menantunya. "Papi punya sesuatu buatmu, mas. Wait ya."

Ocean belum sempat menjawab, Edwin berlalu pergi, menaiki buggy car yang terparkir di paving block terdekat kemudian melaju menuju kediaman pribadinya di Villa Ginevra. Edwin meninggalkan Ocean dan Bass, bersama dengan beberapa pelayan.

Ocean, melirik kikuk pada bocah berusia tujuh tahun itu. Entah ini hanya perasaan Ocean semata, Bass menunjukkan sikap tak terlalu menyukainya. Dia bisa menangkap gelagat ini setiap kali datang, untuk makan malam atau menjemput Sima seperti hari ini. Dengan dagu terangkat Bass bersedekap tangan dan menatap tajam pada Ocean sejak tadi. Seolah menelisik tiap inci dari wajah dan tubuhnya, bagai ingin mengintimidasi.

"If you hurt my sister, I will hurt you twice as much."

Ocean terperangah, pun beberapa pelayan yang berada di sekitar mereka yang sontak saling bertukar pandang. Oh, oke. Jadi Bass tak membencinya, dia hanya ingin bersikap protektif.

Ocean mengulum senyum.

"That's not gonna happen. I love her more than I love myself."

Bass tak percaya dengan omongan manis, bocah itu masih menatap tajam pada Ocean yang duduk di seberang. Ocean balik menatapnya, sekarang dia tak akan pernah kikuk lagi dengan bocah ini dan justru menganggapnya anak yang menggemaskan dan manis. Bass hanyalah adik tiri dari kekasihnya, yang tampaknya menyayangi Sima. Meski hanya berani menggertak Ocean di belakang. Saat mereka hanya berdua begini. Bukan rahasia bahwa Sima tak ramah pada Bass, mama, dan nenek anak ini. Ketiganya selalu berhati-hati di hadapan Sima.

Buggy car yang dikendarai Edwin, mulai tampak dari kejauhan. Otomatis memaksa Bass kembali pada mode anak manis. Beralih pada sarapannya.

Edwin turun bergegas, kedua tangannya menggenggam sebuah kotak beludru warna ungu. "Ini cincin pernikahan peninggalan istriku. Gunakan ini untuk rencanamu melamar Sima hari ini. Aku tahu putriku tak akan menolakmu, tapi lebih percaya dirilah dengan benda ini..mas" Ocean terperangah, itu pemberian yang amat berharga. Sungguh tak ternilai. Ocean menerima kotak itu, berhati-hati membukanya dan menatap lamat-lamat sebuah cincin yang melingkar indah. Ocean menatap Edwin dengan raut muka memendarkan rasa terima kasih tak terkira. "Desainnya tidak ketinggalan zaman walaupun sudah berpuluh-puluh tahun" Ocean mengangguk, antusias.

"Ini cincin terindah yang pernah saya lihat."

Edwin tergelak, menepuk-nepuk pundak Ocean sebelum menoleh pada Bass.

"Ayo berangkat, Bass."

Bass bangkit, setelah mengusap sudut-sudut bibirnya dengan napkin. Ocean mengikuti langkah keduanya dengan kedua bola matanya. Baru lima langkah, Bass menoleh padanya dengan tatapan mata yang seolah bisa dengan mudah Ocean terjemahkan.

"If you mess with my sister, you'll meet my wrath."








*Bonus chapter terakhir.

Sampai jumpa pada karya saya yang selanjutnya.

Lots of love,
Hain.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang