Chapter|13

5.1K 635 34
                                    

Percakapan karyawan dan tawa karyawati, beradu merdu dengan suara mesin pembuat kopi atau jus, ketukan-ketukan heels pada lantai, kursi yang digeser, bunyi peralatan makan yang bertabuh pada piring di jam makan siang. Pada detik ini belum ada yang tahu, bahwa beberapa menit kemudian satu identitas dari empat karyawati baru akan terungkap di hadapan mereka. Meski menjunjung tinggi privasi, identitas empat karyawati baru bagai anomali. Setiap orang di gedung ini ingin tahu mengenai identitas mereka.

Tiba-tiba duduk seorang perempuan di pertengahan usia 30 tahunan di meja Cherry, Jesse, Kim dan Tesha. Ada seorang laki-laki, tampak seperti ajudan yang berdiri tegap dengan tangan tertaut di sebelah meja. Perempuan itu bersanggul rapi, anting emas bulat bertengger di kedua telinga, dan lipstik merah menghias bibirnya. Memakai rok dan atasan batik yang manis, penampilan perempuan itu mencolok dan menarik perhatian tiap mata. Jelas perempuan ini bukan karyawati Probowinoto Group.

She has that vibes, a housewife of high profile man.

Perempuan itu meletakkan tas di atas meja, tersenyum tipis pada empat karyawati cantik yang tak kenal padanya. Cherry dan Kim yang sedang bercakap-cakap, mau tak mau mengalihkan perhatian pada si perempuan. Jesse yang cuma duduk dan sibuk dengan ponsel pun menghentikan kegiatannya dan membalas tatapan si perempuan.

Tesha yang sedang melahap Batagor, meski tak rela menyudahi makan siang tapi juga sesekali meluangkan waktu untuk melihat perempuan itu.

"Saya pikir wanita yang suka bertemu suami orang di klub malam tidak punya pekerjaan resmi" ucapan si perempuan, cukup nyaring untuk didengar setiap telinga.

Hiruk pikuk di kantin sontak terhenti, mereka memusatkan perhatian pada empat karyawati dan perempuan itu. Oke, karyawan dan karyawati Probowinoto Group memang menjunjung tinggi privasi tapi mereka juga tidak bisa menyangkal bahwa kepo adalah sifat melekat pada masyarakat Indonesia. Tentu saja, terrmasuk mereka.

"Anda bicara dengan siapa?" meski Kim bertanya balik, perempuan itu tak menjawab.

Si perempuan hanya menatap lurus pada Jesse, yang ditatap pun balik menatapnya. She is talking to Jesse, no doubt.

Jesse, selalu penuh percaya diri. Di saat seperti ini pun, tak sedikit pun dia menunjukkan tanda-tanda terintimidasi.

"Anda bicara dengan saya?" Jesse memastikan.

Si perempuan tersenyum sinis.

"Bagaimana rasanya, tiap malam mencari uang tambahan dengan melayani suami orang?" tanyanya semakin frontal.

Jesse menahan tawa. "Anda tidak akan percaya kalau saya katakan justru sekarang saya sedang mencari uang tambahan. Pekerjaan utama saya ya.. di klub malam."

Si perempuan mengepalkan tangan, sudut bibirnya bergetar tipis. Jelas tampak bahwa dia datang dengan sisa-sisa kepercayaan diri yang ditumpuk setinggi mungkin, untuk menghadapi perempuan yang dia anggap telah menggoda suaminya. Datang untuk mempermalukan dan mencoreng nama baik Jesse meski harga dirinya sendiri hancur tak tersisa. Namun si perempuan tak menyangka justru menghadapi self esteem yang lebih tinggi. Jesse bahkan tak malu apalagi gentar. Ini jauh dari gambaran pelakor yang kena labrak istri sah di serial-serial TV.

"TIDAK TAHU MALU" Perempuan itu hampir meraih gelas es teh Tesha. Ya, berniat menyiram muka Jesse yang sudah pasti menyebalkan di matanya. Untung, Tesha lebih dulu meraih gelas itu dan menegak isinya dengan tenang dan tanpa dosa.

Malu, muka si perempuan memerah.

Perempuan itu bersedekap tangan dan mendongakkan kepala demi memupuk kembali rasa percaya diri.

"Berapa yang kamu mau untuk meninggalkan suami saya?" Jesse tak bisa menahan tawa, dia menutup mulut saat mendengar pertanyaan si perempuan.

"Maaf.." ucap Jesse di sela-sela tawanya. Dia berdiri lalu meniru gesture si perempuan, dia pun bersedekap.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang