Chapter|16

5K 653 31
                                    

Leo menunduk hormat saat melihat Sima keluar dari lift, lalu membuka pintu Bentley Balacar warna kuning. Satu-satunya mobil mahal yang dibeli Sima, sejak Luhung memberi izin pulang ke Indonesia.

Di Granada, Sima biasa menaiki bus umum atau kereta untuk ke luar kota. Saat belajar dan bekerja di Madrid, dia tak beda dengan masyarakat biasa yang menaiki MRT atau bus way. Meski sekarang Sima adalah salah satu anak muda terkaya di Indonesia. Dia mengantongi US$ 1,25 miliar sebagai kekayaan pribadi. Dia betah dengan satu kendaraan. Biasa hidup susah, menjadikan Sima berbeda dengan para sepupu yang biasa dia sebut "tak berguna." Sima memikat kakek mereka, mengingatkan laki-laki tua itu mengenai perjuangannya membangun Probowinoto Group dari nol. Harapan di tengah-tengah tren jatuhnya keluarga konglomerat pada generasi ke-tiga.

Gusti Sima Probowinoto, pribadi yang tak hanya tahan banting, tapi juga perencana handal.

"Buenos días, señorita Sima" Leo menyapa saat Bentley Balacar kuning itu keluar dari parkiran. "Pagi ini akan sangat sibuk, Leo" timpal gadis kaya raya itu, seringai puas terpampang di wajahnya yang demasiado bonito. Leo berhenti menghitung, berapa kali Sima disodori kartu nama oleh para pencari talent karena kecantikannya.

Di negara mana pun di Eropa dan Amerika Utara yang mereka kunjungi.

"Enhorabuena..señorita" Leo menundukkan sedikit puncak kepalanya pada sang nona sembari memperlambat laju mobil, mengucapkan selamat.

Sima terkikik halus, membuka tutup tumbler berisi susu hangat. "Salud" ucap perempuan itu kemudian. Merayakan kemenangan dengan sederhana. "Do you feel bad for her, Leo? There could be any romantic feeling lingered after months spending time together."

Leo memasang senyum sopan, saat Sima bertanya demikian. Ini ujian.

Sima, tak pernah percaya pada siapa pun. Kecuali dirinya sendiri. Sejak awal, tak ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu.

Pertama kali bertemu Sima di sebuah bus kota, saat gadis ini masih di tingkat Bachillerato sekaligus Grado Medio. Tak lebih dari usia 17 tahun saat itu.

Leo, adalah anak sulung laki-laki. Berganti-ganti pekerjaan dari restoran, hotel, jasa pengiriman setelah menyelesaikan compulsory education. Untuk membantu ibunya membesarkan ketiga adik perempuan. Sima, yang memperhatikan Leo tengah mencari pekerjaan lewat koran lokal lalu menunjukkan sebuah halaman. Gadis itu berkata, berinvestasi lah pada perusahaan snack ini jika memiliki tabungan. Menunjuk sebuah perusahaan kecil yang menjual chips dan churros. Bersabarlah, kau akan menuai untung besar nanti. Leo, bisa saja mengabaikan ucapan gadis muda yang turun di depan sebuah panti asuhan. Namun tidak, hari itu juga Leo mengumpulkan seluruh uang yang dia miliki dan menuruti saran Sima. Lima tahun kemudian, Leo kembali ke panti asuhan yang sama. Untuk mencari gadis muda itu. Saat perusahaan snack kecil itu menjelma menjadi raksasa di bidang bisnis makanan. Leo, sungguh-sungguh untung besar. Sejak saat itu, Leo menggantungkan peruntungannya pada Sima.

Gusti Sima Probowinoto, tak hanya perencana handal. Dia dilahirkan sebagai observer berbakat dan penuh perhitungan.

"Miss Sima, tidak pernah ada kisah cinta untuk seorang figuran."

"Ough.." Sima bergumam lirih, melirik perut Leo yang terbungkus kemeja kasual berwarna coklat susu dari Zegna. Beberapa hari yang lalu, tamu mereka melayangkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi serta penuh amarah di perut itu. Leo menerima pukulan itu, tanpa perlawanan. Tidak bahkan seruan sakit keluar dari mulutnya. Dia bangkit setiap kali tumbang, hingga tamu mereka puas melampiaskan kemarahannya. Leo menyadari bahwa Sima sesekali melirik perutnya. "But, ladies from wealthy household..sure have a temper" melemparkan canda agar Sima tak perlu memikirkan perihal lebam-lebam di perut dan dadanya. Sima mendengus geli, setuju.

ooooo

Lobi gedung perkantoran Probowinoto Group, penuh sesak hari ini. Tak hanya para karyawan-karyawati yang berdiri bengong di depan layar TV, tapi juga beberapa wartawan yang tiba-tiba berkunjung. Berita akuisisi Harjodinoto construction oleh Probowinoto Group, bisa jadi menjadi berita M&A paling fenomenal dalam industri perekonomian Indonesia. Khususnya di bidang konstruksi dan pengembangan properti. Probowinoto Group berhasil mencaplok Harjodinoto construction dari 15 pihak dan mengantongi setidaknya 93,04 % saham, menjadikan mereka pemegang hak penuh akan manajemen perusahaan pesaing itu.

Berita selanjutnya menunjukkan Agung Mahawira, direktur utama Harjodinoto construction yang berbicara pada wartawan dan menolak akuisisi. Suami dari Kalandra Chandni itu mengatakan bahwa ini pengambil alihan paksa dan sampai sekarang belum bisa menghubungi istrinya yang merupakan pemegang saham terbesar Harjodinoto construction. Dia berkilah, bahwa tidak ada alasan bagi istrinya dan 14 pihak lain untuk menjual saham mereka pada Probowinoto. Sayang, penolakan Agung Mahawira justru diinterupsi berita lain. Penyalah-gunaan dana perusahaan dan pemberian suap yang laki-laki lakukan. Masalahnya sekarang, bukan lagi akuisisi secara paksa yang paling penting tapi panggilan dari jaksa yang bisa datang kapan saja.

"Matiin aja plis.. pusing kepala gue" Coco memijat pelipis, karena dering telpon di kantor tidak berhenti berbunyi sejak pagi.

"Mana bisa?" Jules menaruh jari telunjukknya di bibir, meminta agar tak ada yang bicara selagi dia menerima telpon."Kami rasa perusahaan akan segera mengadakan konferensi pers mengenai itu. Iya, hanya itu yang bisa saya katakan. Baik, selamat pagi" Jules meletakkan gagang telpon dengan muka geram. "Wartawan ini kenapa sih, kok nanyain status karyawan Harjodinoto construction malah sama kita? Mana kita paham. Mentang-mentang dia cuma punya koneksi sama tim 1, apa-apa nanyanya sama kita" belum selesai Jules melampiaskan uneg-uneg, Scarlett tiba-tiba datang dengan nafas ngos-ngosan.

"Cher.. Cherry.." cuma nama Cherry yang keluar dari mulutnya.

"Cherry kenapa? Tiba-tiba masuk anak itu?" Jules yang masih kesal saat mendengar nama Cherry yang absen hampir dua minggu itu menjawab sewot.

Scarlett menggeleng kuat-kuat, menunjuk remote agar Nico yang paling dekat dengan benda itu menghidupkan TV sembari dia menegak segelas air putih yang diberikan Coco.

Layar TV hidup, menunjukkan berita yang tak kalah mencengangkan. Khususnya bagi tim 1. Cherry, yang tampak dalam layar TV. Gadis ceria dan menggemaskan, yang selama lima bulan terakhir berstatus sebagai karyawati baru number one di Departemen Pengembangan Bisnis tak lain adalah cucu kedua dari Harjodinoto construction.

Cherry bernama asli Nakila Bagaspati. Duduk di depan puluhan wartawan dalam balutan dres formal berwarna abu-abu dari Antonio Berardi. Cherry adalah direktur utama Harjodinoto yang baru, mengadakan konferensi pers pagi itu. Cherry terlihat jauh berbeda dengan sosok yang selama ini mereka semua kenal. Bukan hanya berbeda, but she feels like someone else. "Kami percaya, akuisisi ini merupakan langkah baru bagi Harjodinoto construction. Untuk mengembalikan cita-cita kakek kami dalam usaha membangun negeri ini. Bersama dengan Probowinoto Group, kami bersepakat untuk menyambut baik rencana IKN dan menyumbangkan teknologi, pemikiran, strategi serta pekerja-pekerja kami."

Cherry, terlihat dan terdengar amat dewasa. Di bawah hujan flash kamera dan berondongan pertanyaan wartawan, gadis muda itu tak tampak sedikit pun nervous. Tatapan matanya lurus dan tegas. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan mudah dan penuh persiapan. Ada tiga laki-laki tua di kanan dan kirinya yang menemani gadis muda itu, dikenal baik sebagai simpatisan kakeknya yang paling berpengaruh sejak lama.

"Gila, kita semua ketipu selama ini. Jangan-jangan masalah lahan yang terakhir kali itu bocoran dari Cherry. Wah, seperti memelihara serigala di kandang kambing."

Remy berdecak berkali-kali, mengungkit masalah penyerobotan lahan mereka di Makassar oleh Harjodinoto construction.

"No way" mulut Scarlett membuka lebar.

Bunyi pintu ruang pribadi si direktur yang digeser, mengalihkan atensi tim 1 dari layar TV pada Tesha yang keluar dari sana dan Kim yang sejak tadi duduk di kubikelnya. Mereka bungkam seketika, hanya saling bertukar pandang. Saling mengerti apa yang terpikir di otak setiap orang. Tampaknya mereka semakin dekat dengan Gusti Sima Probowinoto, pun dengan suksesi perusahaan. Di antara Tesha dan Kim, yang satu adalah calon Komisaris Utama dari Probowinoto Group.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang