Qila dan Adnan akhirnya sampai di rumah sakit setelah selesai mengambil beberapa pakaian untuk Nenek Rida. Tidak ada percakapan yang berarti di antara keduanya selama perjalanan, malah mereka terlihat sangat canggung mulai dari rumah Qila hingga sekarang. Kini keduanya tengah berjalan di lorong sepi rumah sakit. Adnan berjalan tepat di hadapan Qila yang tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya. Di sisi lain, Adnan malah tengah sibuk dengan ponselnya.
Sesampai di kamar rawat Nenek Rida, Qila berjalan ke arah sofa dan langsung menaruh kedua tas yang dia bawa ke atas sofa tersebut dan Adnan malah berjalan ke arah kasur Nenek Rida, dia memperhatikan nenek Qila yang tengah tidur itu dengan saksama dan saat itu Qila langsung menatapnya dengan tatapan yang sedikit curiga.
"Nggak mau langsung balik?" tanya Qila tanpa basa basi.
Qila cukup bersyukur karena Adnan mau mengantarnya sampai ke kamar neneknya. Sebenarnya dia sangat takut jika harus berjalan sendirian di rumah sakit yang sepi tersebut. Makanya, Qila tadi sibuk memperhatikan jalanan menuju kamar neneknya. Jujur, dia cukup penasaran kemana semua orang di rumah sakit itu atau memang seperti ini rumah sakit jika malam hari. Qila tidak memiliki pengalaman apapun mengenai rumah sakit ini karena baru kali ini dia harus menginap di rumah sakit, biasanya dia hanya akan menemani neneknya mengecek kondisi kesehatan beliau.
Adnan menoleh ke arah Qila dengan tatapan penuh tanya dan Qila menatap balik calon suaminya itu. "Kenapa? Lo mau nginep di sini?" tanya Qila lagi dengan tangan yang dia lipat di depan dada.
Adnan mendengus kecil karena terlalu lelah menghadapi sikap Qila yang terus berubah-ubah. "Bentar lagi saya pulang," jawabnya dengan nada suara pasrah.
"Bagus deh," ucap Qila dengan santainya sembari duduk di atas sofa.
Perempuan itu kemudian memainkan ponselnya, membuka beberapa pesan yang belum sempat dia baca sejak tadi siang. Ada banyak pesan yang masuk dan kebanyakan dari pesan itu menanyakan tentang kondisi neneknya dan Qila cukup bersyukur karena memiliki banyak teman yang peduli padanya.
Karena terlalu asyik bermain ponsel, Qila tidak menyadari bahwa kini Adnan sudah ada di hadapannya. Pria itu kemudian memegang kepala Qila dengan lembut dan membuat calon istrinya itu terkejut.
Perlahan Qila mengangkat wajahnya dan kemudian mata keduanya bertemu. "Kenapa?" tanya Qila dengan suara yang pelan.
Adnan menarik tangannya dan kemudian memasukkannya ke dalam saku celana. "Tulis nomor saya, kalau ada apa-apa dengan Nenek Rida. Hubungi saya secepat mungkin."
Qila mengikuti perintah Adnan dan langsung mencatat nomor telepon pria itu. "Udah nih," ucap Qila setelah selesai menyimpan nomor telepon Adnan.
"Ya udah. Kalau gitu saya balik."
Adnan keluar dari kamar rawat Nenek Rida dan bergegas untuk pulang ke apartemennya. Sudah nyaris tiga tahun dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena hubungannya dengan sang ibu tiri yang kurang baik sejak lama. Daripada bertengkar terus menerus, dia memutuskan untuk keluar dari rumah yang memiliki banyak kenangan tersebut.
Sesampai di apartemen, Adnan langsung membersihkan diri dan tidur. Besok ada rapat yang perlu dia hadiri dan dia tidak mau terlambat. Sebagai pemimpin Adnan tidak mau memberi contoh yang buruk bagi bawahannya.
Keesokan harinya, Adnan bangun satu jam sebelum rapat dimulai. Pria itu bergegas untuk mandi dan pergi ke kantor. Walaupun masih punya banyak waktu, tetapi Adnan tidak mau membuang-buang waktunya. Lagi pula dia juga tidak tau mau melakukan apa lagi. Kehidupan Adnan memang sangat monoton sehingga sampai sekarang dia belum juga mendapat pasangan.
Saat rapat, Adnan terlihat tidak fokus dan berulang kali melamun. Hal itu membuat sekretarisnya khawatir dan menegur pria itu. "Pak, apa Bapak sedang tidak badan?" tanya sekretaris Adnan yang bernama Kala.
Adnan yang sebelumnya melamun langsung sadar dan menatap bingung ke arah Kala. "Hah, kenapa?"
"Apa Bapak sedang tidak enak badan? Kalau ia, rapatnya bisa kita ganti hari lain," saran Kala yang langsung membuat Adnan memperbaiki posisi duduknya.
"Saya nggak papa kok, silakan lanjutkan presentasinya."
Atas perintah Adnan presentasi yang dilakukan oleh karyawannya yang berasal dari divisi keuangan itu kembali dilanjutkan dan setelah nyaris satu jam, rapat tersebut selesai. Adnan berjalan keluar dari ruangan rapat terlebih dahulu dan di belakangnya Kala mengikuti pria itu sembari membaca beberapa dokumen yang dia bawa.
Di tengah perjalanan menuju ruangannya, Adnan merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan langsung mengecek beberapa pesan di dalam ponselnya tersebut. Namun, tidak ada satupun pesan dari Qila, padahal semalam pria itu sudah menyuruh Qila untuk menghubunginya jika orang suruhannya sudah datang ke sana.
Adnan mempekerjakan seorang pendamping lansia untuk Nenek Rida karena dia tau Qila tidak bisa menjaga neneknya setiap saat. Sebenarnya salah Adnan sendiri karena dia tidak meminta nomor telepon Qila juga dan kini dia harus menunggu calon istrinya itu untuk menghubunginya. Ya walaupun sebenarnya pendamping Nenek Rida sudah menghubunginya tadi pagi. Namun, entah kenapa Adnan malah menunggu kabar dari Qila.
Adnan akhirnya sampai di ruangannya dan ternyata Kala juga ikut masuk ke dalam ruangan tersebut. Adnan mengangkat alisnya bingung saat melihat sekertarisnya itu mengikutinya. "Kamu ngapain ikutin saya?" tanya Adnan dengan suara beratnya.
Kala sebenarnya sedang tidak fokus sehingga membuat dia terus mengikuti langkah kaki bosnya berjalan. "Maaf, Pak." ucap Kala dengan salah tingkah dan segera pamit keluar dari ruangan bosnya itu.
Di sisi lain, Qila kini tengah asyik bermain basket saat jam olahraga. Perempuan itu berlarian kesana kemari membawa bola yang tengah ada bersamanya. Dia memang terlihat tidak memiliki beban apapun karena tadi pagi sudah ada orang suruhan Adnan yang akan menjaga neneknya dan dia bisa lebih bebas sekarang.
Sebenarnya Qila harus berterima kasih pada Adnan karena pria itu mau menyewa orang untuk menjaga neneknya. Namun sayang, Qila terlalu malu untuk melakukan hal itu dan hingga sekarang dia belum pernah sama sekali menghubungi Adnan setelah pria itu memberinya nomor telepon.
Setelah nyaris satu jam bermain basket, Qila akhirnya merasa kelelahan. Perempuan itu kemudian duduk di sisi lapangan sembari ditemani Aira, teman sebangkunya. Aira memberi Qila sebotol minuman dan tentu Qila menerimanya dengan senang hati.
"Makasih," ucap Qila sembari tersenyum kecil.
Keduanya kemudian fokus pada permainan basket yang kini tengah berlangsung di hadapan mereka, sekarang waktunya para pria yang bermain dan para perempuan beristirahat. Ketika tengah asik menonton, Aira tiba-tiba saja mengajukan sebuah pertanyaan. "Jadi, Nenek lo udah enggak papa?"
Qila langsung menoleh ke arah Aira. "Nggak papa kok."
Aira mengangguk paham dan kemudian terlihat ingin mengucapkan sesuatu. Namun, ditahan. Qila yang bingung kemudian mengajukan pertanyaan pada teman sebangkunya tersebut. "Lo kenapa?"
Aira terkejut dan langsung menggelengkan kepalanya. "Hmm, gue boleh jengukin Nenek lo nggak?"
Qila tidak langsung menjawab pertanyaan Aira karena dia sedikit merasa terkejut dengan pertanyaan teman sebangkunya itu. Aira terkenal sebagai siswi yang pendiam dan hanya berteman dengan Qila. Keduanya juga tidak pernah berkegiatan di luar seperti siswa-siswi lain dan setau Qila, keluarga Aira begitu protektif padanya. "Beneran?" tanya Qila yang langsung membuat Aira menangguk kecil.
"Oke, ntar pulangan kita ke rumah sakit bareng ya."
"Iya."
Jumlah kata : 1111
***
Hai hai, bab 4 udah update loh.
Semoga suka ya🥰
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Titipan Nenek (Selesai)
RomanceBukannya kado berupa barang yang diterima Qila saat ulang tahun ke 17. Perempuan itu malah mendapatkan jodoh dari neneknya berupa pria tampan yang jauh lebih tua darinya. Mau menolak pun rasanya tidak enak karena neneknya sudah sakit-sakitan dan be...