Chapter|19

5.2K 635 77
                                    

Ocean menatap lurus gerbang menjulang kediaman Probowinoto yang dijaga puluhan sekuriti.

Villa Ginevra. Salah satu ikon hunian megah konglomerat negeri ini, selesai dibangun di tahun yang sama ketika Luhung mendapat tanda kehormatan dari Presiden dan gelar kebangsawanan dari keraton Ngayogyakarta. Atas jasa sang maestro properti di bidang pembangunan. Di usianya yang ke-50 waktu itu.

Biografi Luhung, bacaan wajib karyawan dan karyawati Probowinoto Group. Tak heran jika pengakuan sebagian besar memilih Probowinoto Group karena mengagumi pemikiran laki-laki itu. Termasuk Ocean.

Tiba giliran Mercy yang ditumpanginya diperiksa, membuyarkan lamunan Ocean. Supir membuka kaca mobil dan sekretaris Cherry yang duduk di kursi penumpang di sebelah kemudi menyerahkan undangan berbarcode. Dua petugas memeriksa mobil dengan metal detector sedang dua yang lain memeriksa penumpang. Mereka mengembalikan undangan lalu mempesilakan masuk. Tak lupa menunduk hormat saat mobil akhirnya kembali melaju.

"Sayang, besok ada waktu? Nonton sepulang kantor yuk."

"Jangan besok."

"Udah lama kita gak keluar, akhir-akhir ini sibuk banget."

"Later ya."

"Oke."

Ingatan Ocean akan percakapan terakhirnya dengan Tesha diinterupasi tepukan Cherry di pundaknya. "Yuk, pak Ocean."

Percakapan terakhir yang menjadi penentu untuk menerima penawaran Cherry atau tidak.

Ocean merapikan jas, sebelum turun saat pintu dibuka oleh sekretaris.

Ocean menerima tangan Cherry yang melingkar di lengannya, kemudian berjalan menuju Manor House. Salah satu bagian dari Vila Ginevra, yang berfungsi sebagai aula pesta dan pertemuan. Bangunan yang ditopang dengan serangkaian pilar besar berwarna putih itu terlihat megah dan estetik, dengan karpet merah yang digelar panjang. Masing-masing meja bertaplak kain putih dikelilingi kursi-kursi berwarna gold, berjumah empat hingga enam. Senada dengan pintu super besar berukiran warna emas yang masih tertutup rapat, menghubungkan aula pesta ini dengan bangunan utama di Vila Ginevra.

Telah tiba sebagian besar para tamu. Mereka bercakap-cakap di meja dengan puluhan pelayan yang mondar mandir dengan nampan berisi minuman. Ocean menuntun langkah Cherry, menuju salah satu meja. Seorang pelayan menghampiri meja mereka, menawarkan minuman. Cherry mengulurkan tangan pada segelas red wine sedangkan Ocean memilih mocktail karena dia tidak mengonsumsi alkohol. Meski demikian, Ocean merasa dia satu-satunya di antara para tamu yang membutuhkan alkohol. Demi meredam gemuruh di dada. Satu kebenaran yang akan terungkap malam ini, bisa jadi menyelamatkan hatinya. Atau sebaliknya, menghancur-leburkan harapan.

Ocean menyesap isi gelasnya, pikiran yang tak menentu mendorongnya hanya bisa mengenali rasa buah peach dan nanas. Saat kemudian pintu besar Manor House terbuka. Dua pelayan laki-laki dalam balutan kemeja putih yang rapi, celana hitam yang licin dan dasi kupu-kupu muncul dari dalam. Dua pelayan laki-laki itu membuka lebar pintu, lalu menunduk hormat akan kedatangan pemilik pesta. Sontak para tamu berdiri dari kursi mereka, termasuk Cherry dan Ocean.

Luhung, duduk di kursi roda yang didorong Anita. Di belakangnya tepat, ada Edwin dengan istri dan mertuanya. Lalu disusul Bruno dengan istrinya, Melissa. Kemudian Gianna yang berjalan berdampingan dengan sosok yang amat Ocean dan Cherry kenali. Berbeda dengan tampilan biasanya dalam setelan serba hitam yang membosankan, malam ini dia dibalut jump suit berwarna putih yang membalut tubuh jenjangnya, dan coat panjang berwarna hitam. Tak lupa, Robin, Yuta, Paris, beserta Bass dan Nehru sebagai anggota keluarga termuda dari Probowinoto. Ocean terpaku pada satu sosok, mengabaikan dengkus geli dari Cherry di dekatnya. Bola mata laki-laki itu tak lepas dari sosok yang sama, saat keluarga pemilik pesta berjalan di karpet merah. Sesekali berhenti karena Luhung menyapa dan menyalami tamu-tamu penting. Terkhusus Kemenperin yang malam ini turut hadir.

The SuccessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang